11 | Gikwang

22 2 0
                                    

Sesampainya di apartmen, aku segera membuka ponsel dan mencoba menghubungi nomor yang baru saja kudapat dari Donghae Hyung. Ya, nomor ponsel Wendy!

Sebaiknya apa yang harus kukatakan? Haruskah ku telepon ia? Ah, tidak tidak. Ini sudah terlalu malam, telepon akan menganggu tidurnya. Kalau begitu tunggu besok saja.

Aku menyimpan ponselku di atas nakas yang berada di samping kasurku.

Tak lama, aku menatap ponselku kembali. Sepertinya aku sudah tidak sabar untuk menghubungi Wendy. Ku putuskan untuk mengiriminya sebuah pesan.

Ibu jariku bergerak lincah diatas layar ponsel mencoba merangkai kata-kata yang pas untuk kukirim padanya. Aku memikirkan kata-kata untuknya.

“Halo… Wendy… ini aku… Gi… Kwang” ucapku sambil mengeja yang aku tulis di layar ponsel.

Aku menatap tulisan tersebut. Tidak tidak, ini terlalu jelas dan terkesan terburu-buru. Aku kembali menghapusnya dan menulis kata-kata baru. Setelah dirasa pas, aku menekan tombol kirim.

Jantungku seketika berdegup kencang. Luar biasa! Sudah lama aku tak merasakan perasaan seperti ini.

Aku langsung melepar ponselku keatas kasur dan memeluk guling yang ada diatas kasur. Aku benar-benar tak sabar menunggu jawaban apa yang Wendy berikan padaku.

Ketika ponselku bergetar, aku segera terperanjat dan bangun dari tidurku secepat kilat untuk mengambil ponsel. Ku baca pesan yang baru saja masuk.


Halo, Siapa ya ini?
boleh aku tau darimana kau dapat nomerku?


Hampir saja aku berteriak kegirangan karena membaca pesan yang Wendy kirim padaku. Woah, astaga aku benar-benar seperti anak remaja yang baru saja jatuh cinta. Tubuhku berguling kesana kemari diatas kasur sambil menatap layar ponsel. Bibirku secara otomatis membentuk lengkungan sempurna.

Jemariku kembali berlari-lari diatas layar ponsel mengetikan kata-kata, tapi lagi-lagi aku menghapus pesan itu.

Tenang Lee Gikwang. Jangan terlalu terburu-buru, kau belum mengenal dia seutuhnya. Lebih baik juga aku temui dia di café besok. Rasanya terlalu aneh kalau menghubunginya melalui pesan semalam ini. Biar saja pesan tadi membuatnya penasaran, anggap saja aku pengagum rahasianya.

Mataku tak bisa lepas dari layar ponsel. Aku terus memandang pesan darinya sambil tersenyum. Tanpa sadar aku terlelap dengan ponsel yang masih berada dalam genggamanku.

*

Berkali-kali aku melirik jam yang melingkar dipergelangan lenganku. Ini sudah pukul tujuh, kenapa ia belum muncul juga?

Ah Hyung!” panggilku sambil melambaikan tangan kearah Donghae hyung yang baru saja mengantarkan dua cangkir kopi ke meja pelanggan. Donghae hyung kemudian menghampiri ke mejaku.

“Ada apa? Mau tambah lagi kopinya?” tanyanya.

Aku menggeleng.

“bukan itu, hyung. Ituu..”

Sebelum aku meneruskan kata-kataku, seseorang yang baru saja naik keatas panggung mengalihkan pandanganku. Akhirnya dia datang!

Mataku terus terarah padanya. Tanpa ku sadari, bibirku melengkungkan senyuman. Jemarinya yang lentik menari Bersama senar gitar membuat sebuah alunan musik yang indah.

Suaranya yang merdu menambah paduan yang indah dalam lagu yang ia bawakan. Always Be My Baby milik Mariah Carrie itu ia mainkan dengan sempurna dan lembut. Seluruh pengunjung menikmati suaranya sembari menyantap kue ataupun kopi yang mereka pesan. Hanya aku yang tak sanggup melepaskan pandanganku darinya.

Suara tepuk tangan dari para pengunjung membuyarkan lamunanku. Aku terperanjat ketika mendapati Donghae hyung  sudah duduk dihadapanku.

Yaaak! Hyung! Kau membuatku kaget saja!”

Donghae hyung hanya terekeh sembari menggelengkan kepalanya. Aku menyeruput Americano milikku untuk menghilangkan rasa gugup. Tunggu, apa ini?

Hyung, bukankah aku memesan hot Americano tadi? Kenapa tidak panas sama sekali?”

“Jelas saja, aku membawakanmu hot americano, tapi matamu itu tidak bisa terlepas dari Wendy sampai-sampai kau mengabaikan kopimu hingga jadi dingin begitu”

Aku terkekeh semari menggaruk kepalaku yang tidak gatal itu. Benar-benar memalukan. Sebegitu terpananya aku dengan gadis cantik ini.

*

Aku masih diam di tempat dudukku. Sudah pukul 12 malam, Donghae hyung mulai membereskan café dan bersiap untuk menutup café nya. Sebagian besar pengunjung sudah meninggalkan tempat. Kulihat Wendy dan pemain music lainnya sedang merapikan alat musik mereka dan bersiap untuk pulang.

“Kau belum pulang?” tanya Donghae hyung padaku.

Ah, aku akan pulang sekarang, hyung” jawabku sembari melirik kearah Wendy. Donghae hyung tersenyum seakan mengerti maksudku. Kemudian ia kembali ke pantry sambal menepuk bahuku. Sekilas aku mendengar ia berbisik, “Good Luck!”.

Aku keluar dari café dan mendapati Wendy sudah berjalan beberapa langkah dihadapanku. Kulihat ia cukup kerepotan dengan gitar dan tas yang dibawanya. Dengan memberanikan diri, aku menghampirinya dengan menawarkan bantuan.

“Mau kubantu bawakan gitarnya?”
Gadis itu tidak langsung menjawab, ia malah membalas pertanyaanku dengan tatapan terkejut sekaligus bingung. Benar-benar menggemaskan ketika dahinya berkerut dan matanya membulat seperti mata tupai.

“Haha, tenanglah aku bukan orang jahat. Aku salah satu pelanggan Haru Café

Aaah, maafkan aku” balasnya segera sambal membungkukkan badannya.

“Ah tidak apa. Itu wajar kalau kau terkejut. Sini biar kubawakan” aku segera mengambil tas berisi gitar itu dari genggamannya tanpa menghiraukannya yang menolak tawaranku.

Sepanjang jalan kami hanya terdiam, hanya suara kendaraan yang berlalu lalang serta langkah kaki kami yang dapat didengar. Aku berusaha memecah keheningan diantara kami, tapi lidahku terasa kelu, taka da satu katapun yang bisa keluar dari bibirku.

Ada apa ini? Kenapa tiba-tiba aku begitu gugup dihadapan wanita yang kusukai ini?

Aah..” tiba-tiba saja kami mengeluarkan suara secara bersamaan. Aku mempersilahkan Wendy untuk berbicara terlebih dulu.

“Sampai sini saja ya, terima kasih banyak sudah membantuku membawakan gitar”

“Eh kenapa? Aku membosankan yak arena tidak mengajakmu berbicara sepanjang jalan?” ucapku kecewa sembari menunduk. Kulihat wajahnya sedikit terkejut tapi kemudian ia menutup bibirnya berusaha menyembunyikan tawanya.

“Hihi, bukan begitu. Tapi kita sudah sampai ditempat tinggalku” ucapnya sambal berusaha menahan tawanya.

Aku hanya menggaruk kepalaku sambal terkekeh berusaha menyembunyikan rasa malu. Benar-benar memalukan!

Akhirnya kami saling berpamitan. Aku menunggunya masuk kedalam rumah, setelah ia tak terlihat lagi aku kembali melanjutkan perjalananku kerumah. Benar-benar hari yang luar biasa! Aku merasa Bahagia sekaligus malu disaat yang bersamaan.

Tapi kemudian bibirku tersenyum lebar dan pipiku terasa begitu hangat ketika tawa manis Wendy terlintas dikepalaku. Manis sekali.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ProeliumTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang