Hoaaahm... Rasanya aku lelah sekali hari ini. Aku berjalan di lorong setelah memeriksa keadaan anak-anak yang sedang dirawat. Suasana rumah sakit dimalam hari memang selalu terasa menyeramkan dan dingin. Padahal jarak dari ruang rawat ke ruanganku tidak begitu jauh, tapi mengapa rasanya jadi jauh sekali ketika malam seperti ini?
Sesampainya di ruangan, aku menyandarkan punggungku ke kursi sambil sejenak memejamkan mata. Bolehkah aku istirahat sebentar saja?
Baru saja aku memejamkan mata, tiba-tiba suster masuk keruanganku dan memberi tahukan ada pasien yang baru saja masuk. Aku segera berlari ke ruang UGD seolah aku tak merasakan rasa kantuk sedikitpun.
Aku segera memeriksa seorang bayi yang terus menangis. Ku periksa bayi perempuan cantik itu dengan perlahan. Setelah selesai, aku meminta suster untuk menjaga bayi tersebut karena aku akan berbicara dengan ibunya yang sedari tadi terlihat panik.
"Silahkan duduk, pak, bu" aku mempersilahkan kedua orang tua bayi tersebut duduk di hadapanku.
"Apa yang terjadi dengan anak saya, dokter?"
"Anak ibu tidak apa-apa. Bayi biasa mengalami demam ketika tubuhnya sedang bereaksi untuk menghalau virus yang masuk ketubuhnya. Wajar jika ibu panik, karena sepertinya ini adalah anak pertama ibu, bukan?" tebakku melihat kedua orangtua yang duduk di hadapanku yang masih sangat muda.
Ibu itu mengangguk.
"Betul dokter, Jinhwa adalah anak pertama saya, jadi saya masih panik ketika ia demam seperti tadi"
"Tidak apa bu, itu hal yang wajar. Tapi memang anak ibu sedikit mengalami dehidrasi karena terus menangis. Sekarang Jinhwa sudah lebih baik dan sudah bisa pulang. Mungkin lain kali, bapak bisa lebih menenangkan istri bapak agar tidak langsung panik ketika hal semacam ini terjadi" ucapku pada lelaki yang kurasa jauh lebih muda dibandingkan sang istri.
Entah ada yang salah dengan ucapanku, tapi lelaki tersebut terlihat agak ragu.
"Ehm, anu dok.. dia adik ipar saya. Kebetulan suami saya sedang dinas di luar kota" jawab wanita itu.
Astaga, pantas saja kenapa lelaki ini terlihat lebih muda dan gayanya seperti itu. Rupanya ia bukan suaminya.
"Ah maafkan saya, bu, pak. Kalau begitu, jika ada apa-apa lain kali, ibu bisa hubungi saya" ucapku merasa bersalah sembari memberikan kartu namaku.
Aku mengantar mereka ke ruangan Jinhwa kemudian mengantarkan ke luar ruangan. Hal yang biasa aku lakukan jika memang tidak ada pasien lain yang menunggu.
"Sehat-sehat ya, Jinhwa cantik. Jangan buat ibumu khawatir lagi" ucapku sambil mengelus bayi tersebut yang sedang tertidur pulas diatas kereta bayi. Melihat anak kecil memang selalu membuatku bahagia. Mereka tertidur seperti malaikat.
Ketika aku mengantarkan Jinhwa dan keluarganya ke depan, seorang pria yang sedari tadi menunggu di ruang tunggu menghampiri kami. Itukah ayah Jinhwa? Tapi kenapa aku merasa tidak asing.
"Bagaimana keadaan keponakanmu?" Tanya pria itu pada lelaki muda yang merupakan pamannya Jinhwa. Dari pertanyaannya, sepertinya pria itu juga bukan ayahnya Jinhwa. Dimana rasanya aku pernah melihat pria ini?
"Jinhwa sudah lebih baik, hyung. Terimakasih sudah mengantar kami kesini. Lagi-lagi aku merepotkanmu" jawab paman Jinhwa.
"Syukurlah, ah terimakasih dokter sudah membantu keponakan temanku, dokter... donghae" ucapnya sambil melihat nametag di pakaianku.
Kemudian ia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan. Aku mengangguk sembari membalas jabatan tangannya.
Sepertinya raut wajahnya berubah ketika melihat nama ku. Apa ia juga merasa hal yang sama denganku? Apa kami benar-benar pernah bertemu sebelumnya?
Pria itu terdiam sejenak, kemudian ia meminta ibu Jinhwa untuk pergi ke mobil terlebih dulu. Aku sendiri tidak mengerti kenapa ia masih disana bersama denganku. Kupikir ia masih punya urusan lain disini, jadi aku memutuskan untuk pamit kembali ke ruanganku.
"Tunggu, dokter. Apa kau sedang sibuk?" tanyanya sebelum aku pergi.
"Tidak, ada apa ya?"
"Boleh aku bertanya sesuatu?"
Aku mengangguk kemudian mengajaknya duduk di kursi yang ada di depan ruanganku.
"Apakah kau Donghae, adiknya Dongkwan?"
Aku terkejut mendengar pertanyaannya. Bagaimana ia tahu nama mendiang kakakku? Tunggu, mungkinkah dia...
"Kau ingat aku? Aku Jaewook, sahabat kakakmu ketika sekolah dulu"
"Astaga! Jaewook hyung! Benarkah ini kau hyung?" aku memeluknya dengan erat. "Apa kabarmu?"
"Aku baik-baik saja, sangat baik. Ah aku sangat rindu padamu. Bagaimana keadaan ibumu?"
"Dia sehat, hyung. Ibu masih tinggal di Mokpo"
"Syukurlah, aku tak menyangka akan bertemu denganmu disini"
Ketika kami sedang berbincang, seorang suster menghampiriku dan mengatakan bahwa ada pasien yang baru saja masuk. Dengan berat hati aku harus berpamitan dengannya karena harus kembali bekerja.
"Maaf , hyung aku harus kembali bekerja"
"Ya, Gikwang juga pasti sudah menungguku. Ini kartu namaku, lain kali kita bertemu lagi, ok?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Proelium
Fanfiction"karena hanya didepannya kau bisa memperlihatkan dirimu yang sesungguhnya" * Kisah perjuangan tiga orang pria yang selalu terlihat sempurna walaupun sebenarnya terluka. Mereka melakukan itu semua demi berusaha mendapatkan cinta sejati. *Cerita ini...