"Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia tebarkan di dalamnya bermacam-macam binatang, dan perkisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 164)××××××××××🥀🥀🌺🌺🥀🥀×××××××××
"ICA TUNGGU!"teriak seseorang dari arah belakang.
Merasa dirinya dipanggil, Ica menoleh dan mendapati lelaki berusia 22 tahun berambut gelap Dan berkulit putih. Hidung mancung dan senyumnya yang selalu memberikan kesan ramah.
"Iya ka?" Ucap Ica.
"Hem, mau tanya nanti sepulang kuliah, jadi ke toko bukunya?tanya lelaki berperawakan tinggi itu.
"Jadi, ka Farhan juga kesana kan?"tanya Ica kembali
"Buat hari ini kayaknya engga dulu deh, sebab itu, saya samperin kamu buat kasih tau hal ini. Saya ga bisa masuk soalnya ada keperluan"
"Yaudah gapapa ka"
"Kalau gitu saya permisi dulu ca, assalamualaikum"pamit lelaki itu diiringi senyuman.
"Iya ka, wa'alaikumsalam"balas Ica dengan senyuman.
Farhan Muhammad sidiq, mahasiswa kedokteran yang merupakan kakak tingkat Ica di kampus dan teman satu pekerjaannya.
Setelah jam kampus selesai. Ica bergegas menuju toko buku Islam media untuk melakukan salah satu kewajibannya. Ica bekerja sebagai pramuniaga di toko buku Islam media. Tugasnya tidaklah susah ia hanya membersihkan barang-barang jika ada yang berantakan, selain itu juga ia melayani konsumen dengan penuh keramahan atau dengan pelayanan prima agar konsumen betah lama-lama ditoko, membantu konsumen untuk mencari sesuatu, dan jika konsumen sedang mencari barang yang akan dibeli tapi tidak ada di toko maka tugas pramuniaga merekomendasikan barang yang sejenis dan seterusnya. Sudah 1 tahun ia bergelut dalam pekerjaan tersebut. Manajemen waktu untuk kuliah dan bekerja merupakan kunci utama. ia harus pandai dalam Membagi waktu. Banyak yang harus dikorbankan termasuk tenaga dan pikirannya. Sesulit apapun hidup ia harus menjalani dengan ikhlas karena ia percaya bahwa perbuatan sekecil apapun akan ada balasannya.
"Langit, bumi, silih bergantinya malam dan siang atau musim disitu ada bukti-bukti bahwa Allah maha kuasa" Lantas mengapa kita khawatir, kalau Allah berjanji menolong kita, menjamin kehidupan kita. Tak perlu banyak mengeluh karena itu hanya akan membuat diri sendiri capek!
Sebelum magrib Ica sudah sampai di rumah, memasuki kamar, membersihkan diri, menyiapkan keperluan sholat dan melaksanakan sholat magrib. Usai semua kegiatannya, ia bergerak menuju dapur membantu bi Inah memasak untuk makan malam.
Harum masakan sudah tercium dari ruang tamu, tak perlu diragukan lagi bagaimana kemampuan masak bi inah. Dijamin orang yang pertama kali cobain pasti langsung ketagihan. Ica segera menghampiri bi Inah yang sedang sibuk memasak.
"Bi lagi masak apa?biar Ica bantuin"tanya Ica
"Bibi lagi Masak ayam goreng sama sayur asem neng, neng Ica ga usah bantuin, soalnya ini bentar lagi selesai. Neng Ica mendingan tunggu di meja makan"jawab bi Inah sambil sibuk menggoreng ayam.
"Hem, Ica bantuin bawa piringnya aja deh ke meja makan"Ica tak pernah absen membantu bi Inah selagi tak mempunyai kesibukkan dan ada waktu luang.
Semua makanan sudah tersedia, nasi, ayam goreng, sayur asem, tahu, sambal, kerupuk dan ada beberapa buah-buahan untuk cuci mulut. Semua terhidang begitu rapi dan menggugah selera siapapun yang melihatnya.
"Bi Inah ayo ikut makan, ini udah beres semua" teriaknya memanggil bi Inah yang berada di dapur.
"Iya neng, sebentar bibi lagi cuci tangan dulu"sahut bi Inah yang ikutan teriak.
Satu lagi kebiasaan Ica yaitu mengajak bi Inah untuk makan bersama. Memang awalnya bi Inah menolak untuk diajak makan bersama. Akan tetapi, karena paksaan dan bujukan Ica bi Inah tak dapat menolaknya. Bagaimana menolak jika Ica berucap bahwa ia hanya ingin kembali merasakan makan bersama keluarga, tak ingin sendirian lagi, dengan ini Ica sadar bahwa Ica memang tak sendiri, masih ada bi Inah yang sudah Ica anggap sebagai keluarganya sendiri.
"Bismillahirrahmanirrahim"Ica dan bi Inah memulai doa sebelum makan.
"Oh iya neng, tadi Bu Fatimah telpon ke rumah, nanyain neng, katanya tadi telpon neng Ica ga aktif"ucap bi Inah memecah kesibukan mereka makan.
"Iya bi, tadi hp Ica emang lowbat. Nanti Ica telpon balik Tante Fatimahnya"jawab Ica di sela-sela makannya
Selesai makan Ica langsung kembali ke kamar dan bi Inah membereskan sisa-sisa setelah mereka makan. Memasuki kamar, Ica mengambil handphone yang di charger di atas nakas, melepas kabelnya dan mulai mencari kontak tantenya yang ada di Jakarta.
"Assalamualaikum"kata Ica ketika telponnya tersambung.
"wa'alaikumsalam"jawab Tante fatimah
"Kata bi Inah tadi Tante telpon ke rumah ya?, maaf tadi hp Ica lowbat"
"Oh iya, tadi yang angkat teleponnya bi Inah. Tante tanyain kamu, katanya kamu belum pulang. Tante telpon Ica hanya ingin tahu bagaimana kondisi kak Zainab?"
"Bunda masih belum ada perubahan Tante, kondisinya masih sama seperti terakhir kali Tante lihat"
"Ica yang sabar ya nak, maafin Tante belum sempat menengok kamu sayang dan kak Zainab"ucap Tante fatimah dengan nada sedihnya.
"Gapapa Tante, Ica faham ko. Om Indra kan sibuk terus Tante ga mungkin ke sini sendiri. Yang penting Tante sama keluarga baik-baik aja di sana"
"Nanti kalo om Indra kerjanya libur, Tante usahain kesana ya ca. Ica pasti capek, Tante tutup telponnya dulu ya sayang, kamu istirahat jangan sampai sakit, jangan kecapean. Nanti Tante telpon lagi. Assalamualaikum Ica sayang"
"Iya Tante. Tante juga jaga kesehatan. Wa'alaikumsalam Tante Ica yang cantik"sambungan pun terputus, Ica terkekeh mengingat kelakuan tantenya.
Fatimah, adik kandung zainab. Ia sangat menyayangi keponakannya itu, Ica sudah dianggap sebagai anaknya sendiri karena memang ia tak bisa mempunyai anak dengan suaminya. Semenjak kak zainab koma ia yang selalu ada di samping Ica. sampai suaminya harus dipindah tugaskan ke Jakarta. Fatimah sempat tak ingin pergi namun ia juga tak tega meninggalkan suaminya sendiri. tak sampai hati melihat kondisi kakak dan anaknya yang dalam keadaan seperti ini. Bahkan dulu saat mengetahui Ica bekerja ia sempat melarangnya, ia ingin melihat Ica seperti anak remaja pada umumnya yang menikmati masa mudanya. Tapi karena keinginan kuat Ica untuk bekerja atau Ia tak mau menerima pengobatan dari Tante Fatimah untuk bundanya dan tentu saja Fatimah tidak akan membiarkan itu terjadi. Akhirnya ia mengalah, Fatimah hanya mampu membiayai pengobatan kakaknya sampai saat ini. Ia berharap Ica secepatnya menemukan kebahagiaan. Ica anak yang baik ia tidak ingin melihat Ica terus merasakan kesusahan.
××××××××××🥀🥀🌺🌺🥀🥀×××××××××
KAMU SEDANG MEMBACA
Janji-Nya
SpiritualJika kamu menemukan cerita ini semata-mata bukan karena kesengajaan tapi karena Allah menuntun jarimu untuk membaca kisah ini dan mengambil manfaat dari cerita ini Penasaran? Tunggu apa lagi Published : 11 February 2019 End : -