Mematut di cermin. Hanya itu yang dilakukan Thalita selama hampir setengah jam. Usai keluar dari kamar mandi dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan. Turun ke bawah dan ikut bercengkerama dengan keluarganya, dia pun enggan. Di bawah juga sedang ada Lingga. Thalita tahu apa yang akan terjadi. Pembicaraan mereka pasti akan mengarah pada perjodohan.
Meski dia sudah menghentikan perjodohannya dengan Lingga secara sepihak. Namun pihak keluarganya menganggap perjodohan itu tetap berlanjut. Terutama Radit, pria itu bersikeras agar perjodohan diantara Thalita dan Lingga tidak batal begitu saja. Bahkan Radit pun merayu papanya agar segera diadakan pertunangan antara Thalita dan Lingga.
Thalita mengembus napas. “Ini nggak boleh sampai ke pertunangan. Nggak boleh!” hardik Thalita sambil menatap tajam ke arah cermin.
Ponsel Thalita bergetar. Thalita beranjak dan berjalan ke arah nakas samping ranjangnya. Pesan WA masuk, segera dia membukanya.
Satriya : Adik, free malam ini?
Satriya, pria itu tidak akan mengirim pesan kecuali menanyakan apakah Thalita mempunyai waktu kosong. Itu sudah menjadi kebiasaan bagi Satriya.
Thalita : Free.
Pesan terkirim dan langsung berubah menjadi centang dua berwarna biru.
Satriya : Bisa kita bertemu?
Thalita : Bisa. Dimana?
Satriya : (Lokasi)
Tanpa pikir panjang Thalita kemudian mengganti pakaian santainya dengan pakaian yang akan dia kenakan malam ini. Dia kembali mematut wajahnya di cermin dan mengaplikasikan riasan natural di wajahnya.
Lima belas menit adalah waktu yang dibutuhkan Thalita. Matanya kemudian menelisik ke meja rias namun apa yang dia cari tidak dia temukan. Thalita berjalan ke nakas dan membuka setiap laci-lacinya namun sama sekali dia tidak menemukan benda yang dicarinya.
“Bego!” Thalita menepuk dahinya sendiri. Menyadari kalau kunci mobilnya masih dibawa Radit. Thalita mengembus napas lalu turun ke bawah.
Setelah kakinya menapaki tangga paling akhir, dia melihat papanya, Radit, dan Lingga sedang bercengkerama di ruang tamu. Thalita terus berjalan. Melangkahkan kakinya menuju dimana ketiga lelaki itu sedang asyik bersenda gurau.
“Mau kemana?” tanya papa Syarif ketika melihat Thalita berdiri. Radit dan Lingga pun bersamaan melihat Thalita.
“Thalita boleh pinjam mobil papa, nggak? Kunci mobil dan motor Thalita disita Mas Radit,” ucap Thalita sembari melirik ke arah Radit. Tentu saja Radit tersentak karena papanya juga menoleh kepadanya dengan tatapan bingung.
“Radit, benar apa yang dikatakan Thalita?”
Radit menatap tajam Thalita. Terlihat rahangnya mengeras. “Radit pingin ngecek saja Pa, apa kendaraan Thalita ini baik-baik saja. Papa kan tahu Thalita ini jarang banget ngerawat motor dan mobilnya. Kalau udah rusak parah baru dia tahu.”
Alasan yang dibuat Radit membuat Thalita mendengus kesal. Namun dia harus tahan. Dia tidak ingin bertengkar ataupun adu mulut dengan kakaknya.
“Kamu mau kemana?” tanya Radit dengan intonasi seperti biasanya. Dingin.
“Aku mau pergi.”
“Kamu akan diantar Lingga.”
Thalita tersentak. “Nggak usah,” celetuknya. Kemudian dia menoleh ke arah papanya. “Papa mau minjamin mobil papa buat Thalita, nggak?”
“Kamu mau pergi kemana? Lingga kan ada di sini,” kata Papa Syarif.
Thalita menarik napasnya berat. “Baik. Thalita naik taksi saja,” tukas Thalita lalu dia pamit dan segera keluar dari rumahnya. Semua itu terasa percuma. Orang rumah tidak akan mengerti apa yang Thalita rasakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Single, Salahkah? (SUDAH TERBIT)
Chick-LitThalita Naurah Rayyani, perempuan single berusia 26 tahun. Baginya, single adalah pilihan terbaik. Berbagai perjodohan yang dilakukan oleh orang-orang terdekatnya tidak membuat Thalita mudah menyerahkan hati. Masa lalu, penyesalan, dan cinta di anta...