KEMALA # Part 9

10.2K 566 34
                                    

🌼🌼🌼🌼🌼

KEMALA
Prat 9

Hari demi hari Mala lalui dengan hati yang lebih bersemangat karena mendapat tantangan dari madunya-Karina. Rumah tangganya dengan Pram juga semakin harmonis, bahkan untuk meminta haknya sebagai seorang istripun sekarang tak malu lagi. Contahnya semalam, walaupun Pram selesai lembur tapi masih bisa menuruti permintaannya sampai tiga kali.

"Terimakasih ya, Mas." Mala menerima segelas susu khusus ibu hamil rasa coklat sesuai yang dipilihnya sewaktu berbelanja. Pram memberikan senyum terbaik dan segera bersiap berangkat kantor.

"Pulang nanti minta tolong belikan bubur kacang hijau yang deket rumah sakit tempatku kerja dulu ya, Mas. Sebenarnya aku pengen kesana. Tapi lumayan kalau dari sini. Kalau dari kantor Mas Pram, kan deket." Pintanya pada sang suami.

"Besok ikut ke kantor saja ya, hari ini mungkin pulang malam lagi. Nanti nggak enak kalau dingin." Pram memberi solisi. Mala menganggukkan kepala sebagai jawaban.

Setelah suaminya berangkat, Mala melatih kaki Papa mertuanya dengan memijit dan menggerakran pelan. Tangannya sudah mulai bisa dipakai memegang sendok. Sedangkan kakinya masih sedikit kaku. Menurut dokter, seharusnya sang Papa sudah bisa diajak bicara, tapi kenyataannya belum juga bisa. Entah apa yang terjadi.

"Alhamdulillah, Tuan sudah bisa pegang gelas dan sendok sendiri. Sekarang tinggal kaki yang belum bisa bergerak normal. Saya doakan semoga segera bisa jalan dan berbicara kembali." ucapnya tulus dengan masih telaten menerapi kaki mertuanya itu. Perut yang semakin hari semakin besar yang mengurangi kegesitan geraknya. Bersyukur bayi dalam kandungannya tidak rewel.

"Sekarang Tuan istirahat, nanti kalau ada apa-apa panggil saja pakai ini." Ia meperlihatkan sebuah tombol yang akan menghubungkan ke dalam kamar ataupun dapur jika memerlukan bantuan.

Setelah Mala keluar kamar dan menutup pintunya, Rahardi termenung di atas ranjang dengan memandang langit-langit.
"Maafin Papa ya, Nak. Papa terlalu banyak dosa padamu." Suara batinnya.

"Kok Papa nangis?" Suara Mariana yang baru saja masuk ke kamar dan melihat suaminya menitikkan airmata. Rahardi hanya tersenyum untuk menjawab pertanyaan Mariana.

Kedua tangan sudah bisa bergerak leluasa, sekarang makan bisa sendiri. Kedua kaki juga sudah mulai bisa digerakkan sedikit demi sedikit. Tugas Mala hanya mengawasi mertuanya sampai selesai makan dan menerapi, sedangkan ada seorang pekerja yang di khusus merawat Rahardi, terutama angkat junjung ke kursi roda ketika kekamar mandi.

"Makannya sudah Tuan? Saya ambilkan obat dulu, setelah minum obat, Tuan bisa istirahat." Ucap Mala pada Rahardi. Ia masih memanggil Papa mertuanya dengan Tuan karena takut akan kemarahan Rahardi jika sudah bisa bicara nanti.

"Alhamdulillah, sekarang Tuan tunggu sebentar. Saya panggilkan Suster dulu supaya bantu naik ke tempat tidur." Ketika Mala ingin beranjak, pergelangan tangan kanannya digenggam oleh mertuanya. Mala menoleh dan mendapati mertuanya itu menitikkan airmata.

"Tuan nangis, Kenapa? apa ada yang sakit atau saya ada salah sama Tuan? Maafkan saya." Panik Mala seketika.

"Ma--maafkan saya, Mala." Ucap Rahardi terbata.
"Tuan bisa bicara? Alhamdulillah." Mala terkejut sekaligus juga bersyukur bahwa mertuanya sudah bisa bicara kembali.
"Mama dan Mas Pram harus segera dikabari jika Tuan sudah bisa bicara. Saya telpon mereka dulu." Mala mencoba berdiri karena posisinya sedang berjongkok dengan lutut sebagai tumpuannya.

"Jangan panggil saya, Tuan. Panggil Papa." Pintanya pada Mala, menantu yang sangat perhatian meskipun perlakuannya selama ini kurang baik padanya.

{{ TAMAT}} KEMALA  (Aku Bukan Perebut Kebahagiaan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang