● 8

2.1K 427 24
                                    

Celine menghela nafas panjang. Dari tadi dia sibuk membalut luka di lengan Erica dalam diam. Tidak ada dari mereka yang mengeluarkan kata barang sepatah.

Suzy sudah berhenti menangis. Sekarang dia kembali menatap kosong ke luar jendela kamarnya. Tapi justru Haechan yang sesenggukan duduk bersila di lantai depan ibunya.

Anak itu.. Celine jadi kasihan.

Btw, Erica menolak diajak ke rumah sakit. Celine tahu betul apa alasannya: tidak mempunyai cukup uang. Dan Erica tipikal orang yang tidak mau merepotkan orang lain—bukan, dia hanya tidak mau di masa depan merasa berhutang karena telah menerima kebaikan orang lain.

Karena sebagus apapun usaha seseorang untuk terlihat tulus, pasti pada akhirnya akan pamrih juga. Dan Erica muak dengan hal-hal semacam itu.

"Selesai," kata Celine, setelah itu memasukkan kembali obat-obatan yang dipakainya kembali ke kotak p3k.

"Makasih," lirih Erica.

Celine tersenyum simpul lalu menoleh Haechan, "Chan," panggilnya.

Haechan menoleh, tangannya bergerak menghapus airmatanya yang masih tetap berjatuhan.

"Makan dulu, yuk?" ajak Celine. Haechan menggeleng lalu kembali memandangi ibunya yang bahkan tidak bergerak sedikitpun.

"Tante Celine pulang aja," kata Erica. "Kami bakal baik-baik aja."

"Mau nginep di rumahku?" tawar Celine. Khawatir. Bagaimanapun juga tadi itu sangat berbahaya. Kalau saja Celine tidak datang tepat waktu, entahlah.

Erica diam. Dia hanya menunduk sambil memegangi perban yang melilit lengannya.

"Kalo boleh tau, tadi.. ngg.. yah, gak jadi." Celine menyelipkan poninya ke belakang telinga. "Nginep di rumahku aja, yuk? Ada satu kamar kosong. Luas, cukup buat tiga orang."

"Nggak, makasih," sahut Erica.

"Tapi—"

"Makasih," potong Erica dengan nada penuh penekanan. "Cukup sampe disini aja, Tante Celine jangan terlibat lagi."

"Huh?"

Erica mengembil tas Celine yabg tergeletak di lantai lalu menyerahkannya pada yang punya, "Udah malem, Tante pulang aja." lalu menarik tangan Celine sampai ke luar rumah.

"Er—"

"Please." Erica menarik gagang pintu depan rumahnya. "Just let us spend our time by ourselves."

"Tapi—"

"Thank you."

Blam. Pintu ditutup agak kasar sampai Celine tersentak.

Untuk beberapa saat Celine masih diam di tempat, berharap Erica akan membukakan pintu lagi. Tapi akhirnya menyerah.

Oke. Mungkin lain kali.

° Black Dog °

"Ya ampun." Dino menggosok wajahnya kasar. Masalahnya, ini udah hampir satu jam Luna duduk di depan teras rumah Mark sambil menangis. Ditanyai tidak menjawab, diajak pulang pun tidak mau.

Susah emang ngadepin cewek.

"Lun, pulang dulu," ajak Dino lagi. "Tenangin diri dulu, terus telfon polisi."

Luna menggeleng, "Aku gak tau nomor platnya, lupa sama ciri-ciri orang yang nyulik Mark jugaa," rengeknya. "Kalo dia dijual gimanaaa.."

Dino jongkok di depan Luna lalu menepuk-nepuk lutut gadis yang masih sibuk menangis itu, "Cup, tenang dulu.." bujuknya. Tapi Luna bandel, masih terus menangis.

[2] Black Dog ; Mark Lee ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang