Pukul setengah sepuluh, semua orang sudah siap di posisi mereka masing-masing. Meskipun masih setengah jam, semua orang sudah datang untuk menyaksikan sidang maha penting di tahun ini. Keluarga Eza sudah datang semuanya. Eza, Papinya, Maminya, Kokonya, Maureen, istri Kokonya, dan beberapa sepupunya sudah terlihat berseliweran di sekitar kantor pengadilan negeri kota mereka. Bukan hanya mereka saja yang sudah datang. Bagas, Cal, Freda, dan Gavin pun juga sudah datang. Mereka berempat terlihat berbincang santai sambil sesekali bertukar senda gurau. Wanita mereka ikut datang. Ira, Jean, Lyvia, dan Nadine yang tengah hamil besar pun juga ikut datang untuk memberi dukungan kepada sahabat pacar dan suami mereka. Aaron juga ada di sana. Ia sesekali lewat di depan kantor pengadilan negeri dengan tampang suntuknya memakai baju khas jaksa bersama jaksa lainnya yang tidak mereka kenali. Aaron hanya menyapa sesekali keempat sahabatnya lalu kembali sibuk dengan dokumen yang ada di tangannya.
Beberapa paparazi dari beberapa stasiun TV dan beberapa surat kabar juga sudah stand by di depan gedung pengadilan negeri. Menunggu waktu untuk masuk dan mereka bisa menuliskan apa yang terjadi nanti di persidangan. Bukan hanya untuk keluarga Eza dan sahabat-sahabat Eza saja yang merasa bahwa hari ini sangatlah penting. Untuk seluruh penduduk Indonesia, mereka pun menganggap bahwa hari ini jugalah penting. Sebab, apa yang akan terjadi nantinya kurang lebih akan mempengaruhi bidang perbisnisan yang ada di Indonesia. Jadi ya, hari ini memang sepenting itu.
Ketika sedang berbincang santai, tiba-tiba seorang gadis mengejutkan Bagas, Cal, Freda, dan Gavin dengan sekonyong-konyong melompat ke tengah-tengah mereka. Mereka berempat awalnya terkejut, mereka ingin memaki orang yang membuat mereka terkejut itu, tapi ketika melihat siapa pelakunya, mereka hanya melengos malas lalu mengabaikan gadis itu.
"Loh, gue kok dikacangin sih?"
"Na, tolong ya. Umur lo itu udah dua sembilan. Jangan kayak bocah lagi kenapa sih?" kata Gavin yang terlihat paling sebal dengan tingkah Hannah barusan.
"Lha iya, nggak malu lo dilihatin banyak orang? Ada banyak wartawan juga. Nggak malu lo masuk TV atau koran dengan caption, seseorang yang gila sedang berdiri di depan kantor pengadilan negeri untuk mengacaukan persidangan akbar Partha Group."
Hannah tersenyum bangga sambil membenarkan kerah kemejanya yang baik-baik saja. "Oh, gue akan sangat bangga dengan hal itu. Setidaknya, gue masuk TV dan masuk koran."
"Emang Na, ngomong sama lo tuh nggak ada gunanya."
"Vin doa Vin, anak lo jangan nurun Hannah."
Gavin mengetukkan tangan di kepalanya dan ke arah pohon yang ada di dekatnya sambil mengatakan, "amit-amit jabang bayi lanang wedok. Jangan sampai kayak begitu."
"Wah entar seru kan Vin, anak lo punya sifat kayak gue. Jadinya di rumah lo nggak sepi."
"Sepi is better daripada berkelakuan kayak lo."
"Awas mbendal lo perkataan lo."
"Akh!"
Gavin mengacak rambutnya kesal karena mendengar kalimat asal Hannah yang anehnya tetap saja membuatnya kesal walau ia sudah tahu seperti apa wanita seperti Hannah itu.
Pukul sepuluh tepat, pintu pengadilan negeri dibuka dan orang-orang yang ingin menonton persidangan segera diperbolehkan masuk. Persidangan ini tidak sembarangan dihadiri oleh orang-orang. Memang persidangan ini bersifat umum dan terbuka, namun tetap saja, untuk bisa masuk ke ruang persidangan diperlukan beberapa prosedur guna menjamin keamanan jalannnya persidangan. Orang yang hadir dalam persidangan haruslah menunjukkan kartu identitas mereka dan mengatakan apa hubungan mereka dengan pelaku-pelaku dalam persidangan nanti. Para paparazi itu diizinkan masuk setelah mereka menunjukkan kartu identitas mereka dan kartu kantor tempat mereka bekerja. Sebab, keluarga Eza tak ingin ada sesuatu yang tidak diinginkan ketika persidangan sedang berlangsung. Sampai-sampai, keluarga Eza meminta pihak kepolisian untuk mengamankan kantor pengadilan negeri untuk beberapa jam ke depan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BESTEVRIENDS
Ficción GeneralDirimu.. Kalian.. Sore hari.. Impian.. Masa depan.. Dan cita-cita besar kita.. Aku tak akan melupakannya Sepuluh tahun lagi, di bulan Maret, tanggal 20 dan pukul empat petang, aku sangat yakin kita akan bisa bertemu kembali. Semoga... Ya, semoga... ...