Chapter 7

187 12 0
                                    

           

"Ayolah La, makan, masa nggak mau dari kemarin!" Chaca kesal, cewek berambut terurai yang kini sedang berebah di kasur itu tidak juga mau membuka mulutnya.

"Nggak lapar, Cha," kata Ella.

"Nggak lapar apaan dari kemarin siang kamu tuh belum makan. Pagi ini aku bolos kuliah biar bisa nemenin kamu, kok kamu nggak ngehargain aku sih," kata Chaca merasa tak berarti.

Ella memandang sedih pada Chaca. "Bukan gitu, aku beneran nggak lapar."

Chaca cemberut.

"Cha, kamu itu sahabat terbaik aku. Aku beruntung banget punya sahabat kaya kamu, makasih ya dari kemarin kamu nemenin aku di sini," ujar Ella, membuat wajah Chaca kembali tersenyum.

Tok-tok! Krik.

Stevan masuk ke dalam kamar Ella. Pagi ini Stevan juga tidak masuk kuliah. Ia berajalan kearah ranjang Ella dan duduk di pinggiran ranjang itu. Nada mata Stevan kepada Chaca seolah-olah memberi isyarat agar Chaca meninggalkan mereka berdua untuk beberapa waktu, tanpa di beri tahu Chaca tau dengan sendirinya.

"Aku ke toilet dulu ya," pamit Chaca, meletakkan mangkok bubur Ella diatas meja.

Ella mendudukan tubuhnya di kasur, ia duduk berdekatan dengan Stevan, Stevan menghadap padanya dan ia menghadap pada Stevan.

"Kenapa nggak mau makan juga?" tanya si cowok berkaos putih.

"Nggak lapar."

"Aku dari kemarin udah nurutin kamu. Kamu minta aku jangan kasih tau kejadian ini sama keluarga kamu, aku turutin. Kamu minta aku biar kamu pulang ke rumah dan nggak tinggal dirumah sakit, aku juga turutin. Apa aku suruh makan aja kamu nggak mau?"

"...." Ella terdiam menatap Stevan.

"Beberapa hari lagi orang tua aku pulang, kalau kamu nggak makan terus sakit yang ada nanti orang tua aku malah bilang ke orang tua kamu. Kamu mau?"

Ella menggelengkan kepalanya.

"Yaudah makan," pakasa Stevan, memberikan mangkok itu pada Ella.

"Suapin," pinta Ella manja, membuat Stevan menegukan air liurnya.

"Makan sendiri!" kata Stevan gengsi, ia menyodorkan lagi mangkuk itu. Tapi Ella menggeleng. "Hufhh....yaudah, aa..."

Ella tertawa kecil, wajahnya berseri. Stevan menyuapinya. Stevan tersenyum dalam hati walau wajahnya sangat datar, dia memang selalu gengsi untuk menunjukkan kebahagiaannya. Ella mengunyah makanannya dengan cepat, ia menganga lagi untuk menunggu suapan yang berikutnya namun Stevan melamun saat itu. Tangan kiri Stevan masih memegang mangkok, hanya saja mata Stevan kini menatap tajam kepada Ella.

Ella meneguk air liurnya, ia gugup. Bagaimana tidak gugup, kini mereka ada di dalam satu kamar yang sama. Stevan duduk didekatnya, tatapan mata Stevan begitu mengena. Ella salah tingkah, ia pura-pura batuk agar Stevan tersadar tetapi Stevan masih melamun memandangnya.

"Uhuk! Uhuk!"

"....."

"UHUK!!!"

Stevan tersadar, Stevan jadi salah tingkah. Stevan memberikan suapan berikutnya pada Ella. Ella mengunyah kembali.

Geerrr gerrr...

Handphone Ella bergetar. Sebuah panggilan kini tertera di layar handphonennya. Baik Ella maupun Stevan sama-sama melihat panggilan itu. Ella meraih handphonennya.

Kak Ken is calling...

Ella ingin menekan tombol terima pada layar handphone-nya, namun Stevan lebih dahulu mengambil handphone Ella. "Makan dulu," ujar Stevan dengan tatapan serius. Stevan meletakkan handphone Ella jauh dari mereka berdua.

I Hear Your EyesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang