Thalita duduk dimeja ruangannya. Dia baru saja keluar dari ruang kelas usai memulangkan anak-anak didiknya. Dia menselonjorkan kedua kakinya yang terasa pegal karena hari ini dia memberikan pembelajaran outdoor untuk anak-anak. Thalita mengambil ponselnya. Lalu mengetikkan aplikasi driver online untuk tumpangan dia pulang setelah ini.
Semenjak hubungan perjodohannya dengan Lingga berakhir, pria itu sudah tidak lagi menjemputnya ke sekolah setiap hari. Thalita bahkan sudah melarang keras meskipun Lingga sendiri yang menawarkan.
“Meski perjodohan ini nggak bisa lanjut, kamu boleh kok hubungi aku kalau kamu perlu jemputan, Ta.”
“Emangnya kamu ojek,” seloroh Thalita. “Nggak, Ga. Itu nggak perlu.”
“Setidaknya kita masih bisa berhubungan baik.”
“Ralat! Berteman baik bukan berhubungan baik. Tapi terimakasih, aku masih bisa pulang sendiri tanpa harus kamu jemput, Ga.”Apa yang dikatakan Lingga masih tersimpan dalam ingatan Thalita saat pria itu datang kerumahnya. Lingga ternyata tipe pria yang pantang menyerah. Pria itu bahkan tidak marah saat Thalita memutuskan perjodohan sepihak. Oke, Lingga memang orang baik. Tapi maaf, bagi Thalita kebaikan Lingga tidak berhasil meululuhkan keras hatinya yang sudah tertutup untuk siapapun. Thalita rasanya enggan untuk memulai hubungan baru lagi. Entah sampai kapan dia merasakan zona nyamannya itu. Bahkan Thalita berpikir setelah ini papanya pasti akan menjodohkan dengan anak-anak dari rekannya lagi. Thalita yakin itu.
“Tumben masih disini?” suara Rosa tiba-tiba mengagetkan Thalita yang sedang memejamkan kedua matanya.
“Iya lagi nunggu jemputan.”
“Tumben pak dokter itu belum nongol jam segini.” Rosa melihat jam dipergelangannya. Dia sudah hapal jam berapa Lingga standby digerbang sekolah untuk menjemput Thalita.
“Ojek online. Ngapain aku nungguin dia.” Thalita memijit pelipisnya. Tiba-tiba kepalanya terasa pusing karena setengah harian ini berada di bawah sinar matahari. Padahal dia dan anak-anak didiknya sudah memakai topi. Tapi tetap saja panas matahari begitu menyengat sampai terasa keubun-ubun kepala. “Kita udah game over.”
Rosa tersendak saat meneguk air dari botol minumannya. “Are you really?” matanya kini membelalak.
Thalita mengangguk malas.
“Siapa yang mutusin?”
Thalita menoleh. Menatap rekan kerjanya itu. Dahinya pun berkerut. “Emang kita pacaran? Kita berhubungan hanya sebatas hubungan perjodohan bukan berarti pacaran. Karena aku nggak enak sama papa jadi aku terima saja tawarannya untuk mengenal lebih dekat siapa Lingga. Tapi… karena aku merasa nggak cocok dan terlalu malas yasudah aku akhiri saja hubungan ini. Selesai,” ucap Thalita dengan entengnya. Sedangkan Rosa mendengarkannya sampai membuka mulut tidak percaya.
“Gila ya kamu, Ta.” Rosa menggelengkan kepala. “Itu pak dokter udah ganteng, baik banget mau jemput kamu tiap hari. Eh kamunya malah PHP-in dia.”
“Siapa juga yang PHP-in sih, Rosa.” Thalita beranjak dari duduknya. Mendekati Rosa. Lalu mecubit hidung pesek temannya itu. “Hubungan ini nggak seperti apa yang kamu kira. Nggak seperti orang pacaran pada umumnya. Let it flow, seperti itu kita tanpa ada ikatan apapun. Jadi.. Nggak masalah kalau ini berakhir toh sejak awal hanya mencoba saja. Kalau cocok kita lanjut kalau nggak ya kita udahan. Lagian aku juga kurang berminat perjodohan ini. Niatnya udah nggak sreg ya ngejalaninnya juga jadi nggak sreg.”
Terdengar embusan napas panjang dari Rosa. Lalu dia menatap Thalita yang kini menundukkan pandangan. “Kamu kenapa sih masih menutup hati, Ta?”
Tidak ada jawaban dari Thalita. Dia masih dalam tundukkan kepala.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single, Salahkah? (SUDAH TERBIT)
Literatura KobiecaThalita Naurah Rayyani, perempuan single berusia 26 tahun. Baginya, single adalah pilihan terbaik. Berbagai perjodohan yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya tidak membuat Thalita mudah menyerahkan hati. Masa lalu, penyesalan, dan cinta di anta...