(n.) O,444。

1.3K 276 11
                                    

Utopia usang yang
kembali terngiang,
bagai klise separuh petang.

Sayup-sayup patahan kata terdengar begitu semampai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sayup-sayup patahan kata terdengar begitu semampai. Cawang berumur empat tahun kemelitan. Mengurung niat melontar gundu ke bulevar beraspal.

"Altar," panggil sesosok adam sembari menjinjing seruang tas. Merendahkan raga, mengusap surai putra semata wayang-nya.

"Abi mau kemana?" tanyanya ceta. Tanpa cadel layaknya balita pada umumnya.

"Abi pergi dulu ya. Abi mau cari uang buat Altar sama umi."

Altar mengangguk selaras, pikirannya begitu cendak. Ketika abi sudah mendapat uang, ia akan membeli mainan. Begitu pikirnya.

"Tapi, abi perginya jangan lama-lama ya? Nanti yang nganterin Altar sekolah siapa?"

"Iya, abi janji. Abi perginya nggak lama. Altar jagain umi ya," pesannya.

"Iya abi, Altar pasti jagain umi kok. Abi cepet pulang ya," Altar merendam diri dalam pelukan abi, sedikit tak rela. Tapi harus bagaimana?

"Iya nak, abi janji."

Seharusnya tak perlu mengucap janji apabila teringkari. Sungguh, Altar kini yang telah bertumbuh dewasa menyesal. Mengapa dulu tak dia tahan, ia malah membiarkan sosok itu pergi tak tahu kapan datang.

"ABI!" peluh seakan membasuh pelipis, nafas tersenggal menahan tangis.

Netra melirik ke nakas, tempat sangkala bermanyam ditemani detik selaras. Lagi, Altar terjaga di seperempat petang karena delusi usang.

Rindu, sastra penuh debu yang kini kian menggebu.

Berpasang-pasang netra memandang tanpa kedip

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Berpasang-pasang netra memandang tanpa kedip. Pigura celangap, tak kunjung tertangkup. Tangga nada menjepat mati, aplaus pujian menggelegar kawasan.

Prok prok prok.

Gemuruhnya.

"Gila, gua perlu waktu setengah bulan buat ngehafalin koreografi-nya," cerocos Dimas. Altar tersenyum kikuk.

ALBEDO ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang