Surat 1

83 22 20
                                    

Untuk kamu, yang masih merajut asa kala rasa menghampa

Saya adalah sepenggal kata tanpa makna. Seperti sebait puisi tanpa maksud. Hanya tercipta untuk penebus waktu. Agar terkenang pada masa. Pada keadaan yang menggantung. Terkatung katung mengejar dunia.

Teringat, kamu berkata, "Aku mengejar cinta, aku mengejar lelaki yang menghamba kasih, bertekuk lutut pada keindahan, memuja kecantikan wanita." Tidakkah kamu sadari, kamu mematahkan hati seseorang?

Saya bukan pujangga. Saya bukan penyair. Saya bukan pula pematut kata. Hanya sosok perindu pada ratu prosa. Menuliskan asa pada sepucuk surat. Mengabarkan cinta pada nyanyian semesta. Mencumbu kerinduan pada sabda alam.

Sedang, kamu memilih menghamba pada berahi nafsu angkara. Pada lidah setan yang menarikan syahwat. Pada hentakan neraka yang menulikan. Kamu lepas, jatuh nahas pada peluk lelaki berhasrat langit.

Saya diam. Entah terpaku atau memaku. Melihat iblis memasak, membingkai kamu pada lukisan neraka. Sungguh, saya akan bilang betapa menyedihkan terlukisnya kamu padanya. Naif, lugu, tertawan siksa kamu tergambar.

Sayang, bukankah kutawarkan manis abadi pada rinduku? Tidakkah kutawarkan pahit bersama untuk saling memeluk? Adakah kutawarkan bersyahwat dengan cinta?

Tapi, inginmu adalah milikmu. Tak ada hak atas dirimu untukku. Dan kamu telah putuskan. Hanya doa yang bisa kuberi.

Yang merindu,

Lelaki tak bernyawa atas cinta

Untuk KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang