10 | Donghae

13 1 0
                                    

Wanita di hadapanku terus menangis tak kunjung henti. Bahkan aku harus meminta rekanku membatalkan jadwal praktik Jaekyung malam ini.
Ya, keadaannya yang seperti ini benar-benar tidak memungkinkan untuknya melakukan praktik jaga.

Berkali-kali aku mencoba menenangkannya, menepuk bahunya perlahan untuk menenangkannya, tapi ia terus menangis. Hampir saja aku akan memeluknya agar ia lebih tenang, tapi rasanya begitu canggung.

Rasanya waktuya tidak tepat dan terasa seperti aku memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Tapi sungguh, hatiku terasa sakit melihatnya seperti ini.

“Jaekyung, sebaiknya kau pulang ya? Biar aku antar kerumahmu”

Jaekyung sama sekali tidak menjawab perkataanku. Dia terus menutup wajah dengan kedua tangannya.

“Kita pulang ya?” ajakku dengan lembut.

*

Dengan arahan Jaekyung, akhirnya mobilku sampai didepan sebuah apartmen bergaya klasik. Biaya sewanya pasti cukup mahal, mengingat lokasinya yang cukup strategis.

“Kita sudah sampai”

“Terima kasih, Hae. Maaf sudah merepotkanmu” ucapnya sambil terisak.

Aku menjawabnya dengan senyuman.

“Aku tak merasa direpotkan. Istirahatlah, besok kau harus kembali bekerja kan?”

Jaekyung tersenyum tipis sembari mengangguk pelan. Kemudian ia turun dari mobilku, lalu ia masuk ke apartment nya. Aku terus memandanginya sampai sosoknya menghilang dari pandanganku.

*

Aku melepaskan jam yang melingkar di lenganku. Ku rebahkan tubuhku diatas kasur. Tanpa sadar aku menghembuskan nafas berat.

Drrrt… drrrtt…

Dengan malas aku mengambil ponselku yang kusimpan diatas nakas. Gikwang?

“Oh, ada apa, Kwang?”

“Kau sudah dirumah?” tanyanya dari seberang telpon.

“Baru saja sampai”

“ah, kalau begitu bolehkah aku kerumahmu?”

“Tumben sekali. Boleh saja sih, datanglah”

”aaah kau benar-benar baik sekali! Kalau begitu bisa bukakan pintu?”

“EEH?? Kau sudah disini??!” aku segera membuka pintu rumahku. Kulihat Gikwang tersenyum lebar dengan ponsel yang masih menempek di telinganya.

“Hai, Hyung” ucapnya sambil terkekeh.

Manusia satu ini benar-benar tidak terduga. Belum kusuruh ia masuk, tiba-tiba saja ia sudah berada didalam rumahku. Kapan ia masuk? Ah, benar-benar deh!

*

Dua kaleng bir dengan semangkuk keripik tersedia dihadapan kami. Tanpa basa-basi, Gikwang membuka kaleng bir lalu meneguknya. Kemudian ia mengambil segenggam keripik dengan tangan kurusnya.

“Jadi, ada apa kau kesini?” tanyaku penasaran.

“Ah itu, Jaewook Hyung sepertinya sedang butuh waktu sendiri, jadi aku pergi dari rumahnya”

“Lalu, kenapa tak pulang kerumahmu?”

“Kenapa ya? Aku bosan sendiri dirumah” jawabnya santai sambil kembali meneguk birnya.

Benar-benar jawaban yang tidak terduga.

“Kau benar-benar butuh pendamping sepertinya” candaku.

“AH!” teriaknya sampai membuatku terkejut dan tersedak.

Mianhae, kau tak apa, hyung?” tanyanya panik.

Aku memberi isyarat dengan tanganku bahwa aku tak apa-apa. Gikwang terus meminta maaf karena merasa bersalah.

“Sudahlah tak apa. Sebenarnya apa yang membuatmu teriak seperti itu?”

“Apa kau tau nomor telepon Wendy? Itu gadis yang menyanyi di café mu itu?”

Astaga! Jadi dia membuatku tersedak hanya karena ingin meminta kontak seorang perempuan? Luar biasa! Sekali lagi, Dia benar-benar tidak terduga. Ia menatapku dengan mata penuh harap. Sebegitu inginnya kah dia dengan nomor telepon Wendy?

Aku yakin dia benar-benar butuh seorang pendamping! Kemudian aku memberikan kontak Wendy yang ada di ponselku, dan raut wajahnya begitu girang seperti habis memenangkan sebuah lotre berharga miliyaran.

Tak lama kemudian ia pamit setelah menenggak bir yang masih tersisa dalam kalengnya. Apa? Jadi dia hanya datang kesini untuk itu? Dia benar-benar gila ya?

ProeliumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang