Rahajeng Mahayu Delia

610 88 9
                                    

Dari dulu gue selalu gak peduli banget sama pepatah yang bilang "Kesabaran selalu membuahkan hasil,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari dulu gue selalu gak peduli banget sama pepatah yang bilang "Kesabaran selalu membuahkan hasil,". Buat gue, kalo mau berhasil ya usaha maksimal dan pinter-pinter ambil celah. Bisa dibilang ambisi gue ini besar banget buat dapetin suatu hal, dan gue selalu sadar akan hal itu. Gue gak suka kalah, meski dalam hal kecil. Gue mau selalu menang, bahkan gak jarang orang-orang terdekat gue ngatain gue egois. Tapi sekali lagi, gue persetan sama omongan orang, karena ini hidup gue.

Tapi kayaknya dunia gue terbalik semenjak gue tau perempuan yang udah gue liatin dari jarak jauh selama tiga menit ini. Rahajeng Mahayu Delia, anak kedokteran 2016. Perempuan berambut sebahu ini benar-benar membuat dunia gue berubah, ya, walaupun gak 100 persen, tapi ada lah yang bikin gue berubah.

Dia masih tertunduk menyalin isi dari buku yang ada di depannya, tapi mata gue bener-bener gak bisa lepas dari situ, padahal wajah dia juga ketutupan rambutnya. Duh, cemen banget sih! Sejak kapan seorang Catra cuma duduk diam sembari memandang perempuan yang dia sukai kayak sekarang? Dasar bodoh!

 Duh, cemen banget sih! Sejak kapan seorang Catra cuma duduk diam sembari memandang perempuan yang dia sukai kayak sekarang? Dasar bodoh!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kebakar lama-lama tuh cewek lo liatin terus!" celetuk seseorang dengan suara cemprengnya. Ini Bagaskara, biasa gue panggil Bagas. Sohib gue sejak jaman ospek. Sohib tersayang dan terbrengsek yang gue punya dikampus ini.

"Apa sih, gak lucu," gue mendengus kesal dan mengalihkan pandangan gue. Sialan, harusnya gue bisa ngeliatin Ajeng lebih lama lagi kalo Bagas gak ada disini!

"Lagian, kenapa gak disamperin aja sih? Siapa tau dia udah berubah pikiran?"

"Belom berani gue,"

"Seorang Catra gak berani buat deketin cewek? Hahahaha," Bagas tertawa dengan lantang. Kalo gini aja, suara cempreng dia hilang. Rese emang! "Tra, lo tuh baru di tolak sekali, tapi semangat lo kayak udah di tolak jutaan kali tau gak sih?"

"Ya abis gimana dong? Gue dikatain gila sama dia?"

Bagas kembali tertawa hingga memegangi perutnya. Mungkin organ tubuhnya mulai lepas. "Tapi ada benernya juga sih, gimana gak dikatain gila, lo tiba-tiba nyegat dia keluar kelas terus tanya dia mau gak jadi cewek lo? Sinting kali,"

"Tapi gue udah tau dia, Gas,"

"Nah dia kan gak kenal lo? Suka aneh deh. Gue kalo jadi dia mana mau? Yang ada lo gue tampar kali," gue terdiam. Sebenarnya kejadian ini udah berlangsung dua bulan lalu, tapi dampaknya kerasa sampai sekarang. Gue gak berani mendekati perempuan itu lagi.

Pertama kali gue lihat perempuan itu waktu gak sengaja gue lewat laboratorium. Dia jalan sambil ketawa, ketawanya manis banget! Sumpah gak bohong! Ditambah lagi dia pakai jas dokternya itu, ya ampun, kalo diinget lagi rasanya gue bisa naksir dia berulang kali sih.

Gak perlu waktu lama buat gue tau nama dia. Modal tanya sana sini aja gue udah tau beberapa info tentang dia. Namanya Rahajeng Mahayu Delia, dia gak suka makanan pedas karena ada alergi pedas, jarang minum es, kemana-mana selalu bawa tumbler merah muda, setiap selesai lab dia pasti pakai kacamata, dan satu lagi yang unik, dia gak punya sosial media apapun kecuali aplikasi chatting! Unik banget gak sih? Disaat cewek-cewek berlomba punya segala jenis sosmed, tutorial ini-itu, dia justru lebih memilih main sama temen-temennya. Ini juga nih yang membuat gue semakin gemas sama dia!

Hari berganti minggu, gue mencoba memberanikan diri buat kenalan secara langsung dengannya saat dia sedang sendiri di perpustakaan, tempat yang dari awal gue masuk kuliah juga gak pernah kepikiran buat dateng kesini. Ini nih yang gue bilang dia merubah diri gue. Gue jadi lebih cemen dan sering ke perpus cuma buat lihat dia.

Ajeng sedang berdiri ketika gue berjalan menyusuri lorong tempat berbagai buku berjejer, matanya menatap ke arah rak tertinggi disana, "Ada yang bisa gue bantu?" ucap gue membuatnya sedikit terkejut.

"Oh, nggak, makasih," dia kemudian pergi begitu saja. Tak lama berselang ia kembali sembari mendorong sebuah tangga yang sengaja disediakan untuk mereka yang tidak mampu meraih buku bagian atas. Mandiri banget gak sih?

"Kok lo gak minta bantuan gue aja?" tanya gue saat ia sudah turun dan membawa buku yang mungkin lebih tebal daripada daftar riwayat dosa-dosa gue.

"Gak usah, makasih, saya bisa sendiri," dia mengangguk sekilas dan meninggalkan gue untuk kedua kalinya. Baru kali ini sih Catra di campakin, biasanya gak pernah ada kejadian kayak gini dari gue SMP, bahkan SD.

Kaki gue bergerak begitu saja, melangkah menghampiri Ajeng dan ikut duduk disampingnya. Kayaknya hati kecil gue bener-bener gak ikhlas gue diginiin sama cewek. "Nama gue Catra," ucap gue begitu saja membuat ia menengok ke arah gue dengan raut wajah penuh tanda tanya.

"Ya?"

"Nama lo siapa?"

"Kenapa tanya nama saya?"

"Ya emang gak boleh?"

"Emang penting nama saya?" Ya pentinglah! Gimana sih? Biarpun gue udah tau nama lengkap lo tapi kan belum resmi kalo belum tau dari bibir lo! Gemes deh!

"Penting dong! Kan gue ngajak kenalan,"

Dia masih ngelihat ke wajah gue, tepat di kedua mata gue. Sialan, deg-degan juga rasanya diliatin gitu. "Dasar aneh," ucapnya pelan kemudian kembali mengalihkan pandangannya ke arah bukunya yang tebal itu.

Rasanya kayak ditonjok tepat di ulu hati tau gak sih? Dikatain aneh sama gebetan yang bahkan gue belom kenal sebulan. "Gue gak aneh kali, kan gue cuma mau tanya nama lo," dia masih gak menghiraukan gue dan lebih memilih buku tebal itu. Sedangkan gue? Gue lebih suka buat lihat dia baca buku dalam diam walaupun biasanya gue gak bisa diam.

"Ngapain kamu liatin saya terus?" dia bahkan bertanya tanpa menatap gue.

"Kok lo tau gue liatin?"

"Kerasa," Wah! Hebat juga nih cewek!

"Emang iya ya?" dia menghela napas berat dan menoleh ke arah gue.

"Mau kamu apa sih?" dia mulai tidak sabar.

"Kenalan doang kok, gak susah kan?"

"Kalo kita kenalan kamu bakal pergi sekarang?"

Gue mengusap dagu gue, mempertimbangkan keputusan yang tepat. "Tergantung. Tergantung seberapa lengkap perkenalan lo,"

"Kalo aku sebutin nama, fakultas, sama angkatan, udah cukup kan? Kamu mau pergi kan?" gue mengangguk dan tersenyum. Sebenernya semua info yang bakal dia kasih gue udah tau semua, tapi gak pa-pa deh, soalnya ekspresi dia pas ngomong lucu banget sih! "Nama aku Rahajeng Mahayu Delia, kedokteran 2016,"

"Lo asli Jakarta?"

"Kok tanya lagi? Tadi katanya udah? Kok kamu gak pergi sih?"

"Terakhir, please?"

"Enggak, aku asli Jogja, lahir dan besar di Jogja, baru sekarang pindah Jakarta,"

"Ooh," Gue mengangguk-angguk paham, akhirnya gue dapet info tambahan dia lahir dan besar dimana.

"Udah ya, sekarang kamu pergi, aku ada tes sore nanti, please," aduh, wajah dia kalo gitu lucu banget! Mau gak mau gue jadi ikutan senyum dan berdiri dari kursi gue.

"Oke, Rahajeng, sampai ketemu lagi!" gue berlalu dengan langkah seringan kapas karena bisa berbicara dengan perempuan yang selama dua minggu belakangan ini hanya bisa gue pantau dari jauh.

//
Hmm,,

RahajengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang