14

204 36 1
                                    

Dulu, gue selalu berfikir kalo butuh waktu yang lama bagi gue buat lupa sama Jaehyun walaupun gue udah berusaha mengasingkan diri dari nya. Walaupun gue udah berusaha menghilangkan dia dari hidup gue. Gue nggak pernah lagi membalas pesan dan mengangkat telponnya setelah pertemuan terakhir gue di malam itu. Bahkan ketika gue kembali dipertemukan dengannya di toko buah malam itu, masih ada keinginan untuk menghambur ke pelukannya dan menjauhkan dia dari tunangannya.

Tapi, ada yang bilang Tuhan memberikan apa yang kita butuhkan. Bukan apa yang kita inginkan. Bagaimana pun juga, Tuhan yang lebih mengenal setiap umatnya, bahkan lebih dari umat itu sendiri. Siapa yang menyangka, dulu hati gue yang sepenuhnya dimiliki Jaehyun kini mulai perlahan berpindah, bahkan mungkin sudah seutuhnya berpindah ke cowok yang lagi asyik ngunyah bakso di depan gue ini?

"Pedeeess!"

Gue tersenyum geli ketika melihat Jeno berkali kali minum sehingga dia harus memesan dua gelas es teh lagi karena tidak tahan pedas.

"Ya lo sih aneh aneh aja," gue mengambil tisu kemudian menyapu keringetnya yang nggak berhenti keluar sejak tadi.

"Sumpah ya kak lo kok bisa biasa aja sih?! Sambel lo lebih banyak dari gue perasaan."

Jeno meneguk gelas es teh keduanya sebelum mengangkat tangannya tinggi tinggi ke arah mas Udjo.

"Mang! Es teh nya satu lagi!"

"Udah ga usah di abisin kalo nggak kuat," gue menarik mangkuk yang masih tersisa tiga butir bakso di dalamnya menjauh dari hadapan Jeno. "Buat gue aja. Mau pesen yang lain?"

Jeno menggeleng sambil meminum sisa es teh nya yang sisa sedikit. "Nggak usah. Udah tinggal dikit juga."

Mang Udjo datang dan meletakkan segelas es teh di atas meja, kemudian memandang Jeno sambil menggelengkan kepalanya. "Kamu ini, udah tau Mbak Yura ini lebih tahan pedes. Ya jangan di saingin toh."

"Udah saya bilangin, mang," gue menusukkan bakso yang ada di mangkuk Jeno dengan garpu, kemudian memasukkannya ke dalam mulut. "Dia bilang penasaran sepedes apa. Tau nya sampe nggak bisa makan, kan?"

"Ya mana gue tau?!" Jeno menenggak es teh nya sampai habis, kemudian ia mengambil sendok dan memasukkan es batu ke dalam mulutnya. Kemudian ia menyenderkan badannya ke sandaran kursi sembari merengut.

"Makasih ya, mang," ucap Jeno pelan. Mang Udjo terkekeh geli sebelum ia mengangguk dan meninggalkan meja kami berdua, kembali mengurusi pesanan yang lainnya.

"Lo abis ini kelas sampai jam berapa?" Tanya gue setelah menghabiskan sisa bakso yang ada di mangkuk Jeno.

"2.40 kelar," jawab Jeno. "Lo balik nunggu gue atau sama abang, kak?"

"Sama gue."

Gue dan Jeno serempak menoleh dan melihat Mark sudah berdiri di depan meja kami.

Gue memandang Jeno, menunggu persetujuannya. Dia mengangguk, kemudian kembali menoleh kearah Mark.

"Mau kemana bang sama kak Yura?"

"Tumben amat nanya. Biasanya nggak kepo."

Mark meraih gelas es teh punya gue, kemudian memandang gue sekilas, seolah olah bertanya lewat mata, 'ini nggak papa kan gue abisin?'.

Gue mengangguk, kemudian Mark langsung menghabiskannya dalam sekali tegukan.

"Yaelah sensitif amat. Lagi datang bulan apa lo bang?" Jeno memutar bola matanya kesal. "Yaudah gue kekelas dulu kalo gitu," ujar Jeno sebelum meraih ranselnya, kemudian tangannya terulur buat mengusak rambut gue.

"Dah. Hati hati perginya sama abang,"

Gue memandangi punggungnya yang berjalan semakin menjauh dari kantin sembari mendengus karena rambut gue jadi berantakan sekarang.

[✔]Call You Bae | JENOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang