Part II - Teman

104 14 0
                                    

Aku akan menjadi bayangan yang selalu ada untukmu, Natasya

-Rama Ferdiansyah-

Aku tak ingin kamu seperti bayangan yang hanya ada saat aku dalam cahaya, Rama.

-Natasya Aprilia-

****

Natasya yang sedari tadi ingin memberitahu Rama agar diturunkan di rumahsakit akhirnya memberanikan diri untuk membuka pembicaraan. Namun, ia tetap berusaha cuek dalam ketakutannya.

"Kak, nanti turunin dirumahsakit aja"

"Siapa yang sakit"

Rama tak menyangka akhirnya Natasya mengawali pembicaraan, meski matanya tetap melihat layar ponsel, Rama tahu Natasya sedang grogi berbicara padanya.

"Bunda"

Cukuplah rasanya satu kata itu menjawab pertanyaan Rama, ditambah mata Natasya yang berkaca kaca dan tak sanggup disembunyikan.

"Gue ikut ya" Tutur Rama

Suasana hening setelah itu hingga mereka samapi desebuah Rumahsakit dengan tulisan cukup besar di depannya "Rumah sakit Permata Hati"

Rama dan Natasya berjalan dari parkiran menuju ruang ICU, cukup jauh memang. Dan ya mereka masih diam seribu bahasa.

"nggak enak kalo diem diem begini, tapi mau bercanda takut ngerusak suasana" 

Rama tak mampu mengucapkan hal itu dari bibirnya, dia hanya bisa memendamnya.

Keheningan inipun berakhir saat suster Juli menyapa Natasya.

"Mbak Nana, tumben kesini sama pacar" celetuk suster Juli

Rama dan Natasya saling pandang, tentu dengan pandangan yang berbeda. Rama mengangkat sebelah alis dengan berkedip sok genit, dan Natasya menatap Rama dengan tatapan jijik dan ingin berkata "amit amit "

"Iya sus, saya pacarnya" jawab Rama terlampau PD

"Ih amit-amit deh, enggak sus, ini kakak kelas rese" Jawab Natasya dengan nada meninggi, menunjukan rasa tidak nyamannya.

"Oh enggak ya, habis kalian cocok sih"  ejek suster juli masih berlanjut

"Ah suster, tau ah" Tutur Natasya yang berlalu pergi sambil memutar bolamatanya.

***

Sampai juga mereka di depan sebuah ruangan bertuliskan ICU, mood Natasya yang sedari tadi hancur kini berubah semakin hancur. Tangisnya pecah didepan pintu, Rama yang menyaksikan hal tersebut tak menunggu lama langsung memeluk Natasya. Natasya tak peduli sekitarnya, ia kini hanya ingin menangis, bukan menangis dipelukan Rama tapi menangis melimpahkan semua kesedihannya.

Rama mengelus pelan punggung Natasya, menenangkannya hingga hampir 5 menit. Seharusnya Rama senang karena ini momen yang langka, tak setiap hari dan belum tentu dapat diulangi.

"Na, jangan nangis, aku ikut sedih kalau kamu nangis" tutur Rama lembut, tak seperti biasanya.

Natasya tak ingin menangis lagi, sudah cukup air matanya menetes selama tiga tahun, ia tidak ingin Rama tahu apa yang tidak seharusnya diketahui.

NatasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang