Chapter 37; We Are'nt Parallel Lines [Last]

5.9K 619 563
                                    

Awal musim semi selalu membawa kebahagiaan untuk semua kalangan. Cuacanya yang hangat, aroma semerbak bunga-bunga, sakura yang mekar di taman dan pinggir jalan, dan bunga warna-warni lainnya yang tidak ketinggalan.

Musim semi sempurna.

Termasuk untuk sebuah pernikahan.

Park Jimin memandang pantulan wajahnya di cermin. Di sana, sebuah wajah yang nampak familiar, wajahnya sendiri. Matanya yang tajam dihiasi eyeliner tipis, kulit wajahnya dilapisi bedak, dan bibirnya yang tebal mengkilat karena lip balm. Rambutnya hitam, hitam dengan potongan rapi tanpa embel-embel highlight seperti berbulan lalu.

Terasa asing.

"Untung menikah hanya sekali seumur hidup, aku benci wajah penuh riasan ini" decih Jimin pada dirinya sendiri. Ia lalu berjalan menjauh dari cermin, memakai jas tuxedonya yang berwarna putih. Semuanya putih kecuali rambut dan sepatunya, juga dasinya yang kelabu.

Katanya pernikahan itu sakral, jadi warna identiknya adalah putih yang suci.

"HYUNG KAU SUDAH SELESAI BELUM? CEPAT KITA HARUS PERGI SEKARANG"!"

Jimin mendengus mendengar teriakannya adiknya yang sangat kencang sekali. Setelah membenahi penampilannya sedikit, ia berjalan keluar dan bergabung bersama keluarganya yang sudah bersiap. Ayahnya dan Jihyun mengenakan setelan rapi, sang ibu mengenakan hanbok berwarna biru tua untuk roknya, dan chima biru muda. Dahyun yang manis mengenakan gaun simple berwarna soft blue, belum memakai riasan karena ia akan menjadi pengiring pengantin wanita, riasannya akan dipakaikan di tempat resepsi. Karenanya mereka harus pergi lebih awal.

"Aigoo putraku tampan sekali"

Sang ibu memeluknya dan Jimin tiba-tiba merasa sesak. Mendadak ingatan masa kecilnya menyeruak dan Jimin mendadak menjadi emosional.

"Eomma, maafkan aku karena menikah sekarang!"

"Kenapa kau minta maaf?"

"Aku harus tinggalkan Eomma"

"Astaga Chim, kau masih putra Eomma. Eomma juga senang punya putri baru"

Sejenak kediaman keluarga Park dipenuhi haru ketika mereka berlima saling berpelukan. Lebih tepatnya, memeluk si sulung yang sebentar lagi akan menjadi suami orang.

Ayahnya berkata kalau beliau begitu bangga dengan putra sulungnya itu. Ia juga mengatakan hadiah pernikahan untuk Jimin menyusul. Pria itu bilang dia dilarang membawa alat lukisnya ke tempat resepsi. Padahal hadiah yang dimaksud adalah lukisan Jimin bersama Yoongi dalam balutan gaun pernikahan yang tidak bisa dibuat sebelum melihat mereka di altar.

.

.

.

Shinyi menangisi putrinya yang akan menikah. Yoongi membujuknya agar berhenti menangis atau dirinya juga akan menangis dan membuat riasannya luntur. Si pengantin itu begitu cantik dengan gaun pengantin putih tanpa lengan, pendek di depan namun menjuntai sampai lantai di belakang. Rambutnya dibentuk sedemikian rupa, dijalin rumit hingga jatuh ke bahu kiri, atas kepalanya dihiasi tiara yang berkilauan.

Sejenak suasana menjadi hening dalam ruang tunggu pengantin wanita itu. Ibunya sudah menangis dan berada dalam pelukan ayahnya. Tak lama, Suho memberikan pesan-pesan menyentuh dan perasaannya sebagai seorang ayah yang melihat putrinya akan menikah. Ia bilang itu sedih dan bahagia di saat yang bersamaan.

"Aku masih anak kalian kan?" Yoongi selalu seperti itu, menyembunyikan kesedihannya padahal ia sedang mati-matian menahan air mata. Penata rias bilang jangan menangis sebelum acara dimulai, makeupnya memang tahan air, namun akan berantakan kalau Yoongi menangis sekarang.

Parallel Lines [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang