Kemarahan saya tidak bisa dipandang sebelah mata, tuan.
Pada saat saya diseret dengan tubuh telanjang untuk merasakan dinginnya tanah, saya menangis. Kerapuhan yang ditunjukkan hanya dijadikan tontonan bosan bagi kalian yang memiliki tahta. Dengan menopang dagu, kalian tumpukkan ketidakpedulian kepada kami untuk nantinya kalian buang ingatan kalian ditempat terjauh dari rasa iba sekalipun.
Tubuh saya yang menjadi bangkai, diludahi oleh mulut yang sudah mencicipi saya. Saya benci, saya merasa direndahkan sebagai manusia yang memiliki harga diri.
Lalu semakin seru lagi, ketika takdir menggilas tubuh kami oleh tumpukkan sampah yang nantinya menjadi tempat bernaung kami untuk menyembunyikan tangis.
Kalian tetap tidak peduli, pada kami yang miskin!
Kenapa tuan?
Kenapa?!
KAMU SEDANG MEMBACA
cerita sang pelacur takdir
RandomSaya tak sempat waktu menceritakan keluhan saya didepan hadapan tuan. Terlalu sibuk, untuk melacurkan diri dan jiwa pada takdir yang semena-mena. Tuan punya banyak waktu luang bukan? Marilah,.. sempatkan untuk membaca tulisan hancur ini:)