TUUUUUUUUUUUT
Dengan gelagapan, Aaron langsung bangun dari tidur nyenyaknya karena mendengar suara terompet yang ditiup dengan barbar oleh seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah calon tunangannya, saudari Hannah Griselda Fabiola.
Gadis itu membunyikan terompet di kamar Aaron dengan tiupan yang sangat ya.. sangat keras hingga sempat tadi Aaron berpikir bahwa ada sesuatu yang terjadi sehingga terdengar bunyi-bunyian seperti itu.
"HAPPY BIRTHDAY MY CALON TUNANGAN!!!"
Tanpa aba-aba, gadis itu langsung naik ke tempat tidur Aaron dan memeluk Aaron yang saat ini sudah terduduk. Meskipun Aaron baru bangun tidur—wajah kusam, mata belek, dan rambut sarang burung, semua hal itu tidak mengurangi keinginannya untuk memeluk Aaron. Selain memeluk, Hannah juga dengan jahil mencuri-curi untuk menciumi pipi Aaron. Bisa dibilang, dari semua bagian tubuh Aaron, Hannah paling menyukai pipi dan rambut Aaron. Entahlah, ia hanya menyukainya saja. Menggemaskan dan ngangenin. Begitu katanya. Pada awalnya, Aaron memang terkejut dengan perbuatan Hannah yang seperti itu. Namun, dengan cepat ia dapat menempatkan diri dan membalas semua perlakuan Hannah itu. Pemuda itu balas memeluk Hannah, sambil sesekali menciumi tengkuk milik Hannah.
"Ron..."
"Apa, hm?"
Kedua tangan Hannah masih ada di belakang tengkuk Aaron. Gadis itu menatap mata lelakinya lalu tersenyum. Senyumnya menular hingga membuat Aaron juga ikut tersenyum karenanya.
"Kamu makin tua kok makin ngegemesin?"
"Iya dong siapa dulu kalau bukan calon tunangannya Hannah..."
Hannah terkekeh lalu dengan cepat, ia mencium bibir Aaron singkat. "Iya, iya, calon tunangannya Hannah. Btw, kapan nih aku resmi jadi tunangannya Aaron Gracio Danish?"
"Tahun ini kalau gak ada halangan, semoga aja. Jadi kita nikahnya bisa tahun depan. Pokok tunggu aku aja."
"Aku udah kelamaan nunggu kamu, loh Ron. Bayangin, aku itu nunggu kamu sejak kita TK tahu!"
"Iya, aku tahu. Makanya, cukup dua tahun ini lagi ya... habis itu kita tunangan dan nikah. Oke?"
"Oke."
Hannah kembali memeluk Aaron. Pelukan Aaron sangatlah nyaman dan bisa Hannah rasakan jika dalam setiap pelukan yang Aaron berikan, selalu saja bisa membuatnya merasa nyaman. Ia suka hal itu.
"Weheee selamat ulang—astaga zinah mata."
Gavin dan Cal langsung membalikkan badan mereka ketika melihat sebuah adegan tidak senonoh yang dilakukan oleh Aaron dan Hannah. Mendengar suara, Hannah langsung melepaskan pelukan Aaron. Syukurlah. Batin Hannah. Syukurlah, Cal dan Gavin tidak melihat adegan sebelumnya—yang jauh lebih tidak senonoh daripada ini. Masih mending ini hanya pelukan biasa. Kalau tadi...
Sudah, jangan diingat-ingat lagi.
"Ron, gak boleh gitu. Lo belum sah sama Hannah." Cal berjalan lebih dalam ke kamar Aaron diikuti oleh Gavin yang membawa sebuah kue tar di tangannya. "Noh, kue. Selama tiga tahun ini lo ngenes banget kan mau kue. Sekarang, noh gue urunan sama Gavin."
"Nih..."
Aaron terkekeh. "Hehe, thanks. Btw, nggak ada ucapan atau wish buat gue gitu?"
"Satu wish-nya, jangan perawanin Hannah sebelum waktunya."
"Ya gaklah goblok! Gue juga masih takut sama Tuhan."
Cal mengangguk sambil mencibir sekilas. "Iya, gue percaya. Sama atasan lo aja yang bukan siapa-siapa lo, lo takutnya setengah mati. Apalagi sama Tuhan yang nyiptain hidup lo."
KAMU SEDANG MEMBACA
BESTEVRIENDS
General FictionDirimu.. Kalian.. Sore hari.. Impian.. Masa depan.. Dan cita-cita besar kita.. Aku tak akan melupakannya Sepuluh tahun lagi, di bulan Maret, tanggal 20 dan pukul empat petang, aku sangat yakin kita akan bisa bertemu kembali. Semoga... Ya, semoga... ...