Part 8

612 32 0
                                    

Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit, kami sampai di tempat yang aku tuju.

"Kita sudah sampai." Ucapku. Tapi, tak ada balasan dari orang di sampingku. Saat aku melihatnya, ternyata dia tertidur pulas. Dasar cewe!

"Elina, bangun! Kita sudah sampai." Kataku sambil mengguncang-guncangkan tubuhnya pelan. Sebenernya aku ga tega bangunin dia. Tapi, mau gimana lagi. Ga mungkin juga aku gendong dia. Nanti aku bakal di sangka yang engga-engga.

"Oh, udah sampe. Dimana ini?" Elina mengucek-ngucek matanya lalu menguap. Ternyata cewe ini punya sisi yang lucu juga. Aku kira dia cuma cewe dingin. Eh, apa yang aku pikirkan?! Dasar bodo!

"Ayo turun!" Aku turun terlebih dahulu lalu di susul oleh Elina. Aku ke depan pintu untuk mengetuk pintunya karena di rumah ini tidak ada bel.

Tok Tok Tok

"Wait!" Seru suara dari dalam. Beberapa detik kemudian pintu terbuka dan menampilkan seorang perempuan berkepala empat keluar dari pintu tersebut.

"KEN?! Ya ampun, bibi kangen banget sama kamu. Udah gede ya ternyata. Eh, ada orang lain ternyata. Siapa ini? Pacar kamu?" Ucap bibi bertubi-tubi. Dia adik dari ayahku. Namanya Beatrice. Dia tinggal dengan suami dan satu anak perempuannya yang sekarang berumur 18 tahun.

"Bukan, bi. Dia teman Ken. Namanya Elina." Aku memperkenalkan Elina. Elina sedikit membungkuk dan tersenyum pada bibi. Bibi pun tersenyum balik pada Elina.

"Kalian pasti cape. Masuk dulu yu!" Kami pun masuk bersama dengan bibi. Tidak lupa kami juga membawa barang-barang kami.

"Kamar tamu cuma ada satu. Ken, kamu tau kan tempatnya? Untuk Elina, kamu bisa tidur dengan Freya, anakku." Bibi menawarkan.

"Maaf, bolehkah saya satu kamar dengan Ken?" Pinta Elina sopan. Bibi terlihat bingung dengan permintaan Elina. Tapi, akhirnya ia mengizinkan.

"Asal Ken tidak keberatan. Sebentar lagi makan malam. Kalian mandi dulu lalu ke ruang makan untuk makan malam bersama. Oke?" Bibi mengisyaratkan oke dengan tangannya. Kami pun membalas dengan oke juga dengan tangan kami.

Kami menuju kamar tamu yang berada di ujung ruangan. Aku membuka knop pintunya dan masuk ke dalam lalu di ikuti oleh Elina.

"Kamar mandinya ada dimana?" Tanya Elina begitu kami memasuki kamar.

"Kamar mandinya tepat di depan pintu kamar kita ada di ujung lorong." Aku memberitaunya. Elina pun mengeluarkan baju gantinya dan langsung pergi ke kamar mandi.

10 menit kemudian ia kembali ke kamar. Sangat cepat untuk ukuran perempuan.

"Ken, giliranmu." Kata Elina. Aku mengeluarkan baju gantiku lalu pergi ke kamar mandi. 10 menit kemudian aku kembali ke kamar.

"Makan malam dulu. Bibi udah nyiapin." Kataku pada Elina. Elina mengangguk dan mengikutiku berjalan ke ruang makan.

"Kak Ken! Udah lama ga ketemu. Aku kangen!" Freya langsung berhambur memelukku. Aku balas memeluknya.

"Kakak juga kangen." Balasku.

"Udah Freya. Kita kan mau makan." Ayah Freya, pamanku, menghentikan tingkah laku Freya. Pamanku bernama Garin. Dia bekerja di sebuah perusahaan ternama di negeri ini. Kami semua duduk melingkar di meja ini.

"Ngomong-ngomong, siapa ini? Paman baru liat. Pacar kamu?" Tanya paman saat menyadari kehadiran Elina di sampingku.

"Bukan, paman. Saya rekan kerja Ken. Nama saya Elina Birkin." Elina memperkenalkan dirinya sendiri.

"Oh, pantes aja. Jadi, kalian lagi menjalankan misi?" Aku bingung harus jawab apa. Ga mungkin aku bilang yang sebenernya.

"Iya, paman. Ada seorang penjahat di negeri kami yang kabur kesini. Tugas kami menangkapnya dan membawanya pulang dalam kurun waktu 1 bulan." Ucap Elina. Untung aja Elina pintar. Bahkan mukanya ga keliatan panik sama sekali.

"Jadi, kalian menginap disini untuk satu bulan?" Seru Freya terlihat sangat senang.

"Engga, Freya. Kita ga mungkin membahayakan hidup kalian. Sebelum kita kesini, kita udah ketemu sama penjahat itu. Ternyata dia punya banyak bawahan disini. Tadi kita di tembakin cuma kita berhasil kabur. Tapi, kaca mobil kita pecah." Aku menjelaskan. Aku mengikuti permainan Elina agar misi kita ga ketauan oleh keluarga ini.

"Hati-hati ya, kalian. Pasti bahaya banget penjahat itu." Bibi ikut menimpali.

"Pasti, bi." Balasku. Lalu, kami makan sambil mengobrol panjang lebar. Setelah selesai makan, Elina membantu bibi mencuci piring. Sedangkan aku menemani Freya belajar.

2 jam kemudian kita balik ke kamar masing-masing. Sesampainya aku dan Elina di kamar, kita langsung membuka laptop masing-masing dan menyusun rencana.

"Apa begini sudah ok?" Tanyaku saat kita selesai menyusun rencana.

"Saya rasa untuk saat ini seperti itu dulu." Timpal Elina. Aku mengangguk. Kami pun menyelesaikan pekerjaan kami dan waktunya untuk tidur. Tunggu dulu. Disini kan cuma ada satu kasur.

"Kamu bisa tidur di kasur. Aku tidur di sofa." Elina menyadari juga tentang hal itu.

"Engga. Biar aku yang tidur di sofa." Sebagai cowok aku harus mengalah pada cewek.

"Tapi, ini rumah keluarga kamu. Aku ga enak lah!" Ia masih kukuh pada pemikirannya.

"Tapi, aku cowok. Ga mungkin aku biarin cewek tidur di sofa." Aku pun kukuh pada pendirianku. Kita sama-sama menghela nafas karena sifat kita yang keras kepala.

"Jadi, mau gimana? Ada saran?" Tanya Elina yang sudah pasrah. Aku berpikir sejenak.

"Satu-satunya jalan kita tidur di kasur yang sama." Aku mengucapkan dengan nada ragu, takut Elina tersinggung.

"Ok. Aku setuju. Ga ada pilihan lain." Tidak di sangka Elina menyetujuinya. Kita berakhir di ranjang yang sama hanya saja saling memunggungi. Tidak ingin berpikir jauh, aku pun terlelap karena tubuhku sudah sangat lelah.

Who Are You? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang