Hari demi hari, minggu demi minggu Dain lewati dengan datang ke rumah Jungkook secara rutin. Ia masih sabar dan telaten menyelesaikan tugasnya untuk memulihkan keadaan mental Jungkook.
Beberapa hari ini Jungkook juga sudah jauh lebih baik, ia sudah mau beraktivitas seperti orang pada umumnya, makan, tidur, mandi, ia sudah bisa melakukan semuanya dengan baik dan tepat waktu, ia juga sedikit banyak bicara, tidak lagi diam bagaikan patung dan itu berhasil membuat Dain senang, karena itu artinya Jungkook akan segera sembuh total. Hanya saja, ia masih tidak pernah tersenyum barang sedikitpun, meskipun belakangan ini mereka sudah lumyan dekat, Dain juga senang setidaknya, semua itu adalah kemajuan yang baik kan?
Pagi ini Dain berencana kembali melihat keadaan Jungkook. Ia juga tidak lupa membawa sekeranjang buah untuk Jungkook.
Dain melangkahkan kakinya pelan menapaki satu persatu balok anak tangga. Sesekali ia tersenyum manis, tatkala beberapa pelayan menyapanya. Keluarga itu sudah sangat dekat dengan Dain, bahkan tidak jarang Tuan dan Nyonya Jeon akan menawarkan Dain agar menginap di sana, tapi sayangnya Dain selalu menolak karena alasan pekerjaan. Ia pikir, mungkin lain kali ia akan menginap. Dengan penuh senyuman Dain membuka pintu kamar Jungkook.
“ Selamat pa— eh? Jungkook? ” Senyuman Dain luntur saat tidak mendapati keberadaan kelinci besar itu di sana, bahkan kamarnya juga sudah rapi.
Apa penyakitnya kambuh? Ia kabur? Dain panik, ia segera meletakkan sekeranjang buah itu di nakas dan berlari keluar untuk mencari keberadaan Jungkook. Ia bertanya pada semua pelayan yang ia temui tapi tidak ada satupun yang melihat Jungkook. Sekecil itukah pria itu sampai tidak ada siapapun yang melihatnya?
“ Jungkook! ” Teriaknya memenuhi isi ruangan. Ia harus hubungi orang tua Jungkook kan?
Dain segera meraih ponselnya buru-buru, tapi gerakannya terhenti saat melihat sosok yang baru saja muncul dari luar.
“ Eoh. Kau sudah datang? ” Dain mematung, menatap Jungkook dari atas ke bawah, ia heran sekaligus— terpesona.
Balutan jeans hitam dan kemeja putih tipis itu nampak mencetak otot perut Jungkook, ia yakin siapapun gadis yang melihatnya pasti menjerit.
“ K.. Kau? ” Dain menganga.
“ Kemarilah. ” Jungkook menggenggam tangan Dain dan mengajaknya ke halaman belakang.
Dain masih terheran-heran sambil terus mengikuti langkah Jungkook. Ia menatap punggung lebar itu dengan pikiran yang— kosong. Di halaman belakang, tepatnya di antara bunga-bunga indah, tampak ada banyak sekali coklat dan bunga tulip putih yang ditata rapi membentuk nama Dain.
Dain dibuat menganga untuk yang kesekian kalinya, ia menatap ukiran namanya dan terdiam. Sebelum ia menatap kaitan tangannya dan Jungkook lalu menatap wajahnya.
“ Apa yang... A.. Apa yang terjadi padamu? ” Gagap Dain.
“ Kau tidak suka? ” Tanya Jungkook sambil tersenyum.
Seseorang tolong tembak Dain sekarang, rasanya ia senang sekali melihat senyuman Jungkook yang sekian lama ia nanti. Bahkan rasanya ia ingin berteriak.
“ K.. Kau tersenyum? Aku suka! Kau benar-benar tersenyum? ” Mata Dain mulai berkaca-kaca, ia terharu sekali bisa melihat wajah tampan itu tidak murung lagi.
“ Kenapa kau malah sedih? ” Tanya Jungkook.
“ Hiks.... Kau sembuh... Kau tersenyum... Hiks... ” Tangis Dain pecah meski bibirnya masih tersenyum.
“ Kenapa kau bisa tersenyum sambil menangis? Dasar aneh. ” Kata Jungkook lalu menuntun kedua pundak Dain agar sang empu menghadapnya.
Dain masih tidak bisa menghentikan isakannya, terlalu menyenangkan, itu adalah pelampiasan kebahagiaannya. Ia menatap mata Jungkook dengan mata basahnya.
“ Bagaimana kalau begini? ”
Cup...
Cup...
Jungkook mengecup kening dan pucuk hidung Dain. Dain menangis semakin keras lalu melompat ke pelukan Jungkook, ia memeluk Jungkook erat hingga rasanya Jungkook seperti tercekik, tapi ia senang.
“ Kau sembuh. ” Gumam Dain sambil memejamkan matanya, mencium aroma harum tubuh Jungkook yang membuat Dain tenang.
Sebelum kesadarannya kembali dan ia segera menjauh dari Jungkook dan merapikan wajahnya yang kelihatan kacau karena air mata. Ia gelagapan.
“ Eum... I.. Itu, m.. Maaf.. ” Kata Dain sambil membungkuk berkali-kali.
“ Lagi... ” Jungkook merentangkan kedua tangannya dan memasang senyum lebarnya.
“ N.. Ne? ” Dain harap ia salah dengar.
Ekspresi Jungkook berubah datar seperti biasanya.
“ Aku menunggu! ” Kesalnya.
“ Kau... Tidak marah? ” Tanya Dain ragu.
“ Sekarang iya. ” Jungkook melipat kedua tangannya di depan dada dan merengut kesal hingga Dain jadi gemas.
“ Pria aneh! ” Dain memukul tangan Jungkook yang terlipat dengan keras.
Jungkook terkekeh pelan lalu tersenyum lagi dan memeluk Dain erat. Kali ini Dain membalas pelukan itu, menyandarkan kepalanya pada dada bidang Jungkook. Tidak masalah, mereka sahabat kan?
“ Kau suka hadiahku atau tidak? ” Tanya Jungkook sambil menempelan pipinya di kepala Dain, ia bisa merasakan kalau wanita itu menangguk pelan.
“ Tapi Jungkook, kau belum sarapan kan? Ayo, kau harus makan. ” Dain mendongak, menatap Jungkook.
“ Aku akan makan kalau kau menyuapiku. ” Katanya sambil menunduk guna menatap netra cantik Dain.
“ Kenapa harus kulakukan? Kau kan sudah tidak sakit. ” Sungut Dain.
Jungkook semakin menarik pinggang Dain agar menempel sempurna dengan tubuhnya.
“ Kalau kau tidak mau menyuapiku. Tidak masalah. Aku akan memakanmu saja, lebih mudah. ” Jungkook menyeringai.
“ Hei! Sejak kapan otakmu jadi mesum?! ” Dain mengepalkan tangannya, berniat memukul kepala Jungkook, tapi ia segera menangkapnya dan mengecupnya lembut.
“ YAAKK!! BERHENTI MEMPERLAKUKANKU SEPERTI INI! ” Geram Dain untuk menutupi rasa gugupnya.
Mereka kembali berpelukan untuk melepas rasa bahagianya. Tapi mereka tidak pernah sadar, bahwa tidak jauh dari mereka, berdiri sosok wanita bersayap putih bersinar dan rambut pirang. Ia tersenyum menatap sepasang anak adam dan hawa yang kini saling memeluk, memberi kehangatan satu sama lain.
“ Aku akan membuatmu kembali, Jungkook- aah. ” Gumamnya lalu menghilang dari sana.
.
.
.Dain menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, akhirnya setelah pekerjaan yang melelahkan hari ini, ia bisa berbaring juga. Dain menghela nafas pelan lalu memejamkan matanya. Tiba-tiba saja ia jadi merindukan Axton, seharian ini mereka tidak bertemu karena pekerjaan Dain yang padat, bocah itu pasti juga merindukan Dain.
Sampai detik berikutnya, tepat saat Dain menoleh ke arah pintu kaca balkon, ia melihat Taehyung. Tidak maksudku bukan Taehyung dengan wujud manusia, itu lain. Pria itu berdiri di luar sana, dengan sayap hitam mengepak gagah juga jangan lupakan rambut silver miliknya yang bersinar terang.
Dain mengerjapkan matanya berkali, tubuhnya menegang, secepat mungkin ia memasang posisi duduk. Alih-alih menghilang, makhluk itu malah menyeringai ke arah Dain.
“ Halusinasi. ” Gumam Dain meyakinkan dirinya sendiri.[....]
Yuhu~~~
Kira-kira itu Tae beneran apa bukan hayo? 😂😂😂😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Incubus [JJK]
Fanfiction[SUDAH DIBUKUKAN] *** E-book tersedia, bisa dibeli kapan saja *** Jungkook tak pernah mengira kalau ia akan dibuang ke bumi dan terasingkan. Juga membuatnya berada dalam situasi yang membuatnya berdiri di atas 2 pilihan, antara hidup atau mati. Memi...