2

17.4K 650 3
                                    

Los Angeles, dua tahun lalu.

"Selamat datang kembali, Sir." Jejeran pria berdasi itu membungkuk untuk menyambut atasan mereka. Noah Caldwell.

Pria tampan berusia 28 tahun itu turun dari pesawat jet pribadinya sambil melepas jasnya hingga hanya meninggalkan kemeja putih berlengan panjang, dasi, dan vest abu-abunya. Rambutnya yang tampak sedikit berantakan membuat orang-orang tahu ia telah melewati hari yang panjang dan melelahkan.

"Ke penthouse, Sir?" Supir pribadinya bertanya saat Noah telah memasukki mobilnya.

"Tidak. Aku butuh hiburan. Apa kau tahu tempat yang elit di Los Angeles?"

Supir berambut putih itu mengangguk. "Ada sebuah klub malam bernama Skyline, Sir. Terletak tidak jauh dari sini."

"Bawa aku ke sana."

---

Semua mata memandang pria bertubuh tinggi yang tengah melangkahkan kakinya masuk ke sebuah klub malam ternama di Amerika tersebut. Siapa yang tidak mengenalnya? Noah Caldwell sang direktur utama bank internasional ternama, Wealthy. Ia telah mendudukki posisi tersebut selama 5 tahun tanpa henti. Karirnya di bidang bisnis tak dapat diremehkan. Noah bahkan mendapatkan gelar direktur terbaik pada usianya yang ke-24 lalu. Semua orang menyeganinya.

Mendengar bisik-bisik karyawannya, Jennie Franklin keluar dari ruangannya untuk melihat sendiri sosok Noah Caldwell yang tengah mengguncang suasana klub malam pimpinannya.

Wanita tua itu tersenyum senang saat mendapati pria berusia 28 tersebut memang tengah berdiri seakan bingung apa yang akan ia lakukan di sana. Jennie menghampirinya dengan senyuman yang tak hilang dari bibirnya.

"Selamat datang di Skyline," sapa Jennie ramah. "Minum?" Wanita tua itu menawarkannya minuman namun dibalas dengan gelengan kepala dari Noah. "Tidak, terima kasih."

"Jadi, apa yang kau lakukan di sini? Skyline bukan tempat orang melamun."

Noah tampak mengedarkan pandangannya ke kerumunan orang-orang menari dengan liar. Di sisi lain ada orang-orang yang sedang mengobrol, minum, hingga bercumbu. "Entahlah. Aku butuh hiburan."

"Hm, hiburan? Seperti.. wanita?" Jennie menaikkan sebelah alisnya.

Noah tidak menjawab dan masih mengedarkan pandangannya hingga matanya terkunci pada seorang gadis dalam balutan gaun mininya di ujung ruangan. "Cantik," gumamnya tanpa mengalihkan pandangan dari gadis berambut cokelat gelap itu.

Jennie mengikuti arah pandang Noah. "Dia? Dia memang cantik, malaikat kesayanganku. Sayangnya ia belum kuturunkan ke lapangan. Tapi aku bisa menyuruhnya menemanimu mengobrol jika kau mau."

Noah menoleh pada Jennie, "Kenapa tidak?"

"Kenapa tidak apa?"

"Kenapa tidak menurunkannya ke lapangan?"

Jennie menaikkan sebelah bahunya. "Usianya belum genap 21. Tengah tahun ini baru akan menginjak angka itu. Di sisi lain, ia gadis manis yang baik dan penurut, aku sayang padanya seperti ia anakku sendiri. Aku takkan tega sampai ia yang mau sendiri."

"Baiklah. Aku mau dia menemaniku."

Jennie tersenyum dan memanggil gadis cantik kesayangannya itu.

Noah tidak mengalihkan pandangannya sedikitpun. Pria dewasa itu menatap gadis cantik yang tengah berjalan ke arahnya tanpa berkedip. Ia tak ingin melewatkan sedetikpun.

Noah dapat merasakan darahnya berdesir menjalar di seluruh tubuhnya saat matanya bertemu dengan mata cokelat si gadis cantik. Jantungnya berdegup amat keras hingga geli turun ke perutnya. Hei, perasaan apa ini? Noah belum pernah merasakannya hingga saat ini.

"Mrs. Franklin," gadis itu tersenyum manis pada Jennie. Ia melirik sebentar pria yang berdiri tegap di samping Jennie dan menyampirkan senyuman tipis nan ramah, lalu ia mengalihkan kembali pandangannya pada Jennie, "Ada apa?"

"Ini temanku, Noah Caldwell. Ia direktur dari Bank Wealthy. Kau pasti pernah mendengarnya," ujar Jennie.

Gadis itu mengangguk kecil. "Ya, tentu."

"Nah, aku ingin kau menemaninya berbincang sebentar, ya? Kau sedang tidak ada pekerjaan, kan?"

"Eh.. sebenarnya aku masih harus mengurus bar—"

"Masalah mudah. Aku bisa menyuruh Francis atau Griselda untuk menggantikanmu di bar."

"Tapi—"

"Sudah ya, aku harus pergi. Jangan kecewakan aku, Manis." Jennie mencolek dagu gadis itu dan pergi meninggalkannya begitu saja dengan Noah.

Gadis cantik itu menunduk, tak berani menatap pria tampan di hadapannya. Sementara itu Noah memasukkan kedua tangannya ke saku celana yang ia kenakan, memandang Jasmine dengan mata biru cerahnya. "Siapa namamu?"

"Jasmine."

Noah tersenyum tipis, "Nama yang indah. Nama belakang?"

"Venezuela. Jasmine Venezuela."

"Kau orang Venezuela?" tebak Noah, setelah meneliti wajah Jasmine yang kelatin-latinan.

Jasmine menggeleng. "Bukan. Ayahku Spanyol, ibuku Amerika."

Noah terkekeh merasa terhibur, "Lalu dari mana nama Venezuela itu?"

"Aku tidak tahu. Ayahku yang memberinya."

Noah tersenyum sambil terus memandang Jasmine yang masih menunduk. "Ikuti aku."

Pria itu mengamit tangan Jasmine dan menuntunnya ke luar klub.

"Aku tidak mau pergi." Jasmine menahan lengannya saat melihat sebuah mobil mewah terparkir di hadapan mereka. "Aku tidak mau pergi bersamamu."

Noah menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa? Aku ingin mengajakmu ke sebuah tempat, kau akan menyukainya."

"Tidak perlu. Aku nyaman di sini, Pak Caldwell."

Noah tergelak saat mendengar panggilan Jasmine untuknya. "Pak? Aku tidak setua itu, Jas."

Jasmine masih menundukkan kepalanya. Gadis cantik itu merasa malu sekaligus takut atas keintimidasian pria dewasa di hadapannya ini.

"Panggil aku Sir. Sir Noah."

Jasmine menunduk sambil mengangguk. Noah menarik dagunya dengan tangannya hingga wajah cantik itu mendongak. "Katakan."

"Sir."

Mata Noah menatap tajam tepat di manik mata Jasmine. Gadis itu ketara sekali sedang ketakutan.

"Yang lengkap."

"Sir Noah."

"Yes, baby."

—-

Ebook tersedia di Google play

https://play.google.com/store/books/details?id=R_q-DwAAQBAJ

com/store/books/details?id=R_q-DwAAQBAJ

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sir NoahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang