Part 21

389 18 0
                                    

Baru seminggu aku berada di perbatasan, aku sudah ingin kabur dan pulang untuk melihat Elina. Aku benar-benar merindukannya. Aku juga penasaran dengan jawaban yang nanti Elina berikan.

Minggu kedua aku mulai ga betah berada disini. Aku uring-uringan ga jelas. Kadang timku bingung melihat tingkahku yang seperti anak kecil di tinggal orangtuanya kerja.

Minggu ketiga aku semakin menjadi-jadi. Moodku mudah hancur sampai anggota timku tidak ada yang mau mengajakku ngobrol. Mereka takut kena semprot dariku.

Minggu keempat moodku membaik karena sebentar lagi misiku selesai. Anggota timku menatapku aneh karena aku sering senyum-senyum sendiri. Mungkin mereka pikir kapten mereka gila.

"Kapten, tadi jendral menghubungi. Misi kita berakhir esok hari. Hari ini kita bisa membereskan barang-barang kita." Lapor Glenn.

"Ayo kita beres-beres!" Sorakku dengan gembira. Aku segera menuju tenda untuk membereskan barang-barang.

"Kapten." Panggil Glenn yang berada di luar tenda.

"Ada apa, Glenn?"

"Saya mau bicara." Ucap Glenn. Nadanya begitu serius. Mau tak mau aku keluar dari tenda dan mulai bicara dengannya.

"Sebulan kita berada disini, aku melihat kapten bertingkah aneh. Aku melihat ekspresi yang belum pernah aku lihat dari kapten sebelumnya. Sebenarnya ada apa?" Tanya Glenn panjang lebar.

"Kamu akan mengerti saat kamu jatuh cinta, Glenn." Jawabku sambil menepuk pundak Glenn.

"Bagaimana dengan Erina?" Pertanyaan Glenn membuat aku terkejut.

"Aku mencintainya di masa laluku. Aku juga tidak akan melupakannya. Tapi, life must go on. Aku tidak mungkin berdiri di tempat yang sama terus menerus kan?" Ucapku sambil tersenyum.

"Selama itu membuat kapten bahagia, aku turut senang." Balas Glenn dengan senyuman juga.

"Terima kasih, Glenn. Kamu memang sahabat yang sangat baik." Aku menepuk pundak Glenn sekali lagi dan masuk ke tenda untuk melanjutkan membereskan barang-barangku.

Esok harinya kami di jemput menggunakan pesawat milik pusat militer yang membawa kami pulang ke base. Beberapa jam kami berada di pesawat, akhirnya kami sampai di base. Kami di sambut oleh jendral. Setelah melapor, kami di perbolehkan untuk istirahat selama 1 minggu. Aku memilih untuk pulang ke rumah. Dengan kilat, akhirnya aku sampai di rumah.

Saat aku melihat rumah Elina, rumahnya sangat gelap. Tidak ada satupun lampu yang menyala. Aku penasaran tapi aku lebih memilih bertemu keluargaku terlebih dulu.

"Ken, kamu pulang nak?" Sapa ibu dengan ceria melihat kepulanganku.

"Iya, bu. Danish dimana?"

"Dia udah tidur. Ini udah larut malem soalnya." Jawab ibu. Saat aku melihat jam, ternyata sudah jam 10 malam.

"Kalau gitu, Ken ke kamar dulu, bu." Pamitku. Ibu mengangguk dan membiarkan aku pergi ke kamar.

Sesampainya di kamar, aku melihat ke balkon kamar yang langsung berhadapan dengan balkon kamar Elina dan tentu saja Erina. Dulu, saat Erina ga bisa tidur, dia pasti lempar batu ke jendela kamar dan memintaku menemaninya ngobrol.

Aku membuka pintu ke balkon dan melihat langsung ke kamar yang ditempati Elina. Tidak ada tanda-tanda kehidupan disana. Karena khawatir, aku loncat dari balkonku ke balkonnya. Pintunya tidak di kunci jadi aku bisa langsung masuk ke kamar.

Aku kaget saat melihat kamarnya mulai berdebu. Aku tertunduk lesu melihat kenyataan di depan mataku. Elina pergi. Saat aku mulai berharap lagi pada manusia, saat itu juga aku kecewa.

Aku berniat pergi dari rumah ini. Tapi, sesuatu membuat aku tertarik untuk melihatnya. Boneka yang aku berikan pada Elina tersimpan rapi di kasur dengan sebuah surat. Aku mengambilnya dengan sigap dan mulai membaca isinya.

"Maaf"
-Elina Birkin

Satu kata yang membuat aku patah hati. Aku tersenyun getir. Seharusnya aku tau jawaban Elina.

Aku meremas kertas dari Elina dan membuangnya sembarangan. Aku memutuskan untuk kembali ke kamarku dan tidur.

************************************

"Kenny, jangan nyerah! Kamu pasti bisa!" Teriak Erina dari kejauhan. Aku sayup-sayup bisa mendengarnya walaupun aku sedang fokus mendribble bola basket. Dengan lincah aku menipu lawan sehingga aku berhasil menerobos pertahanannya. Dan aku pun mencetak angka.

Sontak sekolahku berteriak gembira. Pasalnya itu detik-detik terakhir habis waktu dan poin tim kami dan lawan selisih 1, tim lawan yang memegang kendali. Saat aku mencetak angka, keadaan berbalik dan tim kami menang. Aku dan anggota tim berteriak bangga. Kami saling tos dan bersorak.

"Kenny!" Teriak seseorang dari belakangku yang aku tau siapa orangnya. Aku membalikkan badan untuk melihat wajahnya.

"Congrats!" Ucapnya dengan senyuman lebar menghiasi wajahnya. Aku suka melihat dia tersenyum seperti itu.

"Thanks." Balasku sambil mengacak rambutnya dan membuat dia kesal. Aku suka melihatnya mengerucutkan bibirnya. Menurutku dia sangat lucu kalau marah.

"Aku udah bilang kan kamu pasti bisa. Makanya, jangan pesimis dulu! Jangan gampang nyerah! Kamu pasti bisa dapetin yang kamu mau kalau kamu berusaha keras." Ucap Erina panjang lebar.

"Iya iya. Makasih ya!" Aku mengacak-acak rambutnya lagi karena gemas. Tentu saja Erina marah karena menurutnya rambutnya adalah mahkotanya.

************************************

Aku bangun dari tidurku dengan tersenyum. Erina masuk ke mimpiku untuk menyemangatiku agar aku mendapatkan yang aku mau. Aku ga boleh nyerah. Aku pasti bisa mendapatkan Elina. Aku percaya, suatu hari nanti aku pasti akan bertemu dengan Elina lagi. Dan aku akan menunggu saat-saat itu. Aku tidak akan pernah melepasnya sekali aku menggenggamnya.

Who Are You? ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang