"Mars, where are you?"
Suara si bos dari seberang sana. Tumben kalem. Padahal serangan panik sudah melanda.
"Eum... still on the way, boss. Five more minutes ...." bohongku.
Boro-boro lima menit, ini saja enggak tahu harus jalan kaki berapa jauh lagi. Aku dengan begonya ngekor aja di belakang si mas. Tapi aku tetap berkeras enggak mau ikutan dorong. Enak aja! Sudah bikin telat, panas-panasan, masak harus lecet-lecetan juga pake heel gini dorong-dorong motor? Bukan cuma kaki yang bakal lecet, harga diriku pasti juga bakal terciderai. No, thanks!
"Duh Mas, berapa jauh lagi sih apartemen Akasia?"
"Enggak begitu jauh, sih Mbak. Paling setengah kiloan lagi."
Setengah kilo? Apa mungkin aku harus jalan kaki? Tapi sepertinya, nyampe belum tentu, gempor sudah pasti!
Aku melap peluh yang mulai mengalir dari pelipis.
Sudah jam sembilan lebih tiga menit. Aku pasrah. Kalau terpaksa di hari kedua bekerja ini bakal kena omel si bos dari pagi sampai sore pun, aku ikhlas. Semua salahku karena lupa pasang alarm dan berakhir dengan bangun kesiangan pagi ini.
Jalanan menuju apartemen si bos ini kelihatan sepi. Tidak banyak kendaraan yang berlalu lalang di sekitar sini. Mungkin karena si mas driver ojol memang sengaja ngajak lewat jalan pintas yang lebih lengang. Tidak ada taksi yang lewat, atau pun ojek pengkolan.
Di tengah keputusasaan, sebuah BMW melintas. Bukan. Bukan BMW yang itu sih. Tapi yang ini, Bajaj Merah Warnanya!
Segera kuhentikan kendaraan beroda tiga itu dengan cepat.
"Ke apartemen Akasia, bisa Bang?" tanyaku harap-harap cemas.
"Bisa, Neng!" jawab si abang bajaj antusias seraya membukakan pintu penumpang.
"Berapa?" tanyaku mengantisipasi.
Aku belum memutuskan untuk naik. Terus terang, aku jarang sekali pakai angkutan yang satu ini. Bukan hanya karena harus teriak-teriak ketika berbicara di dalamnya, tapi sang supir bajaj itu, seringkali mematok harga enggak pake mikir.
"Biasa, Neng. Lima puluh ribu saja." Bang bajaj memamerkan senyum genit dan kedipan mata.
What?! Setengah kilo meter dan aku harus membayar ongkos yang bahkan lebih mahal dari ongkos naik taksi? Jangan lupa, ditambah pula dengan supir bajajnya yang keganjenan begitu.
"Mahal banget sih, Bang. Dua lima ya. Kan udah tinggal deket, tuh," tawarku ketus.
"Wah, belum bisa, Neng. Jauh juga tuh apartemennya. Tapi kalo si neng mau jalan kaki aja sih, ya silakan aja...." Si abang bajaj seperti pura-pura akan menutup pintu dan bersiap untuk pergi.
Aduuh gimana, nih? Kalau aku membiarkan bmw ini pergi, maka kemungkinan aku akan terlambat semakin besar. Bahkan kemungkinan tidak akan pernah sampe di apartemen si bos.
Aku benar-benar tidak punya pilihan lain.
Namun, baru saja akan melangkahkan kaki berbalutkan sepatu berhak lima senti yang sudah tidak semengkilap tadi itu, seseorang menepuk pundakku.
"Mbak, yuk naik! Ksatria baja hitam siap mengantarkan sampai ke tujuan!"Si abang ojol yang tadi nyaris terlupakan, kini tersenyum semringah.
Aku baru sadar, tak jauh dari tempatku bernegosiasi dengan supir bajaj, ternyata ada warung kecil yang menjual bensin eceran.
Bodoh! Tahu gitu ngapain aku capek-capek ngadu urat segala sama si supir bajaj kecentilan ini?!
"Okey, Mas." seruku langsung melompat ke jok penumpang si mas driver ojol seraya melambaikan tangan pada supir bajaj, dan berucap, "Maaf, saya enggak jadi naik bajajnya ya, Bang.'
Diiringi pelototan tajam si abang bajaj, driver ojol pun melesat dengan kecepatan maksimal.
*****
Pukul sembilan lebih lima belas menit aku tiba di lobi apartemen Akasia.
Menarik napas panjang lalu membereskan rambut dan baju yang berantakan seperti baru keluar dari medan perang, aku pun menelepon si bos. Meminta maaf karena terlambat dan mengabarkan bahwa aku sudah menunggu di lobi apartemen, siap berangkat ke tempat meeting.
"Mars, just come over here. Lantai 8. Room 801. Kita tidak jadi meeting hari ini, by the way ...."
Suara bos terdengar datar dan dingin. Membuat dadaku berdebur semakin kencang.
Hah? Meeting batal? Apa ini semua gara-gara aku terlambat datang?
Kakiku mulai gemetaran.
Baru hari ke dua bekerja, aku sudah menggagalkan meeting dengan klien besar. Sama sekali bukan track record yang bagus, bukan?
Dan sekarang aku harus menghadap bos, mempertanggungjawabkan semua kesalahanku ini.
******
ciaattt...
gercep nih nyonya sehari up dua chapter yihaaa.... hehehe...
Jagoan gak tuh? >.<
Mudah-mudahan aja malah bisa nambah satu chapter lagi malam ini. Biar hutangnya berkurang dan enggak kebanyakan :(
Kebanyakan hutang itu berat, Milea. Lebih berat dari rindu, you know?
Okey, makasih sudah jadi pembaca setia nyonya yaa!
Muaacchh muaaacchhh lope lope
NM
KAMU SEDANG MEMBACA
What's Wrong With You, Boss? (COMPLETED)
Chick-Lit"Mulai besok, kamu pakai baju yang worthed untuk gaji mahal yang akan saya keluarkan untuk bayar kamu. Minimal, pakai lah rok mini. Jangan daster begini!" ~Si Boss~ "Aku ke sini untuk kerja. Bukan untuk show off atau sedang pagelaran busana, bukan...