#3

726 10 0
                                    

Sejujurnya aku tidak pernah ada keinginan untuk menjadi tokoh antagonis di dalam kisah hidupmu. Bahkan tidak pernah terlintas sekalipun di benakku, kemauan untuk diingat sebagai orang yang pernah mematahkan hatimu.

Aku masih ingat betul saat kita pertama kali bertemu di perpustakaan. Kita merebutkan buku pelajaran yang sama dan kita diusir dari perpustakaan karena kita membuat keributan. Sejak saat itu kita bersahabat dekat. Kita sering pulang sekolah bersama karena searah. Di sepanjang perjalanan menuju rumah, kita mengisi kekosongan dengan bercakap-cakap.

Percakapan kita sering menyangkut akan bayangan kehidupan kita di masa depan nanti, bagaimana persahabatan kita akan tetap erat setelah lulus sampai saat kita sudah tua dan sudah mempunyai keluarga masing-masing. Membayangkan kalau anak-anak kita nanti juga akan bersahabat dekat seperti kita dulu.

Namun, seiring berjalannya waktu, perubahan kecil di sana sini mulai terlihat. Dan percakapan kita akan bayangan masa depan pun sudah tidak lagi sama. Kamu berubah dan mulai sering memberikan sinyal yang menunjukkan bahwa kamu mempunyai rasa yang lebih dari seorang sahabat. Kamu mengatakan kalau kamu menyukaiku. Aku bilang kalau bukan itu yang aku inginkan darimu. Aku hanya memandangmu sebagai sahabat.

Kamu tampak bisa menerima itu pada awalnya. Setelah bertahun-tahun lulus, kamu masih terus hadir di sampingku. Namun, saat kamu mengetahui bahwa aku mulai menyukai pria lain, kamu berubah. Percakapan yang tadinya panjang kini hanya seperlunya saja dan beberapa kali aku menangkapmu memandangku dengan penuh harap. Dan dari sorot matamu terlihat kalau kamu menyalahkan aku karena tidak bisa membalas perasaanmu.

Di situ, aku tahu kalau aku harus mengakhiri ini semua dan pergi dari kehidupanmu. Karena jika tidak, kamu akan terus bersikeras untuk berada di sampingku. Aku tidak ingin ketika nanti kamu bertemu dengan pasanganku, kamu akan bersikap dingin dan membuat keadaan tidak nyaman. Aku tidak ingin ketika kamu bertemu dengan anak-anakku nanti, kamu akan berharap kalau mereka adalah anak-anakmu. Aku tidak ingin kamu hidup sendirian, tidak ada yang menemani karena kamu masih terus menaruh perasaan kepadaku.

Oleh karena itu, aku pergi. Lebih baik aku mengakhiri semua ini sekarang agar kamu bisa mencari kebahagiaanmu sendiri. Lebih baik aku mengakhiri semua ini sekarang agar kamu bisa mulai menatap masa depan, bukan terus melihat ke masa lalu kita.

Maaf, aku tidak bisa menjadi sumber kebahagiaanmu.

Maaf, aku tidak bisa menjadi masa depanmu.

(Sudah Terbit) The Truth About Someone Who LeftTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang