Selain Ira, ada satu lagi perempuan yang akan selalu Bagas sayangi tanpa batas sampai kapan pun. Dia adalah Belinda, adik keduanya. Hari ini saja, saat Bagas sedang lenggang tak ada kegiatan, ia memutuskan untuk meluncur ke Bandung dan menemui Belinda. Tak lupa, Ira selalu ada bersamanya, menemaninya ke setiap tempat yang ia kunjungi.
Membawa mobilnya, Ira menyopir sampai ke Bandung dengan selamat.
Berhenti di salah satu rest area, Bagas memilih keluar dari mobil dan duduk di bangku yang disediakan oleh rest area tersebut. Sementara Bagas duduk, Ira baru saja keluar dari satu toko sambil membawa nampan yang sepertinya berisi makanan. Bagas terkekeh. Biar Bagas tebak, makanan dalam nampan tersebut adalah jenis makanan sehat yang selama ini selalu Ira siapkan untuknya.
"Nihhh, makannnn..."
"Makasih, ya."
"Makan yang banyak. Biar badan kamu gendut lagi."
Bukan tanpa sebab Ira mengatakan kalimatnya. Ira mengatakan kalimat itu sebab ia tahu jika tubuh Bagas sudah sangat berbeda. Jika dulu sebelum Bagas melakukan kemoterapi, badannya terlihat gemuk dan sehat, tapi sekarang tidak. Meskipun dahulu Bagas juga tidak seberapa gemuk seperti Cal atau Darrel, namun dulu tubuh Bagas jauh lebih sehat daripada saat ini. Kemoterapi yang Bagas lakukan selama beberapa bulan ini memang memberikan pengaruh yang signifikan atas penyakit yang ia derita. Berkat kemoterapi, Bagas tak perlu hidup dengan selang infus yang harus senantiasa menggantung di hidungnya. Berkat kemoterapi, Bagas bisa kembali beraktivitas normal seperti sebelumnya. Memang ia belum sembuh seutuhnya dan rasanya tidak enak, tapi semua itu jauh lebih baik ketimbang harus selalu meringkuk di tempat tidur dan tidak melakukan apapun.
Jika ditanya oleh orang siapa yang paling berjasa dalam hidupnya, Bagas tanpa pikir akan langsung menjawab jika orang itu adalah Ira. Selama beberapa bulan, Ira selalu intens ada untuknya. Bahkan, sebulan terakhir, entah Bagas juga tak tahu mengapa Ira bisa mendapat izin dari orangtuanya, tapi sebulan ini, Ira memutuskan untuk tinggal bersama dengan Bagas. Alasannya hanya satu. Ira ingin selalu bisa berada dekat dengan Bagas dan selalu bisa memonitori apa yang Bagas lakukan. Awalnya memang Bagas merasa canggung karena seorang perempuan harus tinggal di rumahnya, namun lama-kelamaan ia mulai bisa menyesuaikan diri dan bisa merasa nyaman dengan kehadiran Ira di setiap waktu dalam hidupnya. Malahan, jika Ira tak ada di sisinya, Bagas akan merasa sangat kosong. Seakan-akan dunianya hampa dan tidak ada sesuatu yang menarik di dalamnya.
"Ra, sumpah deh aku mau makan mie instan."
Seperti yang bisa ditebak, Ira langsung melotot mendengar kalimat. "Gas! Udahlah, jangan aneh-aneh. Kalau kamu udah beneran sembuh mbuh, aku janji ke kamu, kamu boleh makan mie instan lagi."
Bagas tersenyum kecut mendengar kalimat Ira. Pasalnya, ia sendiri tak yakin bila ia bisa sembuh total dari penyakitnya. Namun, demi kebaikan Ira, laki-laki itu memilih mengangguk sambil mulai memakan makanan yang Ira bawakan.
Selama ini, Bagas memang merasa bahwa kondisinya dari hari ke hari semakin membaik, semua orang mengatakannya. Bahkan, dokter yang biasa menanganinya salut padanya karena keinginan bertahan Bagas memang sangat besar. Tapi itu semua tetap tidak bisa menutupi apa yang sebenarnya Bagas rasakan. Memang, semuanya terasa baik-baik saja. Tapi entahlah, Bagas merasa bahwa semua itu hanya sia-sia saja dan ia tak bisa sembuh total dari penyakitnya.
"Gas, Gas, udah dengar tentang Eza?"
"Tentang kejadian kemarin?"
"Huum. Akhirnya ya, masalah dia selesai. Setelah dua tahun, akhirnya selesai."
"Iya, syukurlah. Eza nggak perlu susah lagi. Semuanya udah selesai."
Ira tersenyum mendengarnya. "Kamu tuh emang sebaik itu ya, Gas."
KAMU SEDANG MEMBACA
BESTEVRIENDS
Fiksi UmumDirimu.. Kalian.. Sore hari.. Impian.. Masa depan.. Dan cita-cita besar kita.. Aku tak akan melupakannya Sepuluh tahun lagi, di bulan Maret, tanggal 20 dan pukul empat petang, aku sangat yakin kita akan bisa bertemu kembali. Semoga... Ya, semoga... ...