"Mbak, kita makan dulu." seorang perempuan membangunkan Mala. Perlahan dibukanya mata itu. Sembab, begitulah keadaannya. Sepanjang perjalanan Mala hanya bisa bertunangan airmata sampai kecapekan dan akhirnya terlelap.
"Kita sampai mana, Ning? " pertanyaannya ketika membuka mata dan menguasai kesadarannya.
"Masih setengahnya lagi, Mbak. Tapi kita istirahat dan makan dulu. Sebentar, suamiku baru pesan tempat."
"Apa aku mimpi, Ning? Sudah lebih dari tiga kali wanita itu mendapat pertanyaan yang sama.
"Mbak Mala harus ikhlas, ya. Semua pasti sudah diatur sama pemilik kehidupan." Nining - sepupu Mala itu menenangkan. Suatu saat Mbak masih bisa melihatnya, tidak seperti kami. Hanya udaranya yang bisa kami datangi.
"Maaf Ya, Ning." mereka saling berpelukan untuk menguatkan. Tujuh tahun lalu bayinya harus pergi selamanya karena ketiadaan biaya untuk perawatan yang lebih baik.
"Kok malah bangus semua? Apa saya juga ikutan biar tambah seru yang manis?" suara itu berhasil mencuri pelukan Mala dan Nining.
"Masak Kang Wawan mau ikutan bangus juga. Nggak malu apa?"
"Ayo makan dulu, nanti baru lanjutkan perjalanan."
Pagi ini mentari bersinar cerah. Tetapi hati Mala masih diselimuti mendung. Biasanya dia akan membangunkan dua pria tampan beda generasi. Atau malah Mala yang di bangunkan oleh keduanya jika baru datang bulan.
"Mbak Mala!" lengkungan itu datang dari seberang jalan. Beberapa pengendara sepeda berhenti dan melambaikan tangan.
"Eh, kalian. Mau sekolah?" Mala menyapa mereka dengan senyumannya.senyum yang menyembunyikan kesedihannya.
"Iya, Mbak." jawab mereka serempak. Setelah saling sapa mereka pamit dan Mala melanjutkan jalan-jalan pagi di kampung halaman orangtuanya.
**
Akbar sudah beberapa hari selalu rewel, mungkin bayi ini tahu jika ibunya sudah tidak ada didekatnya. Sang Ayah sibuk mencari cara agar ibu dari anaknya ini pulang kembali. Sekarang ia merasakan bagaimana susahnya menjaga anak kecil, sedangkan sewaktu ada Mala semua dilakukan sendiri."Sus, tolong jaga Akbar. Saya mau keluar sebentar." perintahnya pelan pada pengasuh Akbar.
"Apa Bapak perlu bantuan sesuatu?"
"Tolong bilangan Simbol, saya mau minum teh hangat, taruh saja di meja. Saya ganti baju dulu." Pram meninggalkan ruang keluarga itu dan masuk ke kamarnya.
"Bagaimana?" tak berapa lama Pram menutup ponselnya lalu membantingnya ke ranjang. Sudah dipastikan bahwa kabar kurang baik yang didengar.
Beberapa kali ia menyugar rambutnya asal. Baru 1 minggu hidup tanpa istrinya sudah kacau seperti ini.
"Karin," ia melupakan sesuatu. Kemarin ada laporan jika ada salah satu mantan anak buahnya mengabarkan bahwa istrinya itu menggandeng lelaki lain. Tetapi Pram belum sempat menindak lanjuti laporan itu karena fokus pada pencarian Mala.
"Apartemen," Pram meraih kunci motor yang biasa dipakai Mala dan jaket kulit. Segeralah ia mencari tahu kabar yang dilaporkan itu.
Kacamata hitam, helm fullface, jaket kulit juga masker membuatnya sulit di kenali. Diam-diam ia mengikuti kegiatan istri pertamanya - Karin.
"Kamu kapan balik Jakarta?" Suara Pram setelah sambungan terhubung.
"Aku masih di Paris, Mas. Sebentar lagi aku terbang. Jadi mungkin ponsel aku matikan sampai besok malam. Kenapa? Kangen, ya." suara manja khas Karina.
"Mendengar pertanyaan Karim membuat Otak tersenyum kecut dibalik maskernya. Padahal ia sekarang tepat berada di seberang jalan tempat Karin berkencan dengan selingkuhannya.
"Ya, sudah. Hati-hati." setelah mengucapkan itu pendeknya dimatikan. Ia mengepalkan tangan sampai kukunya memutih.
"Tunggu waktunya Karin!" hatinya menjerit. Tak disangka ia akan mengalami dua kali sakit hati. Sakit hati kehilangan istri keduanya dan juga sakit karena dikhianati.
Bersambung...
=====🌼🌼🌼=====
529 kata.
Done
Akhirnya selesai.
Maaf belum diedit. Jangan lupa vote and comment ya.
Terimakasih
Karanganyar
06.04.2020
KAMU SEDANG MEMBACA
{{ TAMAT}} KEMALA (Aku Bukan Perebut Kebahagiaan)
Short StoryMenikah dengan orang yang tidak dikenal dan itu semata-mata demi melunasi hutang mendiang Ayahnya. Menjadi orang ketiga dalam sebuah ikatan pernikahan. Di satu sisi ia ingin menolak, tetapi disisi lain harus melakukannya karena demi orangtua. Kemal...