5

193 38 0
                                    

"Heh! Bangun! Udah jam 9! Gue laper. Sana masak!"

Gue membuka mata gue dengan perasaan kesal setengah mati dan melihat Mas Yuta tengah berkacak pinggang di depan gue.

"Ngantuk. Sana masak sendiri," gue membalikkan badan memunggungi mas Yuta, menarik selimut hingga menutupi leher dan memutuskan untuk tidur lagi. Tapi, bukan Mas Yuta namanya kalo nggak menyebalkan. Dia dengan seenaknya menindih badan gue sambil menarik narik rambut gue pelan.

"MAS YUTA BERAT!" gue menggeliat, menyikut badan mas Yuta agar enyah dari sekitaran gue. Namun nasib gue yang badannya lebih kecil dari dia. Mas Yuta nggak beranjak sama sekali dari badan gue.

"Masakin dulu Ra elah gue laper. Abis itu lo tidur lagi aja nggak papa."

"Biasanya juga masak sendiri. Manja amat sih?!"

"Pengen tumis tauge masakan lo."

Gue menghela nafas, kemudian menoleh menatap mas Yuta galak. "Yaudah minggir."

"Masakin gue tapi."

"Iya bawel. Gih sana gue mau cuci muka."

"Janji dulu!"

"Iya gue janji."

"Kalo udah janji harus ditepatin ya, Ra. Dosa kalo dilanggar."

"Iya ih sana dulu mas. Berat."

"Yes!"

Mas Yuta beranjak dari kasur dan berjalan keluar dari kamar gue. Gue mengambil ikat rambut dari atas nakas, mengikat rambut asal asalan sebelum masuk ke kamar mandi untuk sikat gigi dan cuci muka. Setelah itu gue meraih kacamata gue dan berjalan menuju dapur.

Setelah pesan sialan dari Jaehyun tadi malam gue baca, gue sukses nggak bisa tidur sama sekali. Gue bergulat dengan pikiran gue sendiria apakah harus gue balas atau tidak, namun gue putuskan untuk nggak menggubris sama sekali. Nggak. Niat move on gue nggak boleh runtuh hanya sekedar satu pesan dengan kata "rindu". Lagian kalo kangen kenapa baru sekarang sih? Dulu dulu juga nggak pernah ngontak gue lagi.

Dasar mantan. Selalu saja menguji iman.

Pas gue sampai di dapur, mas Yuta lagi duduk di meja makan, sibuk sama ponselnya. Gue langsung sibuk menyiapkan bahan bahan untuk sarapan.

"Mas, masak nasi," pinta gue saat sedang mengiris bawang dan cabe rawit.

"Udah. Tinggal lauknya aja nih."

Gue mengangguk, kemudian menyelesaikan pekerjaan gue. Motong bawang, cabe, daun bawang, mengocok telur, mencuci tauge, menumis, menggoreng telur, sampai akhirnya gue membawa dua piring berisi tumis tauge dan telur dadar ke atas meja makan.

"Kan cantik adek Mas kalo bawa makanan gitu," mas Yuta berdiri kemudian mencolek dagu gue, membuat gue bergidik ngeri.

"Serem lo kayak om om genit."

"Kurang ajar," umpatnya. "Sana duduk. Gue ambilin nasi."

Gue mengambil air untuk gue sendiri dan mas Yuta, kemudian meletakkan dua gelas ukuran sedang diatas meja. Mas Yuta menyusul dengan meletakkan satu piring berisi nasi di depan gue.

"Hari ini ada mau pergi?" Tanya mas Yuta sambil menyendokkan tumis tauge ke atas piringnya.

"Ada. Mau makan siang sama Jeno," jawab gue sebelum memasukkan nasi dan telur ke mulut gue.

"Tumben jalan sama Jeno? Biasanya kemana mana sama abangnya."

"Ya nggak papa. Bosen sama Mark mulu."

"Gitu gitu temen lo satu satunya dari dulu."

Gue mendengus. Gue nggak bisa mengelak pernyataan mas Yuta yang satu itu. Bukan berarti gue introvert. Di kampus gue berteman. Tapi gue nggak seluwes itu buat ngerepotin temen temen kampus gue. Gue jalan sama temen kampus gue bisa diitung pake jari, beda sama Mark yang bareng kemana mana setiap hari.

[✔]Call You Bae | JENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang