Part 25

398 19 0
                                    

Kejadian 2 hari lalu membuat aku tidak bisa tidur dengan nyenyak. Reka ulang kejadian itu terus berputar di otakku, membuat aku terus terjaga semalaman.

Aku menggulingkan badanku kesana kemari sampai akhirnya aku lelah dan memilih menghadap ke jendela yang terdapat balkon yang langsung mengarah ke balkon kamar Elina. Hanya saja belum ada tanda-tanda kalau Elina berada di rumah. Sudah 2 hari aku menunggu kepulangannya tapi dia belum juga kembali. Padahal aku sangat menanti kepulangannya.

Karena lelah menunggu, tanpa sadar aku ketiduran sambil menghadap balkon.

************************************

Pletak Pletak

Suara batu yang di lempar ke jendela membuat tidurku terusik. Terpaksa aku membuka kedua mataku. Aku melihat jam yang masih menunjukkan pukul 3 pagi. Yang benar saja. Siapa yang membangunkanku sepagi ini?

Aku berjalan sempoyongan ke jendela yang tadi di lempar batu. Ternyata jendela balkon. Sekarang aku tau siapa dalangnya.

"Kenapa, Erina?" Tanyaku dengan suara khas orang bangun tidur.

"Temenin aku. Aku ga bisa tidur nih." Rengek Erina yang sudah duduk di balkon. Terpaksa aku harus menahan kantukku demi menemani insomnianya.

"Kamu ga kangen aku?" Tanya Erina yang membuat aku melotot. Hilang sudah rasa kantukku.

"Kenapa kamu nanya gitu?"

"Kan aku baru pulang dari liburan. Seminggu pula. Masa kamu ga kangen aku?" Kata Erina.

"Terus, mana oleh-oleh buat aku?" Aku mengalihkan pembicaraan dan malah menengadahkan tanganku meminta oleh-oleh.

"Kenny ga peka!" Teriaknya. Dia langsung masuk ke kamarnya. Aku yakin dia lagi menstruasi.

Aku kembali ke kamarku dan mencoba untuk tidur lagi walaupun aku tau pasti susah.

************************************

Pletak Pletak

Suara batu lagi. Apa aku masih bermimpi?

Pletak Pletak

Lagi. Tidurku makin terusik. Aku mencoba membuka mataku yang rapat. Sedikit demi sedikit aku melihat seseorang yang menyunggingkan senyumnya di kejauhan. Sontak aku membuka seluruh mataku. Dengan tergesa-gesa aku membuka jendela yang mengarah ke balkon.

"Elina?" Aku bertanya karena tidak yakin dengan apa yang aku lihat di depanku sekarang. Ia tengah tersenyum jahil melihat keadaanku yang seperti orang bego.

"Kamu kenapa, Ken? Tiap liat aku pasti kayak liat hantu." Canda Elina yang tertawa kecil. Aku belum bisa berkata apa-apa. Lidahku masih kelu untuk berbicara.

"Aku pulang, Ken." Ucap Elina yang membuyarkan semua keteganganku.

"Selamat datang, Elina." Balasku dengan senyum yang sumringah.

"Boleh aku kesitu?" Lanjutku. Elina mengangguk. Langsung saja aku melompat ke balkonnya. Aku duduk di sampingnya begitu sampai di sebelahnya.

"Kenapa lama banget?"

"Aku harus nulis laporan dulu. Laporan yang panjang." Jawab Elina dengan menghembuskan nafas kasar. Aku menepuk kepalanya pelan.

"Kamu udah bekerja keras."

"Kamu juga." Balas Elina.

"Kamu dapet jatah libur berapa hari?" Tanya Elina antusias. Aku berpikir sejenak.

"Satu minggu kalau ga salah. Kamu?"

"Satu bulan!" Ucap Elina dengan nada mengejekku.

"Enaknya." Aku mencibir.

"Kamu keluar kota atau diem di dalem kota?" Tanya Elina lagi.

"Sebenernya bukan misi jadi cuma tugas harian aja." Jawabku. Elina membalas dengan "ohh" saja. Dan keheningan kembali menyapa. Tidak ada satupun dari kami yang membuka topik.

"Ken." "Elina."

Kami tertawa saat kami memanggil bersamaan.

"Kamu duluan." Kata Elina.

"Aku mau kepastian, Elina. Aku mau hubungan kita jelas." Dengan susah payah aku mengatakan hal itu.

"Aku setuju."

"Jadi, apa kamu mau jadi kekasihku?" Aku bertanya dengan ragu. Takut akan penolakan yang aku dapat.

"Aku mau." Jawab Elina dengan lantang.

"Kamu..mau?" Aku bertanya untuk memastikan kalau aku tidak salah dengar.

"Iya, aku mau."

Saking senangnya aku memeluk Elina. Elina juga balas memelukku.

"Tapi, aku gamau jadi pengganti, Ken. Aku mau kamu liat aku sebagai Elina, bukan Erina." Suara Elina parau saat mengatakannya.

"Aku tau. Aku ga pernah menganggap kamu sebagai pengganti Erina. Kamu adalah kamu. Erina masa laluku. Tapi maaf, aku tidak bisa melupakannya." Balasku dengan nada lembut.

"Aku mengerti, Ken. Kamu tidak harus melupakannya. Lagi pula, orang yang sudah mati hanya bisa hidup di hati orang lain." Elina sangat pengertian padaku. Itu sebabnya aku semakin mencintainya.

Aku melepas pelukanku dan beralih menatapnya intens.

"Kamu percaya padaku, Elina?" Entah angin dari mana, aku tiba-tiba menanyakan hal itu. Elina kebingunan dengan pertanyaan aneh yang aku lontarkan.

"Tentu saja. Kenapa kamu bertanya begitu?"

"Makasih. Besok pagi kita sarapan bersama ya. Aku mau kenalin kamu sama keluarga aku." Kataku dengan semangat.

"Kan mereka udah kenal aku."

"Mereka kenal kamu sebagai tetangga. Nanti aku mau kenalin kamu sebagai kekasih aku." Jawabku.

"Sejak kapan kamu bisa gombal?" Walaupun ucapannya sarkas, terlihat semburat merah di pipinya.

"Sejak...negara api menyerang." Jawabku asal yang mendapat pukulan di lengan.

"Serah kamu deh, biskuit oreo." Canda Elina.

"Gapapa di bilang biskuit oreo soalnya manis. Berarti secara ga langsung, kamu bilang aku manis dong." Aku menggoda Elina lagi.

"Au ah gelap!" Elina menutup wajahnya menahan malu sambil pergi ke dalam kamar.

"Itu mukanya udah merah kayak sambel di ayam geprek!" Candaku lagi.

"Berisik! Dasar bubuk besi!" Teriak Elina dari dalam kamar. Aku tertawa mendengar Elina yang ternyata bisa bertingkah lucu.

Paginya aku dan Elina sarapan bersama di rumahku sesuai janji.

"Ibu, Danish, Ken udah punya pacar loh!" Ibu dan Danish antusias mendengar perkataanku.

"Siapa?!" Seru mereka bersamaan. Aku melirik Elina yang wajahnya sudah memerah.

"Nih, di sebelah aku!" Aku menyenggol lengan Elina.

"Tuh kan bener! Aku udah bilang kakak pasti suka sama Kak Elina!" Seru Danish.

"Diem kamu, bocil!" Balasku pada Danish.

"Kalian cocok! Ibu setuju!" Ibu merestui hubungan kami.

"Elina, jaga Ken ya! Dia anaknya bandel soalnya." Lanjut Ibu.

"Ibu..." Aku merengek.

"Pasti, bu. Kalo Ken bandel, nanti Elina masukin ke penggorengan." Canda Elina. Semua tertawa mendengar lelucon dari Elina. Pagi itu kami habiskan dengan canda tawa yang mengiringi sarapan kami.

################################
Makasih buat kalian yang udah baca, vote, dan komen di cerita aku.

Aku kehabisan ide buat bikin cerita lebih panjang. Jadi, kayaknya mau aku singkat. Beberapa part lagi mungkin bakal sampai di klimaksnya.

See you in next part! Love you, readers!

Who Are You? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang