Sepanjang acara makan bersama, Fina menghindari tatapan mata Adry. Matanya seakan-akan bisa menembus perasaannya. Dia sedikit khawatir jika cowok itu pun bisa mengetahui bahasa tubuhnya. Dia pura-pura sibuk mengiris daging steak-nya atau melihat notifikasi ponselnya.
Gadis itu lebih banyak menjawab singkat pertanyaan yang dilontarkan Adry.
"Jadi kamu aslinya urang Bandung, ya?"
"Cuma numpang tinggal aja. Papa asli Solo. Mama dari Cirebon."
"Ooh ... kirain. Soalnya kulitmu bersih kayak mojang Priangan," sahut Adry.
"Ini karena rajin bersihin muka, kali, Bang," gumam Fina sedikit jengah dengan tatapan tajam Adry. Nira terlihat menahan ketawanya.
"Lucu juga kamu, Fin," ujar Adry.
"Makasih, Bang. Baru kali ini dibilang lucu sama cowok. Biasanya dibilang jutek."
Adry terkekeh sembari menggeleng-geleng. Cewek di depannya ini benar-benar unik bin ajaib, kalau tidak bisa dikatakan menarik.
Suara notifikasi WA yang masuk ke ponsel Fina memberinya jeda sesaat untuk terlihat sok sibuk.
Kal: Lagi ngapain?
Fina: Makan. Kamu?
Kal: Lagi deg-degan.
Fina: Syukurlah, berarti jantungnya masih normal.
Kal: Kemarin user dari Jepang datang buat wawancara.
Fina: Oya? Dimuat di majalah apa?
Kal: Majalah Trubus.
Fina terkikik geli.
Fina: Nggak National Geographic sekalian?
Kal: Hewan langka yang perlu dilestarikan kali...
Fina tidak kuasa mengendalikan senyumannya.
Kal: Doain. Kalo lancar bentar lagi aku bakalan terbang ke Jepang. Mau nitip salam nggak?
Fina: Buat yang wawancarain kamu?
Kal: Nggak. Buat Oshin.
Fina: Gilaaa!
Kal: Gile lu, Ndro? Bye. Aku sibuk.
Fina: BHAY! AKU JUGA SIBUK!
Sibuk ngunyah, batin Fina masih geli.
"Asyik sendiri, nih, Fin, dari tadi ditanyain sampai nggak denger," tukas Adry tajam.
"Haah ... Siapa, Bang? Aku? Maafin, ya. Emang tadi Bang Adry nanya apa?" Wajah Fina memerah seperti maling yang tertangkap basah.
"Habis ini mau jalan ke mana lagi?" tanya Adry dengan nada datar.
"Eeng, nggak ke mana-mana lagi, langsung pulang aja, ya, Bang," jawab Fina yang mendadak tidak enak hati.
Ketika berjalan ke parkiran, Nira berbisik pada Fina, "Kali ini gantian Bang Adry yang mati gaya karena kamu cuekin."
"Tapi aku nggak bermaksud ..."
"Masih mau ngerumpi di parkiran, Nona-Nona?" sindir Adry yang membuka pintu penumpang depan dan belakang.
Fina dan Nira saling bertatapan penuh isyarat.
Sepanjang perjalanan, mereka bertiga terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing, terutama Fina.
Sebentar lagi Kalandra akan terbang ke Negeri Matahari Terbit. Entah kenapa dia sangat yakin jika sahabatnya itu akan berhasil hingga sejauh itu. Menurut Fina, Kal itu cowok nekat yang seringkali beruntung.Setelah menurunkan Nira ke kosannya di sekitar Pasar Rebo, Adry mengantarkan Fina menuju rumah kontrakannya.
"Fin, jujur deh. Kamu udah punya gebetan, kan?" desak Adry.
Fina terdiam sesaat sebelum menjawab pertanyaan Adry. Jangan-jangan ini hanya jebakan betmen dari cowok itu.
"Belum, kok, Bang," katanya jujur."Nggak mungkin. Pasti ada," tukas Adry.
"Kok, Bang Adry bisa yakin gitu? Emangnya tahu siapa orangnya?" tantang Fina.
"Itu, tuh. Yang tadi ngirim WA kamu," kata Adry dengan entengnya, "senyumanmu beda waktu baca WA-nya."
Maksudnya ... Kal? pikir Fina gagal fokus. Dalam sekejap, wajah Fina berubah seperti kepiting rebus asam manis.
"Sobatku itu emang super aneh, kok, Bang. Seneng aja bisa ngata-ngatain dia," sahut Fina lirih sambil berpaling ke jendela.
Rintik hujan mulai turun. Setiap kali membicarakan Kal, Fina pasti teringat masa kecilnya, dan otomatis merindukan sosok dua orang sepuh yang tinggal di kota penuh kenangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sociophilia
ChickLit[Diterbitkan oleh Penerbit Cerita Kata] Ada part yang dihapus. Meraih gelar sarjana teknik seharusnya menjadi suatu kebanggaan bagi Dafina Lazuardi, S. T. Namun, ternyata bekerja di perusahaan yang penuh tekanan dan tuntutan dari berbagai pihak mem...