Keesokan paginya, pukul enam sudah terdengar suara grasak-grusuk, merasa terganggu tidurnya Alung akhirnya bangun juga. Terlihat Nininya begitu sibuk melakukan sesuatu di dapur, memasak air untuk menanak nasi, merebus singkong dan pisang tanduk.
"Sini, bantu Nini bikin teh. Bangunkan teman-temanmu. Anak muda harus bangun pagi. Ayo jangan malas," katanya. Akhirnya Alung membuat empat cangkir teh dan menaruhnya di meja panjang bersama dengan sepiring singkong dan pisang rebus serta beberapa kudapan sisa kue lebaran. Lalu, Alung pergi membangunkan kedua temannya.
Randu dan Dayu berjalan keluar dari kamar sambil menguap lebar-lebar, menahan kantuk. Tetapi begitu Randu melihat makanan sudah tertata di meja, wajahnya langsung sumringah dan langsung mencomot satu singkong dan pisang rebus, sementara Dayu kembali memejamkan mata dengan mulut terbuka begitu duduk di bangku.
Alung kembali setelah mandi, melihat kedua temannya yang satu santai mengunyah, yang lainnya kembali ke alam mimpi membuatnya gemas. Diacak-acaknya rambutnya yang basah di atas wajah Dayu, sehingga membuatnya berteriak mengeluh.
"Aduuuh, apa-apaan sih?" kata Dayu jengkel.
"Buruan mandi," kata Alung.
"Ogah, tuh suruh si gembul dulu deh. Kalau aku mandi makanan semeja bisa abis," katanya kembali menggelungkan diri di kursi jati. Dayu sudah mau duduk di kursi jati karena sejak pagi sudah di semprot dengan air oleh Nini, bersama perangkat kayu jati lainnya dan lantai di ruang tengah.
"Gembul mandinya lama. Kalau kamu kan cepet. Dia mah mandi bakalan cepet kalau baru diancem bakal ditinggal trekking dulu."
"Oi, jangan gitu dong. Main tinggal aja. Masak aku dirumah aja bantu nyiangi singkong sama Nini?" gerutu Randu berhenti sesaat mengunyah, mendelik ke arah Randu.
Dayu dan Alung pun tergelak.
"Fine... Oi, gembul panganan jangan diabisin yak." Dayu pun dengan malas beranjak dari kursi jati dan mengambil peralatan mandinya.
Sepeninggal Dayu pun, Alung berkata pada Randu, "Kamu juga Ran, daripada makan terus mending kamu siapin perbekalan kita. Aku mau bantu Nini masak."
"Oke," kata Randu singkat. Randu pun beranjak menuju kamar tidurnya dan menghilang di balik kelambu pintu.
Pukul tujuh pagi, trio ini sudah rapi jali duduk berimpitan di kursi jati. Makanan sederhana sudah tertata di meja, lauknya sayur bening, perkedel, dan kerupuk beras bersama nasi. Hangat, sederhana, dan nikmat mereka bertiga pun makan dengan lahap.
Seusai sarapan, trio ini sudah memanggul ranselnya masing-masing.
"Oke, waktunya ngecek: hape, charger, power bank, senter, kamera, tongsis, tripod, GPS, persediaan air minum, bekal makanan, tenda buat jaga-jaga, tali, harness, kantong tidur seandainya mau menginap di tenda, pisau lipat 3; Apa lagi ya? Ada yang kurang?" kata Alung merinci list perlengkapan mereka.
"Tinggal pamit Nini, Lung," kata Randu sambil mengulum permennya.
Setelah berpamitan, Nini nya berpesan agar pulang sebelum maghrib karena penerangan di desa belum terlalu banyak. Tapi mereka menanggapi cuek bebek pesan Nini, kalau seandainya mereka terpaksa atau kepingin menginap untuk melihat sunrise atau sunset di puncak, maka mereka lebih memilih menginap.
"Udah save point dulu belom?" tanya Randu ketika mereka hendak berjalan keluar rumah. Save point, adalah ketentuan penggunaan pada perangkat GPS untuk menandai tempat, agar lokasi kembali bisa dilacak oleh alat sehingga tidak tersesat.
"Sip, udah," kata Dayu mantap.
"Oke berangkaaat," ujar Alung bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalu Candrama [Pemenang Wattys Award 2020] [TAMAT]
Horror**Pemenang Wattys Award 2020** Alung, Dayu, dan Randu adalah tiga sekawan yang berniat pergi ke China. Namun, tiba-tiba mereka harus mengubah rencana perjalanan mereka ke kampung halaman Alung di dusun pedalaman Jawa Tengah. Mereka memutuskan berja...