Ruang kamar Thalita sengaja dia buat gelap. Biar orang tuanya mengira kalau dirinya sudah terlelap ketika mereka tiba di rumah nanti. Padahal sebenarnya tidak. Thalita sengaja mematikan semua lampu di kamarnya, bahkan lampu tidur yang biasanya dia nyalakan juga padam. Dia ingin menumpahkan segala kekesalannya. Dia sengaja mendekap wajahnya dengan bantal agar jerit tangisnya tidak ada yang mendengar.
Di rumah tantenya tadi Thalita sengaja pamit pulang meskipun acara hajatan belum selesai. Dengan alasan karena ada berkas pekerjaan yang harus dia setor via online dan bersifat deadline, akhirnya semua orang di rumah tante Rini pun memaklumi. Termasuk papa dan mamanya juga mengizinkan Thalita untuk pulang lebih dulu.
Pertemuannya dengan Fadhil membuat Thalita tidak nyaman. Luka yang perlahan Thalita coba untuk singkirkan akhirnya muncul kembali. Rasa yang ingin Thalita kubur dalam-dalam tiba-tiba terkuak lagi. Itulah kenapa ketika mamanya mengajak untuk datang ke acara hajatan Thalita sedikit ragu. Karena dia tidak ingin bertemu dengan pria bernama Fadhil Fahrenza itu.
Fadhil adalah adik dari Fanya. Anak dari tante Rini dan om Adi. Tentu saja dia adalah sepupu Thalita. Pria itu juga masa lalu Thalita. Thalita pernah berhubungan dengan Fadhil. Ya, mungkin cukup aneh berpacaran dengan sepupu sendiri. Namun kenyataannya itu yang terjadi. Thalita pernah berpacaran dengan Fadhil hampir satu tahun lamanya.
Penyesalan yang dirasakan Thalita bahkan sampai saat ini adalah pernah jatuh cinta kepada Fadhil dan memberikan segalanya untuk pria itu. Setelah lulus dari sarjana Thalita menjadi lebih dekat dengan Fadhil karena urusan pekerjaan. Sebelum Thalita diterima menjadi PNS di sekolah dasar negeri tempatnya dia mengajar sekarang ini, dia pernah mengajar di sekolah dasar swasta di Surabaya dan Fadhil adalah orang yang mencarikan pekerjaan itu untuknya. Sampai akhirnya hubungan kedekatan itu menjadi jalinan asmara diantara mereka. Thalita jatuh cinta kepadanya begitupun Fadhil.
Thalita terus meraung lirih dibalik bantal. Dia tenggelam dalam isakan tangisnya. Mengingat Fadhil hatinya merasa sakit sekali. Kenapa dia harus mencintai pria seperti Fadhil.
"Thalita bodoh... Kamu bodoh, Ta... Seharusnya kamu nggak datang ke acara itu..." jerit Thalita lirih. Tanganya memukul-mukul bantal berulang kali. Meratapi kebodohannya. Kalau saja dia tidak ikut mama dan papanya ke rumah tante Rini pertemuan itu tidak akan terjadi.
Semenjak hubungannya dengan Fadhil berakhir, Thalita membatasi dirinya agar tidak akan bertemu dengan pria itu. Meskipun tidak bisa dipungkiri pertemuan itu pasti akan terjadi, mengingat mereka berdua masih ada ikatan saudara. Ketika lebaran dan acara keluarga misalnya. Sebisa mungkin Thalita berusaha untuk tidak bertatap muka dengan pria itu. Thalita harus punya banyak alibi untuk menolak ketika kedua orang tuanya mengajak untuk berkunjung ke sanak saudara dari garis keturunan mamanya. Bahkan ketika momen lebaran Thalita selalu beralasan untuk menginap dirumah neneknya--ibu dari papanya. Dia tidak mau ikut ketika mama dan papanya berkujung ke rumah tante Rini dan om Adi saat mereka masih tinggal di Mojokerto.
Setelah tangisannya sedikit mereda. Thalita membuka kembali dekapan bantal diwajahnya. Lalu menyandarkan punggungnya diranjang. Pandangannya melirik ponsel di atas nakas. Tangan Thalita segera meraihnya dan mengetikkan pesan disana.
Thalita: (Foto) Aku sedih malam ini.
Pesan itu terkirim setelah dia mengambil foto dirinya dan menuliskan caption tersebut. Tidak lama kemudian Thalita mendapat balasan.
Rosa: Kamu nangis? Kenapa, Ta?
Thalita: Aku ketemu Fadhil. Mama ajakin aku ada acara hajatan dirumahnya. Dan.. aku ketemu dia. Rosa.... Kamu tahu betapa sakitnya aku ketika melihat wajahnya.
Air mata Thalita kembali membanjiri wajahnya saat berkirim pesan dengan Rosa dan menceritakan apa yang terjadi pada dirinya tadi. Dia kembali terisak sampai tidak bisa membalas pesan itu. Membiarkan dirinya tenggelam dalam kesedihan sampai dia tertidur dalam tangisnya.
***
Baru beberapa menit Thalita terbangun dari tidurnya. Dia kini mematut dirinya di depan cermin yang berada di kamar mandi kamarnya. Wajahnya sembab dan terdapat kantung di bawah matanya karena efek tangisnya semalam. Thalita membasuh mukanya kemudian membersihkan tubuhnya. Hari ini hari Jum'at, waktunya olahraga pagi bersama seluruh warga sekolah jadi Thalita ingin berangkat lebih awal dari biasanya.
Setelah semua selesai Thalita kembali mematut dirinya di depan cermin. Mengaplikasikan riasan natural diwajahnya. Tetap saja matanya yang sembab masih tidak bisa tertutupi. Thalita tidak perduli. Lalu dia beranjak dan segera turun ke bawah untuk sarapan.
Thalita melihat mamanya sudah menyiapkan sarapan pagi di meja makan. Disana juga ada papa dan kakak laki-lakinya sama-sama siap dengan balutan pakaian rapi kantoran. Thalita bergabung dengan mereka. Lalu tangannya mengambil dua lembar roti dan mengoleskan selai kacang ke rotinya.
Tidak ada pembicaraan di meja makan. Semua keluarga sedang menikmati sarapan pagi masing-masing. Syarif-papa Thalita-membaca koran paginya sambil menyeruput secangkir kopi. Sedangkan Radit-kakak laki-laki Thalita-sekilas melirik Thalita yang sedang mengunyah rotinya.
Selesai sarapan semuanya beranjak. Papa Syarif sudah pergi lebih dulu karena pagi ini dia ada janji bertemu dengan klien. Thalita juga sama, dia juga ikutan beranjak setelah papanya. Sebelum pergi Thalita menghampiri mamanya untuk pamit dan mencium pipi mama tercintanya itu. Mamanya hanya stay dirumah tanpa harus bekerja.
"Kamu menolak perjodohan dengan Lingga?"
Thalita menoleh. Radit ternyata mengikutinya dari belakang. Thalita menghentikan langkahnya. Menatap kakak laki-lakinya itu.
"Jawab, Ta," ucap Radit. Wajahnya begitu datar dan intonasi ucapannya sedikit tinggi. "Kamu mengakhiri perjodohan itu secara sepihak tanpa memberi tahu papa dan masmu ini?"
Thalita mengembus napas. "Mas, aku nggak bisa terusin perjodohan itu. Aku nggak suka sama Lingga mas. Mau dipaksa bagaimanapun juga aku nggak bisa suka sama dia." Thalita melihat kearah dalam rumahnya. Lalu dia keluar agar mamanya tidak mendengarkan pembicaraan anatara dirinya dan Radit.
"Itu hanya alasanmu saja." Radit menarik sudut bibirnya. Meremehkan adiknya. "Jangan coba-coba kamu memulai kembali hubungan terlarangmu itu." Radit kemudian pergi meninggalkan Thalita. Masuk ke dalam mobilnya dan setelah itu menghilang.
Thalita mengeluarkan napas lirih lewat mulutnya. Menahan rasa sakitnya karena perkataan Radit yang baru saja menyentil hati. Thalita mencoba menahan agar tidak menangis. Kenapa kakaknya selalu bersikap seperti itu? Hubungannya dengan Fadhil dulu memang tidak ada yang tahu, kecuali Radit dan sepupunya yang bernama Fino. Radit adalah orang yang selalu menentang hubungannya dengan Fadhil. Thalita menjalani hubungan secara backstreet dari orang tuanya dan orang tua Fadhil. Rasanya Thalita tidak bisa memberitahukan bahwa dia berpacaran dengan sepupunya sendiri.
Thalita melangkahkan kaki untuk menaiki motornya. Berkendara dengan suasana hati seperti itu memang tidak baik. Pikirannya kembali campur aduk. Konflik batin antara dirinya dan Fadhil belum selesai namun ditambah lagi masalah dengan kakaknya. Semenjak dia berpacaran dengan Fadhil, Radit selalu bersikap dingin kepadanya, bahkan sampai saat ini Thalita belum tahu apa penyebabnya.
***
Menjalin hubungan asmara dengan sepupu sendiri memang kedengarannya aneh, tapi hubungan seperti itu memang ada yang terjadi.
Jadi, disini aku coba mengambil kisah tentang itu. Semoga suka....Thanks for reading.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single, Salahkah? (SUDAH TERBIT)
ChickLitThalita Naurah Rayyani, perempuan single berusia 26 tahun. Baginya, single adalah pilihan terbaik. Berbagai perjodohan yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya tidak membuat Thalita mudah menyerahkan hati. Masa lalu, penyesalan, dan cinta di anta...