Rose PovAku berpikir untuk tertawa karena mungkin ia sedang melontarkan sebuah lelucon padaku, tapi bagaimana cara ia menatapku saat itu membuatku tersadar ia benar-benar serius.
“Apa kau serius?” Aku bertanya dengan hati-hati. Lisa menghela napas berat dan menganggukkan kepalanya sedih.
“Ap—Bagaimana bisa?” ucapku tergagap. Aku berdiri dari tempat dudukku, berusaha untuk tidak panik tapi aku tidak melakukannya dengan baik. “Beberapa hari yang lalu, kau baru mengatakan padaku menjadi seorang idol adalah satu-satunya hal yang selalu ingin kau lakukan dan sekarang kau bilang kau bukan trainee lagi?”
“Jangan berteriak, oke?“ Lisa mendesis padaku, meraih tanganku dan menarikku kembali ke kursi. “Aku belum memberitahu siapa pun kecuali dirimu.”
Aku mengangkat alis tak percaya. “Ya Tuhan, apa kau mengatakan agar kita menjaga ini sebagai rahasia?”
“Tidak untuk waktu yang lama.” ucapnya. “Selain itu, tidak ada rahasia yang aman di sekolah ini.”
“Kau benar.”Balasku lalu aku berbalik ke arahnya. “Apa yang terjadi? Apakah ini semua karena ibumu?”
“Tidak.” jawabnya, mengulurkan tangan, “Seperti yang telah ku katakan, aku belum memberitahu siapa pun tentang hal ini kecuali dirimu. Selain itu, jika ibu tahu aku yakin dia akan melompat gembira.” Katanya datar.
Aku hampir bertanya lebih banyak ketika ponselku bergetar lagi. Jungyeon lagi tentu saja. Aku memutuskan untuk mengiriminya pesan, mengatakan sesuatu mendadak terjadi dan aku tidak bisa datang ke pertemuan kami.
“Apa itu dari ibumu?”Aku mendengar Lisa bertanya saat aku menekan tombol kirim.
Aku mendongak untuk melihat ia menatapku. “Bukan,” jawabku segera mengantongi ponselku.
“Apa kau harus pergi sekarang?” Tanya Lisa agak takut-takut.
“Belum.” Kataku karena aku merasa seperti ia tidak ingin aku pergi dulu dan karena aku tidak mau pergi dulu juga. “Jadi, katakan padaku apa yang terjadi. Kenapa kau tidak menjadi trainee lagi?”
Lisa bergeser di kursinya. “Sudah lebih dari dua minggu sejak aku keluar.” Katanya, mengacak ujung kepalanya. “Aku punya masalah dengan agensiku sejak mereka bilang aku akan memulai debut segera. Mereka memberiku begitu banyak sesi pelatihan tapi itu tidak benar-benar masalahnya, aku tidak keberatan bahkan jika mereka memintaku untuk menari selama berjam-jam di ruang latihan.” Ia berhenti sebentar.
“Lalu apa masalahnya?” tanyaku, mengabaikan posel yang bergetar didalam saku.
“Ketika aku mulai menghadiri persiapan debutku bersama kelompokku, aku menyadari aku tidak siap untuk kehidupan menjadi seorang selebriti.” Kata Lisa. “Mereka ingin aku bertindak dengan cara tertentu, mengatakan hal-hal tertentu dan hal-hal semacamnya. Pada awalnya, aku pikir aku akan bisa mengatasinya karena aku masih bisa melakukan hal yang paling kusuka tapi seiring berjalannya waktu aku sadar ... aku tidak bisa.” Ia menghela napas berat, ia mengepalkan dan mengendurkan tinjunya. “Aku mencoba membayangkan diriku dalam bertahun-tahun dan melihat diriku menjadi seseorang yang bukan diriku.” Ia berbalik dan menatapku lurus ke mata. “Aku hanya tidak berpikir aku bisa melakukannya.”Katanya sedih.