Pagi ini, Diana terbangun dengan kondisi perutnya yang sudah lebih baik daripada semalam, meskipun setiap beberapa detik perutnya mulai terasa sedikit nyeri lagi. Pikiran Diana kembali mengulang kejadian semalam. Setelah kata-kata pedas yang ia lontarkan pada Sam, pria itu tidak mengajaknya bicara lagi, melainkan hanya mengawasinya hingga ia menghabiskan semangkuk bubur.
Setelah itu, Diana memilih tidur dan tidak mempedulikan Sam yang mungkin langsung pulang ke kantor. Begini lebih baik. Sam lebih baik mendiamkannya daripada bersikap baik padanya.
Semua rencana yang sudah ia susun ulang bisa gagal jika Sam terus bersikap manis padanya. Lebih parah lagi, ia bisa jatuh cinta pada pria itu.
Tidak Mungkin!
Ia sudah melupakan Sam. Hanya tersisa rasa dendam untuk pria brengsek itu.
Diana menyibakkan selimut dan turun dari tempat tidur. Ia tertidur lebih awal kemarin itu sebabnya ia bangun terlalu pagi sebelum alarmnya berbunyi. Ia mengambil ponselnya di atas nakas dan menemukan beberapa pesan dari Mamanya.
Sebelum menelpon Mamanya, Diana melihat jam sekilas. Biasanya Mamanya sudah bangun pagi begini. Mamaya bukan perkeja kantoran. Dia seorang ibu rumah tangga yang sangat rajin padahal di rumah mereka ada pembantu.
"Halo, ma.." sapa Diana ketika sambungan telepon tersambung.
"Dee, Mama telepon semalam kok nggak diangkat?" tanya Mamanya dengan suara cemas. Selama ini, Mamanya selalu mengetahui kabarnya setiap dua hari sekali dan biasanya di akhir pekan ia akan bercerita panjang lebar pada mamanya jika ia tidak pulang ke rumah.
"Perut aku sakit jadi aku nggak balas sms Mama tadi malam. Tapi sekarang sudah baikkan kok," kata Diana agar mamanya tidak cemas.
"Syukurlah. Kamu jadi pulang akhir pekan ini? Kakakmu dan istrinya akan datang menginap."
Diana berpikir sebentar. Hari ini ia tidak masuk kantor dan pasti banyak hal yang harus ia lakukan. Lagi pula, ia malas pulang akhir-akhir ini karena kedua orangtuanya kompak sering menanyakan pertanyaan yang sama 'Mana calon menantu mereka'.
"Hmm. Nggak bisa, Ma. Aku masih ada pekerjaan dan urusan kantor. Aku kan baru pindah kantor. Minggu depan mungkin aku pulang." Diana tidak sepenuhnya berbohong. Kemarin ia tidak masuk kerja dan pasti ada beberapa pekerjaan yang menumpuk. Memang menjadi sekretaris tidak sesibuk pekerjaannya dulu, tapi tetap saja ia tidak suka ada pekerjaan yang belum diselesaikan.
"Ya sudah yang penting jaga kesehatan kamu dan satu lagi," Diana bisa menebak apa yang akan dikatakan Mamanya selanjutnya. "Jangan terlalu pemilih. Nanti kamu jadi perawan tua loh, Dee."
"Aku nggak pemilih Mamaaaa.." kata Diana kesal.
"Nggak pemilih gimana? Kamu mau pacar yang terima kamu apa adanya walaupun kamu jelek dan miskin. Setelah ada, pasti penghasilannya dia nggak cukup buat bayar biaya perawatan kulit kamu. Haduh Mama bingung sama kamu."
Diana mendesah. Dia tidak seperti itu. Dia hanya trauma melihat masa lalu kakaknya dan juga dirinya dulu. "Intinya Dee nggak mau menyesal nantinya."
Terdengar helaan napas di seberang sana. "Kalau kamu nggak bawa calon juga di hadapan Mama dan Papa, kita bakalan jodohin kamu sama pilihan kita."
"Iya maaaa.." kata Diana bosan.
"Satu lagi. Stop kamu gonta ganti pacar kayak gitu. Mama nggak suka!"
KAMU SEDANG MEMBACA
I ***E YOU!
RomanceDiana Ravenska Wijaya Dulu, ia hanya seorang gadis gendut, berkacamata tebal serta kutu buku. Tetapi sekarang Diana adalah wanita yang paling diidamkan oleh kaum pria. Cantik, sexy dan pintar. Ditambah lagi memiliki pekerjaan sebagai seorang genera...