part. 14

779 25 0
                                    

Pagi pagi, riski dan marshel sudah mendengar keributan antara astrid dan bisma. Pertama dalam pernikahan mereka, hingga mereka mempunyai dua anak yg sebentar lagi akan meneruskan kejenjang yg lebih serius.

Marshel memasang dasi dengan hampa. Biasanya astrid dan bisma sudah meneriakinya, tetapi ini sudah lewat dari setengah tujuh dan tak ada satu pun orang tuannya yg meneriakinya untuk bersiap diri. Yg dirinya dengar hanya lah perkataan kasar dan teriakan dari kedua orang tuanya.

Seusai marshel memakai dasi, ia mengambil tas ranselnya lalu keluar dari kamarnya dan menuruni anak tangga.

Ia melihat pertengkaran kedua orang tuannya secara langsung. Karna, saat marshel berada diakhir anak tangga penglihatannya langsung tersorot melihat kedua orang tuanya bertengkar. Disana ada riski yg menjadi penghalang, jika bisma akan menampar astrid.

"Saya tidak selingkuh dari kamu, ini semua tidak benar".

"Oh ya? Ini semua tidak benar? Lalu apa yg aku lihat saat dikantor tadi? Kamu berciuman dengan pegawai dikantor mu! Apa kamu sudah bosan dengan aku?!".

Mata marshel berkaca kaca saat mendengar perkataan dari astrid. Ia tak percaya kalau bisma melakukan itu. Satu tetes air mata berhasil keluar dari kelopak mata marshel. Ia menutup mulutnya dengan kedua tangannya.

"Itu semua tidak benar! Kamu hanya melihat setengah kejadian".

Tangis astrid pecah. Memang, memang sejak tadi air matanya keluar terus menerus tetapi tak sederas ini. Kini air matanya lebih banyak keluar.

"Lalu, lalu apa yg aku lihat itu tidak benar? Jelas kemarin aku lihat dengan mata kepala ku sendiri pah, kau menghianati ku" astrid berlari menuju kamarnya sesudah mengucapkan kalimat itu. Riski hanya melihat kearah bisma dengah hampa, rasanya jiwa riski sudah tak ada lagi.

Masih ditempat, marshel terduduk lemas. Kakinya tak sanggup untuk disuruh berdiri. Ia menatap lurus, fikirannya melayang entah kemana. Ingin rasanya ia mengulang kejadian itu. Jika bisa, ia memilih untuk tak melihat semua kejadian ini.

Bisma menggaruk rambutnya dengan kasar. Ia kesal dengan pegawai baru yg ada dikantornya itu. Karna pegawai itu, keharmonisan didalam rumah tangganya hancur berkeping keping. Mungkin bisa saja astrid meminta cerai.

Bisma melirik keraha riski yg menatapnya nanar. Kemarahannya seketika lenyap hanya melihat riski. Lalu ia menemukan marshel yg terduduk lemas dianak tangga. Matanya berkaca kaca melihat ini semua. Ia memilih pergi menuju ruangan kerjanya.

Riski yg sadar sejak bisma melihat kearahnya lalu melihat keobjek lain, ia mengikuti arah pandang bisma. Ya, ia sangat terpukul dengan kejadian ini, dan kini adik ya pun akan ikut sama terpukulnya dengan dirinya. Saat bisma meninggalkan dirinya sendiri, ia melangkahkan kakinya menuju marshel.

Tangan riski mengelus lembut puncak rambut marshel. Marshel mendongak keatas saat ia merasakan ada sesuata diatas puncak kepalanya. Riski memberikan senyuman termanisnya untuk marshel.

"Kok disini? Udah selesai siap siapnya? Yuk berangkat sekolah". Marshel menghapus air matanya saat riski mengatakan itu. Saat ia akan berdiri tiba tiba saja keseimbangan marshel menghilang, akibatnya ia terjatuh kelantai.

Tangam riski meraba kening marshel lalu bergerak menuju leher marshel. Kening dan leher gadis itu panas. Mungkin karna syok, tubuh marshel panas seketika.

"Badan kamu panas banget dek, kerumah sakit yuk" ucap riski. Marshel menggelengkan kepalanya, ia lebih memilih dikasurnya dari pada dirumah sakit.

Riski menuntun marshel untuk menuju kamar marshel. Setelah berada ditempat tidur marshel, riski membantu adiknya untuk berbaring.

"Nanti abang kesekolah kamu ya, minta izin. Makan obatnya nih, jangan lupa! " ucap riski setelah menaru obat meja drkat samping marshel, ia tak lupa pula menuangkan air kegelas kaca.

The Most Wanted Boy And Bad GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang