From : My Mom ❤
Dia tertidur sangat pulas saat Eomma membacakannya buku cerita. Dia perlu pakaian dan sepatu baru, namun Eomma tidak sempat membelikannya karena sedang musim panen. Jadi, Eomma harap kau bisa meluangkan waktu untuknya.
Setelah melihat sekilas pesan masuk baru yang muncul di layar ponselnya, gadis berwajah manis yang baru melepas highheels dan meletakan tas jinjing menekan icon panggilan bermaksud menghubungi Ibunya. Kira-kira sudah lebih dari 2 minggu sejak terakhir mereka mengobrol di telepon, dan itu juga tidak terlalu lama karena dia sedang sibuk.
Tuttt... Tuttt... Tuttt...
"Eoh. Jennie-ya. Bagaimana kabarmu? Setiap eomma ingin menelpon, pasti ponselmu tidak aktif."
"Jika kau ada masalah katakan saja, meski tidak bisa banyak membantu setidaknya Eomma bisa mendengarkanmu." ujar wanita di ujung sana terdengar sedikit khawatir. Dia tahu betul seperti apa sikap -Kim Jennie- putrinya yang selalu menyimpan beban sendiri, jadi terkadang ia ingin memaksanya bercerita.
"Mianhae.. belakangan ini banyak sekali perkerjaan yang harus aku selesaikan."
"Ditambah lagi akan ada project debut untuk pendatang baru, jadi aku jarang memegang ponsel."
Jennie menyunggingkan senyum sekilas meski tidak terlihat. Entah kenapa setiap berbicara dengan Ibunya dia selalu ingin menangis, meski tidak ada hal buruk terjadi.
"Lalu kapan kau akan menikah? Kau sepertinya terlalu fokus pada pekerjaan hingga tidak memikirkan dirimu sendiri."
"Kau tahu? Jihu sudah berusia 3 tahun, akan ada banyak hal yang dia tanyakan kelak."
Mendengar nama tidak asing yang disebutkan oleh Nyonya Kim seketika membuat butiran airmata yang tadinya menggenang di peluk Jennie berjatuhan perlahan. Seolah sekeras apapun wanita muda itu berusaha, ia tetap tidak bisa menghapus jejak masalalu yang sama sekali tidak ingin dia ingat. Ya! Anak laki-laki bernama Jihu itu membuat Jennie harus menjalani kehidupan yang berbeda dengan wanita seusianya. Dimana mereka bisa berkerja, bertemu dengan orang yang mereka cintai, lalu menikah dan memiliki anak. Bukan tiba-tiba memiliki seorang anak tanpa penikahan dan terpaksa menyembunyikan kenyataan itu, karena Jihu lahir tanpa seorang Ayah.
"Eomma, berhentilah menyebut nama anak itu. Bukankah sudah aku bilang bahwa aku sangat membencinya?"
"Tapi Jennie-ya.. Jihu tidak bersalah padamu. Sampai kau akan terus membencinya? Dia bahkan selalu tersenyum ketika melihat fotomu."
"Apa sekalipun kau tidak ingin bertemu dengannya? Jihu pasti akan sangat senang."
"Menikah? Lebih baik Eomma tidak menanyakannya. Lagipula siapa pria yang mau menikah dengan wanita yang sudah memiliki seorang anak?"
"Aku sudah payah kembali menjalani hidupku sampai saat ini. Untuk apa aku harus peduli pada anak itu?" tanya Jennie mengusap airmata yang terlanjur menetes di pipinya.
Nyonya Kim mengatur nafasnya sebelum berbicara. Walaupun dia mengerti betul penyebab Jennie tidak menyukai Jihu, tidak seharusnya Jennie tidak mengatakan hal itu pada darah dagingnya sendiri.
"Yak! Lalu kenapa kau melahirkannya jika kau hanya untuk kau benci dan kau salahkan?" kali ini Ibu Jennie mengeraskan agak suara.
"Kau kira Jihu juga ingin menjadi seorang anak tanpa memiliki Ayah dan juga dibenci oleh Ibu kandungnya?"
Deg!
"Eomma--"
"Mwo? Kau kira hanya kau yang merasa malu? Hanya kau yang lelah dengan dengan kenyataan ini?"
"Sebagai orangtuamu eomma juga juga merasakannya. Kau bilang akan pergi belajar di Seoul, tapi kau pulang dengan keadaan hamil tanpa ada orang yang bertanggung jawab. Namun eomma sedikitpun tidak pernah menyalahkan Jihu, eomma malah merasa beruntung karena banyak diluar sana yang mengharapkan cucu, tapi mereka tidak bisa mendapatkannya."
Cairan bening yang awalnya seperti rintik hujan kini sudah membentuk sebuah sungai kecil yang mengalir kedua pipi Jennie. Lidahnya juga terasa kelu untuk mengatakan apa yang dia pikirkan. Apa dia memang susah keterlaluan?
"Mianhaeyo eomma.. aku tidak bermaksud untuk--"
"Aku hanya--" ujar gadis itu tidak bisa menyelesaikan kalimatnya.
"Eomma tahu, tapi sekarang kau tidak perlu lagi menyalahkan putramu."
"Bahkan Ayahmu yang dulu juga tidak menyukai Jihu sekarang selalu mengajaknya memetik buah di kebun. Dia tumbuh dengan sangat baik, eomma harap kau berhenti membencinya."
Jennie menghirup oksigen lebih dalam lalu menghembuskannya perlahan. Mungkin ini memang sudah saatnya dia menerima kenyataan, bukan terus memaksakan diri berlari.
" . . . . . "
"Halmoni (nenek)! Jihu satang eodiyeyo (permen Jihu dimana)?" suara anak kecil samar-samar terdengar.
"Permen? Chakkamman, Halmoni akan membantumu mencarinya." jawab Nyonya Kim terdengar lembut.
"Eomma.. lalu apa aku--" tanya gadis itu tertahan kembali mengusap airmatanya.
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello, My EX! • JENNIE x WONWOO
Fiksi PenggemarBagaimana jika kau bertemu dengan orang yang sangat kau benci setelah sekian lama?