16

185 32 0
                                    

Jeno mendecak kesal memandangi keluar jendela mobil. Hujan turun dengan derasnya tanpa ampun. Jeno segera menarik gue masuk ke mobil. Kami berdua duduk di jok belakang. Mau pulang pun nggak bisa soalnya hujannya selebat itu. Terlalu berbahaya untuk berkendara.

Baju kami sudah setengah kering. Salah Jeno yang tidak mengabari akan ke pantai, jadinya gue nggak bekal baju ganti. Gue melipat kedua tangan di depan dada, berusaha meredam rasa dingin yang menyeruak. Padahal AC mobil Jeno sudah disetel ke yang paling kecil.

"Dingin?"

Gue menoleh kearah Jeno, kemudian mengangguk pelan. Jeno menarik badan gue pelan kearahnya kemudian melingkarkan kedua tangannya disekitat gue, menarik diri gue mendekat sampai kepala gue membentur badannya.

"Ngomong dong. Dari tadi aku geregetan pengen meluk tapi takut kamu marah," keluh Jeno.

Gue tertawa kemudian melingkarkan kedua tangan gue ke badan Jeno, membalas pelukannya. Mencari posisi kepala yang nyaman untuk bersandar di dadanya.

"Hehe, anget," gumam gue pelan.

Kami diam pada posisi tersebut tanpa mengeluarkan suara apa apa. Hanya ada suara hujan yang masih turun dengan cukup lebat.

Gue dapat mendengar suara detak jantung Jeno yang berdetak sangat teratur, namun agak cepat. Tidak mengganggu, malah sangat menenangkan.

"Jen," panggil gue pelan.

"Hm?"

"Kenapa sih lo mau sama gue?"

"Ish," Jeno membenturkan dahinya dengan dahi gue dengan raut kesal. "Kan perjanjiannya gak pake lo gue tadi."

Ohiya, gue diam diam merutuk diri dalam hati.

"Yaudah ulang," tukas gue pada akhirnya. "Kenapa sih kamu mau sama aku?"

Jeno terkekeh pelan, kemudian mengarahkan pandangannya ke jendela.

"Hm nggak tau juga," jawab Jeno pada akhirnya. "Setelah lihat kamu waktu itu nangis nangis gara gara putus sama Jaehyun, aku tiba tiba pengen aja ngelindungin kamu. Kamu keliatan rapuh banget waktu itu."

"Terus rasa sayangnya jadi pengen selalu ada buat kamu. Naksirnya nggak tau ya sejak kapan. Tiba tiba aja suka," Jeno terkekeh.

Gue mendongak untuk menatap manik mata Jeno langsung. Satu hal yang gue suka saat Jeno senyum. Matanya jadi sipit banget terus melengkung lucu. Gue sampe gemas sendiri rasanya. Dengan cepat gue mengecup mata Jeno sebelum akhirnya gue tertawa pelan.

"Makasih ya udah mau sayang sama aku," ucap gue sambil mengelus punggung Jeno. Jeno tidak melepas pandangan matanya yang menatap lurus kearah wajah gue. Tangannya berpindah membenarkan helai demi helai rambut gue yang berantakan, kemudian menyelipkan beberapa di belakang telinga gue.

"Baru sadar kalo kamu tuh cantik kalo dilihat sedekat ini," ujar Jeno.

"Jijik, Jen. Gombal banget," gue mendengus kesal, sementara Jeno tertawa puas dengan wajah yang menyebalkan.

"Ya ampun, kamu tuh nggak bisa dimanis manisin dikit apa," keluh Jeno. Gue hanya mengedikkan bahu kemudian mengeratkan pelukan gue di sekitar Jeno.

Nyaman. Mungkin itu yang dapat gue deskripsikan ketika berada di dalam rengkuhan Jeno. Hangat sekali. Dingin yang tadi sempat datang sudah nggak gue rasain lagi. Gue maupun Jeno nggak ada yang berbicara satupun. Saking nyamannya, tanpa sadar mata gue memberat dan kemudian gue nggak sadarkan diri. Di dalam rengkuhan nyamannya Jeno, diiringi suara hujan dan detak jantung Jeno yang menenangkan.

***

Hujan mulai mereda saat mata gue terbuka. Dengan pelan gue mendongakkan kepala untuk melihat Jeno yang masih memejamkan matanya. Gue menarik satu tangan gue untuk melihat jam. Ternyata pergerakan kecil gue membuat Jeno menggeliat.

[✔]Call You Bae | JENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang