Maaf kalau aku updatenya lama banget.
Semoga ukhti fillah masih menunggu kedatangan butiran-butiran ceritaku yang biasa-biasa ini.
Jangan lupa vote dan comment.
Karena vote itu geratis.
***
Melihat punggung imamku yang berbalik dangan koper biru di tangan kirinya yang berjalan menuju ruang tunggu penumpang, mata ini terasa perih. Ingin rasanya aku berlari mengikuti kemanapun ia pergi. "mas semoga kau tetap dalam lindungan allah, amin." Doa ku dalam hati.
Ini pertamakalinya mas Agam pergi jauh dariku dan ditambah ia harus pergi menjadi salah satu dokter relawan di daerah bencana. Aku tidak bisa melarangnya untuk menolong hamba allah yang membutuhkan tenaganya. Mau tidak mau aku harus mengikhlaskan ia pergi, meskipun aku harus terus menerus menenangkan hati ini. Aku harus percaya bahwa allah akan tetap melindunginya. Ia akan tetap ada bersama imamku, imam ku hingga jannahnya.
Tanpa sadar aku masih tetap melihat pintu pembatas ruang tunggu dengan area check in, melihat pintu yang sudah tertutup tanpa ada sosok yang sedari tadi aku perhatikan. Aku langsung berbalik dan mengecek handphone, melihat waktu telah menunjukkan pukul 9:48. Aku langsung berjalan menuju mobil dan kembali ke rumah.
seperti biasa, pemandangan yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat yang hidup di kota metropolitan seperti Jakarta. Tidak ada ruang untuk bernafas, aku semakin tidak nyaman dengan suasana seperti ini dan ditambah dnegan perasaan yang entah timbul darimana sejak dari bandara tadi. Aku mengalihkan pandangan ku ke loker mobil, ku melihat ada al-Qur'an dengan pembungkus hitam dan ditambah dengan kaligrafi berwana emas milik mas agam. Ku ambil dan aku lebih baik mengisi rasa tidak nyaman ini dengan melantunkan ayat-ayat suci al-Qur'an.
Tidak terasa, hampir dua jam perjalanan dari bandara sampai dirumah. Aku langsung melesat menuju kamar dan merapikan pakaian ku. Aku akan diam di rumah Umiku selama mas Agam bertugas di Lombok. Tidak memakan banyak waktu aku langsung turun ke bawah dan membertahukan kepada pembantu rumah tangga. "aku berangkat ya bik, jaga rumah ya. Insyaallah setiap dua hari sekali aku akan datang kesini."
"baik mbak." Jawab perempuan yang setengah baya itu.
"mbak ini ada kue, tadi saya buatkan untuk mbak." Sambil menyodorkan tempat kue berwarna kuning ke arahku.
Aku hanya tersenyum dan langsung masuk ke mobil.
Sesampai dirumah umi, aku melihat umi yang baru saja keluar dari rumah kak Gilang. Aku langsung menghampiri umi saat ia telah samoai didepan gerbang rumah.
"assalammualaikum umi." Salamku pada nya dan ku kecup tangannya.
"wa'alaikummusalam, loh kenapa kamu sendiri kesini, mana suami mu ca.? " tanyanya heran dan melihat kearah mobil. "kenapa hanya sama sopir saja sayang.?"
"mas Agam pergi bakti social menjadi sukarelawan di Lombok umi." Jawabku padanya.
"Lombok, daerah yang baru-baru ini terkena musibah gempa itu ca.?"
"kita masuk aja dulu yuk mi. Aca bawa banyak barang nih." Ku angkat kedua tanganku yang membawa kotak makanan yang berisi kue buatan pembantu di rumah mas Agam.
"Astagfirullah, umi sampai lupa kalau kita di luar, ayuk kita masuk. Sini umi bantu bawa, suruh supirmu masuk juga. Tadi umi dah masak banyak." Sambil berjalan masuk membawatempat kue itu.
Sesampai di dapur lagi-lagi umi menanyakan prihal mas Agam yang pergi ke Lombok.
"Umi khawatir dengan suami mu ca. tapi, semoga saja dia tetap berada dibawah lindungan allah. Amin."
Aku mengamininya dalam hati, sejujurnya akupun sangat-sangat mengkhawatirkannya pergi ke daerah yang entah kondisinya tidak bisa ditebak.
***
Tiga hari sudah mas Agam pergi meninggalkan aku, terakhirkali ia mengirimkan aku kabar satu hari lalu sebelum ia pergi ke daerah yang terkena gempa.
LINE :
"sayang, mas hari ini sedang briefing untuk persiapan ke daerah Lombok bagian Utara. Mungkin mas hanya bisa memberikan kabar kepadamu hari ini saja, karena dikabarkan bahwa koneksi di daerah itu terputus. Semua tidak normal lagi. Tetap kirimkan doa untukku dan hubungan kita. Jangan lupa untuk tetap menjaga dirimu selama aku tidak disampingmu sayang. Ana uhibbukifillah Rufaidah."
Pesan yang terus terngiang di otakku, aku ingin sekali berada disampingnya saat ia mengucapkan itu. Ada rsa senang saat ia memanggilkku Rufaidah yaitu seorang perawat muslim pertama didunia. Tapi, disisi lain aku merasa sedih karena mas Agam akan pergi ke daerah yang terkena Gempa.
"Astagfirullah, ya allah kuatkanlah hati ini. Jagalah ia ya rabb, bawalah ia kembali kepada hamba dalam keadaan sehat. Hamba hanya bisa memohon kepadamu sang pemilik hati ini. Amin." Setelah sholat magrib dan membaca al-qur'an, aku keluar kamar dan menuju dapur untuk membantu umi menyiapkan makanan. Tidak jauh dari meja makan ada TV, aku lantas menyalakan tv dan aku ingin melihat keadaan Lombok melalui kabar yang disampaikan oleh acara-acara berita di tv.
Sambil mendengarkan berita yang disampaikan aku menyiapkan beberapa makanan yang telah di siapkan oleh umi di lemari makanan. Aku lantas memindahkan itu semua ke atas meja makan.
"Gempa bumi berkekuatan 7.0 scala richter yang kembali mengguncang Lombok, NTB pada pukul 21.56 WIB tak berpotensi tsunami. Pusat gempa berada di kedalaman 10 kilometer." Ucap pembawa berita dengan lantang.
Piring yang ada ditangan ku entah kapan telah berada di lantai dan berserakan dimana-mana. Rasa khawatir ku semakin menjadi-jadi. Aku belum mengetahui kabar mas agam dari kemarin sore dan kini aku malah mendapatkan kabar buruk ini melalui media.
"Menurut laporan masyarakat dan analisis peta guncangan, menunjukan bahwa guncangan dirasakan di daerah Lombok Utara dan Lombok Timur mencapai VI-VII MMI. Sementara itu di Lombok Barat, Mataram, Praya dan Sumbawa memiliki intensitas V-VI MMI. Guncangan juga dirasakan di Denpasar dan Waingapu dengan skala III-IV MMI, di Ruteng dengan skala II-III MMI, di Makassar I-II MMI," ucap pembawa berita.
Kaki ku terasa lemas, rasanya aku akan terjatuh. Aku langsung memegang kursi yang berada di depanku. Buliran-buliran air mataku terus mengalir. Hariku terasa teriris mendengar itu semua. Mas,,kamu ada dimana
Umi yang baru saja datang dari mushola samping rumah langsung menghampiri aku yang telah terjatuh meringkuk di atas lantai. "Ca istigfar ca. ayo bangun sayang, kakimu terkena pecahan piring"
"Umi.... Umiii... um,..umiiimmim,, mas AAgamm mi. mas agam eheeemmmm eheemmm,,,, ada di daerah itu mi.." dadaku terasa sesak. Untuk berbicara saja aku masih terbata-bata.
Umi yang mendengarkan perkataanku langsung memelukku dan mencoba menenangkan aku.
"istigfar sayang,, teruslah berdoa kepada allah. Insyaallah suami mu berada di tempat yang aman."
"aaaasss....sttagg...firulllah,,asstag...firull...ahh" tiba-tiba aku sudah tidak merasakan apapun dan perlahan semua terlihat gelap.
****
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun (sesungguhnya kami milik Allah dan hanya kepada-Nyalah kami kembali)".
[Surat Al-Baqarah Ayat 155-156]
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dosen Is My Imam
SpiritualSeorang mahasiswi keperawatan dan seorang Dosen di salah satu universitas ternama di Indonesia. ## Syabia Raesha Akbar Seorang mahasiswi keperawatan semester akhir yang terikat dengan permintaan terakhir seseorang untuk menikah dengan cucunya yaitu...