4. Kesepakatan Dengan Nini

3.8K 470 11
                                    

"Eh, yakin nih?" tanya Alung. Dayu tak menjawab. Mereka berdua menembus kegelapan malam menuju kamar mandi yang jauhnya dua ratus meter dari rumah utama. Belakang rumah Nini nyaris mirip hutan mini dengan lebih sedikit pohon dari hutan yang sebenarnya, namun banyak semak belukar. Alung belum pernah ke kamar mandi sini, karena mereka selalu pulang sore harinya sejak pagi hari bertamu lalu besok datang lagi untuk pamitan, tak pernah menginap.

Lalu, tampak tak jauh sebuah bangunan terbuat dari anyaman bambu, agak doyong, dengan atap dari rumbai-rumbai.

"Itu pasti, Day," katanya seraya menunjuk bangunan di depannya. Namun, lagi-lagi Dayu tak menjawab. Ada perasaan deg-degan yang tiba-tiba muncul, entah karena dia merasa seolah-olah Dayu sudah tak berada di sampingnya. Hanya sekedar memastikan, Alung kembali bertanya,

"Day? Dayu?" tanyanya sembari menoleh ke kiri dan ke kanan. Tapi tak dilihatnya siapa-siapa. Alung mulai panik.

"DAYU!" teriaknya.

"A... aa... paa..." jawab suara mendesah dari belakang punggung Alung. Alung berbalik dan melihat sesosok wajah bercahaya menyeramkan.

"Aaaaa...!" jerit Alung.

"Hahaha..." Dayu tertawa terbahak-bahak sampai membungkuk-bungkuk memegangi perutnya.

"Sialan!" desis Alung, "di tempat beginian tuh jangan bercanda. Nanti ketulak!" bentak Alung, kembali menyenterkan ke depan dan berjalan cepat meninggalkan Dayu di belakang.

"Deuuh... Ngambek nih. Iya deh sori..." kata Dayu kembali menggoda Alung.

Mereka tiba di sebuah bangunan dan mulai menyalakan saklarnya. Dilihatnya kamar mandi itu kosong, yang terlihat di depan mereka hanyalah bak mandi terbuat dari semen dan tempat kakus dari keramik murahan.

"Kelihatannya nggak ada. Yuk pulang," ajak Dayu.

Mereka membalikkan badan ketika sesosok berwajah keriput memandang mereka lekat sambil bertanya, "ngapain kalian?"

"Aaaa...!" mereka berdua menjerit sekencang-kencangnya. Namun, ketika Alung menyenternya dan melihat lebih dekat. Itu ternyata Nininya.

"Nini! Jangan ngagetin gitu dong!" kata Alung dalam perjalanannya kembali ke rumah utama.

"Lagian kalian ngapain kemari?" tanya Nini.

"Kami cari Nini. Soalnya tadi dirumah, Nini nggak ada. Kami takut Nini kenapa-kenapa..." katanya.

"Begitu... Ngomong-ngomong itu di sebelah, pacar kamu ya?"

"Bukan!" sontak Alung dan Dayu menjawab.

"Hoo, ya sudah," jawab Nini sambil terkekeh.

"Lho, Ni? Katanya sakit? Kok sehat walafiat?" tanya Alung.

"Uhuk... uhuk... uhuk..." Nini tiba-tiba batuk yang kentara sekali dibuat-buat. Alung tahu Nini pasti cari-cari alasan supaya dikunjungi, dari dulu selalu begitu.

Setibanya mereka di rumah utama, Alung semakin dongkol melihat Randu sedang melahap paha ayam bakar dan mengisi penuh-penuh mulutnya dengan nasi.

Huh, tadi tidur sementara kita menembus hutan, sekarang dia malah makan, enak betul, gerutu Alung dalam hati. Alung menoleh ke Dayu dan melihat bibir Dayu menjadi setipis garis melihat Randu makan.

Rupanya ibu sudah menelepon Nini dan berpesan bahwa Alung akan sampai hari ini, maka Nini pergi keluar mencari makanan.

Setelah mereka semua kenyang, Alung kembali membuka pembicaraan,

"Oke, karena ternyata Nini baik-baik saja dan tidak sakit sama sekali," kata Alung menyindir. Alung masih kesal karena gara-gara Nininya-lah keberangkatan mereka ke China jadi dibatalkan.

"Jadi, kami akan disini selama dua hari. Besok kami akan sedikit menjelajah, lalu siangnya kami akan langsung pulang ke Jakarta. Jangan khawatir nanti Alung akan cerita ke Ibu bahwa Nini baik-baik saja." Mendengar kata-kata Alung, Nini langsung cemberut, melihat ini Dayu tampaknya agak tak setuju dengan pemilihan kata Alung karena biar bagaimanapun Nini adalah orang tua, maka Dayu menambahkan dengan baik hati, "Begini, Ni. Kami akan disini selama tiga hari." Mendengar ini Nini kembali semangat, sementara Alung memelototi Dayu. Dayu mengabaikan tatapan Alung dan memilih melanjutkan berbicara. Namun, sebelum Dayu sempat melanjutkan Alung sudah memotong,

"Tiga hari???" tanya Alung, nadanya sudah mulai meninggi. Pertanda bahaya. Lalu, dengan nada sedikit membujuk Dayu kembali berkata,

"Oh, ayo dong, Lung. Cuman tiga hari! Lagian ini kan daerah pedesaan di dataran tinggi, pasti banyak deh tempat trekking," kata Dayu dengan tatapan meyakinkan. Mendengar kata-kata trekking yang artinya banyak menjelajah, Randu tiba-tiba mendongak dan ikut nimbrung,

"Wah, kayaknya seru tuh, Lung. Okelah aku ikut kalau trekking," ucap Randu kemudian melanjutkan makan. Dua lawan satu, mau tidak mau Alung mengalah, sementara Nininya belum pernah ia melihatnya tersenyum selebar itu.

Dalu Candrama [Pemenang Wattys Award 2020] [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang