Rose Pov
Dancing Machine. Begitulah mereka memanggil Lisa.
Sejujurnya, aku tak pernah mengerti mengapa teman sekelasku, atau bahkan seluruh penghuni sekolah, selalu membuat kehebohan tentang tariannya.
Bagiku, Lisa hanyalah orang biasa yang terkadang bisa sangat kekanak-kanakan. Hobinya ketika di sekolah yaitu menepuk bahu seseorang dan berpura-pura dia tidak melakukannya ketika seluruh kelas kami mengetahui hanya ia satu-satunya orang yang suka melakukan hal itu. Dia melakukannya sekali padaku meskipun hubungan kami tidak terlalu dekat. Dia juga seseorang yang sedikit pamer. Ada desas-desus tersebar di sekitar sekolah bahwa dia akan segera memulai debutnya dan suatu waktu, guru kami memintanya untuk menampilkan beberapa gerakan tariannya. Lisa menghindar pada awalnya dan kemudian ia berubah pikiran. Ia pergi ke depan kelas dan melakukan tarian krumping dan gerakan hip-hop. Teman sekelas dan guru kami sangat menikmatinya.
Sekarang, saat ini, aku akhirnya mengerti mengapa sebutan Dancing Machine hampir identik dengan Lisa. Caranya menari, itu berbeda. Ada sesuatu saat ia menggerakan tubuh, lebih dari sekadar tarian untuknya. Hal lain yang mengejutkanku adalah ekspresinya di atas panggung. Berbeda ketika dia didalam kelas, dia sedikit konyol dan suka mengolok-olok teman-temannya. Di atas panggung, ia tampak seperti orang yang sangat berbeda, bagaimana dia membuat kontak mata dengan penonton, bagaimana membuat mereka terhanyut olehnya dan teman-temannya dengan suara ketukan musik. Aku tidak bisa percaya aku mengatakan ini tapi aku terkesan. Mungkin ini sisi Lisa yang tidak mengherankan bagi mereka yang pernah melihat ia tampil sebelumnya, sebenarnya ini pertama kalinya aku melihat ia menari.
Joy dan aku menonton di sisi panggung, bersama dengan staf, penyelenggara dan siswa lain yang terlibat dengan pemain lainnya. Jennie benar, kami memiliki pandangan yang jelas kearah para pemain di tempat ini. Kami juga bisa melihat bagaimana penonton begitu liar dan bergembira. Mereka mengangguk-anggukan kepala mengikuti musik, kamera dan ponsel mereka terangkat, mencoba mengambil video dari para pemain -mungkin pada Lisa, sehingga mereka dapat menghasilkan uang dari hal itu.
"Lihat penampilan Lisa." Kata Joy padaku, matanya terpaku pada Lisa. 'Ya Tuhan, dia terlihat begitu keren,"
Aku tertawa tapi aku tak bisa menjawab kecuali menyetujuinya. Lisa mungkin bukan siwi terpopuler di sekolah kami tapi dia pasti mempunyai daya tariknya sendiri. Dia tampak begitu bersemangat dan memiliki seringaian khas di panggung, membuat para perempuan di bangku penonton menjerit dalam hiruk pikuk. Ponselku tiba-tiba bergetar, bibiku yang menelepon.
"Hei," aku menepuk bahu Joy ringan dan mengangkat ponselku. "Aku akan menerimanya, oke?" Ketika Joy mengangguk, aku menyelinap keluar dari tenda dan menemukan sedikit tempat tenang dimana aku bisa menerima panggilan. "Bibi Seo?" Kataku ke seberang telepon, menuju bagian belakang tenda yang kosong. "Ya, Bibi, aku sampai di sini dengan selamat." Aku memainkan ujung rambutku, menatap sekilas ke atas panggung. Lisa dan teman-temannya selesai, kelompok lain kini sedang tampil. "Aku mungkin akan pulang agak telat, bisakah Bibi memberitahu ibu? Aku mencoba meneleponnya tapi dia tidak mengangkat. Dan juga, aku perlu melakukan wawancara yang sangat penting untuk majalah sekolah. Aku akan menelepon Bibi ketika aku pulang. Terima kasih. Aku mengerti. Bye. Aku juga mencintaimu."