Part VIII - Mencari

53 7 0
                                    

Mamah

Minggu depan, waktu ulang tahun mamah. Ajak Natasya, mamah mau kenalan.

Raka

Hmm

Bel tanda masuk jam kedua telah berbunyi, Raka bergegas membayar es kopinya dan berlari menuju kelasnya. Raka memang bukan siswa yang cerdas tapi ia tak mau dikenal sebagai siswa yang tak tahu aturan. Raka selalu patuh dengan semua aturan di sekolahnya, ia bahkan tidak pernah bersentuhan dengan BP. Jadi, ia tak akan membiarkan terlambat menrusak imagenya sebagai cowok yang patuh.

Sampai di kelas pak Fahmi langsung menyuruh Raka untuk duduk tanpa bertanya atau menghukumnya, maklum saja Raka baru pertama kali terlambat masuk kelas, tak mungkin pak Fahmi sekejam itu sampai menghukumnya. Raka duduk disebelah Jose dan langsung mengeluarkan bukunya.

"Tumben telat" tanya Jose.

"Emangnya gue nggak boleh telat ya?" tanya Raka balik.

"Kebiasaan, lo selalu balik nanya kalo gue nanya" cetus Jose.

"Nggak semua pertanyaan harus dijawab" ucap Raka.

Merekapun kembali memperhatikan apa yang di sampaikan pak Fahmi mengenai teorema toricelli dan mengulang materi-materi kelas 11. Meskipun ini masih semester satu, pak fahmi selalu menghimbau pada muridnya untuk mempersiapkan ujian nasional dan tes-tes perguruan tinggi agar mereka lebih matang dalam menghadapinya.

Jam istirahatpun akhirnya tiba. Raka tak beranjak dari tempat duduknya, ia hanya bermain game di ponselnya.

"Eh ka, lo lagi deketin adek kelas ya?" tanya Jose.

"Enggak, cuman buat main-main aja" jawab Raka sambil tetap memainkan game.

"Eh parah lo, masak anak orang lo jadiin mainan. Kurang ajar banget lo" seru Jose.

"Bacod banget lo" cetus Raka.

"Tapi, gue denger-denger orangnya nggak suka sama lo ya? kayaknya udah sama anak kelas sebelah, siapa namanya? oh iya Rama" ucap Jose.

Raka tak menjawab ucapan Jose, ia hanya fokus pada game online yang berada ditangannya.

"Gue tantang lo jadian sama dia dalam dua minggu"

"Nggak usah lo tantang gue bakalan jadian sama dia" ucap Raka.

"Let's see" jawab Jose

***

Melsa menemani Natasya beristirahat di rumah, sehari sepeninggal Risma Natasya mulai membaik. Dirinya berfikir bahwa ia harus tetap kuat untuk membanggakan Risma disana. Meski ia tahu Risma tak akan bisa menghadiri wisudanya kelak, ia percaya bahwa Risma akan selalu menemani dalam setiap langkah Natasya menuju kesuksesan.

"Tante, ambilin buku Fisika Nana. Dimeja yang warna hijau. Tolong" Ucap Natasya.

Ia berpikir, bila harinya di habiskan untuk melamun. Tak akan ada pencapaian untuk hari ini, sia-sia saja waktunya. Apalagi ia tahu bahwa setiap detiknya berharga untuk mewujudkan mimpinya.

"Olimpiadenya kapan?" ucap Melsa sambil menyodorkan buku dan tempat pensil Natasya.

"Selasa depan" jawab Natasya.

Melsa mengangguk dan duduk disaamping Natasya yang memahami materi Fisika, seharusnya ia sudah masuk masa intensif bimbingan olimpiade sejak kemaren. Tapi apa boleh dikata? Keaadaan tak merestuinya.

"Tante, nanti Nana mau berangkat bibingan ya. Nana udah sehat kok" pinta Natasya.

Melsa mengangguk sambil tersenyum, ia tahu bahwa Natasya pasti ingin yang terbaik dalam olimpiade ini, ia sudah bekerja keras selama hampir 3 bulan dan minggu depan adaalh penentunya. Melsa meninggalkan kamar Natasya untuk beberes rumah, sebenarnya da sesuatu yang Melsa sembunyikan. Ia dan Rangga sedang berusaha mencari keberadaan Nanda. Meskipun Melsa tahu bahwa Natasya tak ingin mengenal Nanda lagi, tapi Melsa sangat berharap kebencian Natasya bisa hilang untuk sang Ayah.

NatasyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang