Bagas' Plan

225 53 4
                                    

Gue gak pernah menyangka kalau otak Bagas bakal seencer ini untuk urusan comblangin gue sama Rahajeng. Mulut dia komat-kamit menjelaskan semua rencana yang udah dia susun dari jauh-jauh hari. Rasanya terharu deh punya temen berguna kayak Bagas. Soalnya Bagas ini biasanya banyak nyusahinnya daripada bergunanya.

"Jadi gimana? Lo setuju kan?" tanya dia di akhir penjelasannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi gimana? Lo setuju kan?" tanya dia di akhir penjelasannya. Gak perlu ditanya lah, apa aja yang bisa mendekatkan gue sama Ajeng, gue bakal iya!

"Gue gak nyangka sih, otak lo bekerja dengan baik,"

"Brengsek!" gue cuma tertawa mendengar dia mengumpat ke arah gue sembari melempar stick drum yang ia pegang.

"Jadi lo udah telepon Keenan, Keenan itu buat sengaja jadiin Ajeng LO kita?" Bagas mengangguk. "Termasuk ditunjuknya Ajeng buat jadi panitia itu juga kerjaan lo?" Bagas sekali lagi mengangguk.

"Ajeng sebenernya gak masuk dalam panitia, tapi karena gue yang minta ya dia masukin Ajeng. Kalo kita gak tampil di MedFest, acara mereka gak bakal jalan karena gak ada yang dateng. Lo sendiri kan tau gimana boringnya MedFest tiap tahun?" gue mengangguk.

Ya yang diomongin Bagas gak ada salahnya sih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ya yang diomongin Bagas gak ada salahnya sih. Bukan maksud sombong, tapi emang kenyataannya gitu, MedFest tanpa penampilan kita berdua gak ada yang dateng, dan hal ini udah terbukti di MedFest tahun kemarin. Panitia gak ngundang kita dengan alasan tahun kemarin kita udah diundang, dan lihat aja, panggung kosong, cuma diisi beberapa penonton. Sedangkan anak kedokteran? Mereka lebih milih buat stay dimana deh gak tau, mungkin ngerjain tugas yang menggunung itu kali?

"Ajeng bakal dateng bentar lagi, gue tadi udah minta Keenan buat dia kesini, sekalian ngasih special request kita. Lo mau apa?" Bagas menyerahkan selembar kertas yang sudah diisi dengan permintaan dia sendiri. Cukup lama gue memandang kertas tersebut hingga sebuah ide muncul di kepala gue. Dengan segera gue merebut pena yang ada di tangan Bagas dan menuliskan sesuatu di atasnya.

"Nih," ujar gue sembari mengembalikan kertas milik Bagas.

"Apaan nih? waktu?"

"Gue gak butuh aneh-aneh sih, gue cuma butuh ditemenin dia aja sampe acara selesai. Lagian makanan panitia paling nasi kotak doang. Titelnya aja anak kedokteran, tapi makannya masih 4 sehat 5 sempurna di warteg kali," Bagas tertawa.

Pintu ruang seni terbuka lebar, dan Ajeng masuk dengan langkah perlahan, mungkin dia sama sekali tidak familiar dengan ruangan ini. dia menarik kursi yang berada tepat didepan Bagas, sedangkan gue lebih memilih untuk duduk di sudut ruangan, diatas sound system sembari memetik gitar akustik yang ada disana.

Ekspresi wajah dia tenang, termasuk saat berargumen dengan Bagas perihal permintaan khusus dari kami berdua. Dia bukanlah perempuan yang bisa dipatahkan begitu saja, dia adalah perempuan yang benar-benar ingin tahu secara detail, mungkin dia memiliki prinsip 'semua terjadi dengan suatu alasan,' makanya dia bener-bener gak terima waktu Bagas bilang MedFest bakal sepi tanpa kita.

"Gimana? Jadi lo udah tau kan siapa kita?" ucap gue sembari menatap kedua matanya. Dia benar-benar memangkas jarak antara kita berdua. Matanya menatap tajam, napasnya teratur, dan wanginya. Gue bisa mencium wangi parfum mawar yang bercampur dengan aroma khas tubuhnya, yang menjadikan wangi parfum mawar menjadi berbeda, dan gue suka dengan hal itu.

Gue langsung menarik diri dan kembali ke tempat duduk gue dan setelahnya ia menyetujui perjanjian kita. Gue bener-bener gak bisa menahan senyum bahkan saat Ajeng sudah keluar dari ruangan.

"Wah, gila juga tuh cewek," komentar Bagas sembari menyandarkan punggungnya di sofa yang ia duduki. "Bener-bener gak gampang percaya, beda banget sama kebanyakan cewek yang biasanya langsung iya-iya aja kalo dibilangin," gue tertawa dan berjalan menuju Bagas, setelah sebelumnya meletakkan gitar yang sedari tadi gue peluk.

"Gue bilang apa? Dia bukan tipe cewek yang bisa gitu aja dikalahin,"

"Terus lo masih naksir aja sama manusia kayak gitu?" gue mengangguk. "Udah gila kali lo," gue hanya mengangkat kedua bahu sembari tertawa.

It'll be fun, right?

**

"Gas lo minta nomernya bener gak sih?" gue protes tanpa henti sejak lima menit yang lalu karena Ajeng tak kunjung mengangkat telepon gue. "sosmed dia apa kek punya gak lo?"

"Enggak, Keenan gak punya, lo jangan protes ke gue dong,"

"Ya gimana gue gak protes ke lo? Orang lo yang minta nomernya," gue mulai gak sabar. Apa jangan-jangan Ajeng sengaja ya gak ngangkat telepon gue? "Lo gak kekurangan nomer apa salah nomer kan?"

"NIH, LIAT SENDIRI, NIH!" Bagas memperlihatkan percakapan antara dia dengan Keenan langsung dari ponselnya. "Udah kan? Gak percayaan amat sih!"

"Ya abis Ajeng gak mau ngangkat telepon gue?"

"Tau kali kalo yang telepon lo? Makanya males!"

"Sialan," gue mendengus kesal dan memilih untuk menjatuhkan diri di ranjang hingga tanpa sadar kantuk menyergap dan terlelap tidur masih dengan ponsel ditangan.

Pukul 3 pagi, lagi-lagi gue terbangun di jam-jam gak tepat seperti sekarang. Gue langsung mencari ponsel ditumpukan selimut dan bantal yang udah gak karuan. Pasti Bagas yang sengaja lempar karena kesel gue ketiduran.

Terdapat sebuah pesan yang sangat menarik perhatian gue. Dari Ajeng!

From: Ajeng
Maaf, siapa, dan ada apa?

Tanpa sadar gue tersenyum lebar tepat di tiga perempat malam. Apa harus gue balas sekarang ya? Tapi dia tidur gak sih? Apa besok pagi aja? Duh, bingung. Baru kali ini kayaknya Catra bingung masalah balas pesan. Biasanya bodo amat.

Tangan gue bergerak mengetik pesan balasan untuk Ajeng. Untung gue udah isi pulsa, biasanya hp gue gak pernah ada pulsanya karena cuma buat sosmed, tapi khusus untuk Ajeng, gue rela isi pulsa.

To: Ajeng
Ini gue, Catra.

Rasanya agak deg-degan juga balas pesan Ajeng. Sialan. Gue sendiri gak nyangka efek dia sebesar ini buat gue. Tak lama berselang ponsel gue berdering lagi tanda SMS masuk.

From: Ajeng
Oh, kamu, ada apa?

Lagi dan lagi gue tersenyum. Rasanya kayak anak SMP pacaran deh, masih pake SMS gini. Lucu juga tapi.

To: Ajeng
Besok temenin gue ganti senar gitar dong

From: Ajeng
Loh? Kok aku ikutan?

To: Ajeng
Kan lo LO gue, gimana sih?

From: Ajeng
Kan tugas LO cuma pas hari H, kamu sendiri yang bilang kalo aku cuma nemenin pas sebelum stage, di stage, sama pas turun stage.

To: Ajeng
Iya ini termasuk persiapan sebelum on stage

From: Ajeng
Aneh deh, kok gitu sih?

To: Ajeng
Ayo kek. Gue gak biasa kemana2 sendiri

From: Ajeng
Yaudah iya, tapi sore ya? Jam 4, Aku ada kelas dulu

To: Ajeng
Siap! Nanti gue tunggu di parkiran FK ya

RahajengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang