Feeling

3.2K 312 1
                                    

Sudah lewat tengah malam tetapi mata Fina seperti enggan terpejam. Banyak hal yang berseliweran di dalam benaknya. Tentang Adel, Tante Ve dan suaminya, juga Kal yang akan terbang ke Negeri Sakura dalam hitungan hari.

Hari ini dia bertemu dengan orang-orang baru, dan mungkin besok lusa dia harus kehilangan seseorang.

Dia menyukai keluarga Tante Ve. Bahkan dia mengiyakan ajakan Tante Ve untuk membantunya baking besok pagi buat para cucu kesayangannya.

Pikiran Fina masih melayang ketika terdengar bunyi keranjang sampah di depan rumahnya tertendang.

Kucing? Fina tidak bisa memastikan karena tidak ada suara eongan hewan itu. Beberapa detik kemudian terdengar suara berdebum menabrak pintu rumah tetangga, meskipun kurang jelas di rumah nomor tiga atau empat.

Siapa, tuh? Mery atau Si Nomor Tiga?
Fina menyeret kakinya ke depan dan mengintip keluar dari balik gorden, tetapi sudut pandangnya sangat terbatas dan hanya terlihat sampah yang berserakan dari keranjang sampah terbalik.

Fina membuka pintunya perlahan dan melongokkan kepalanya ke kanan.
Sesosok tubuh terkulai di teras depan rumah nomor empat.

"Mery?"

Fina bergegas menghampiri cewek itu. Seperti dugaannya, cewek itu berada di bawah pengaruh alkohol. Dia bahkan tak sadar telah tertidur di luar rumah.

"Mer," bisik Fina menepuk-nepuk pipi Mery yang hanya dibalas dengan erangan pelan.

"Ayo, bangun. Masuk ke rumah dulu!"

"Eeeng?" gumam Mery lalu bangkit perlahan-lahan, kemudian mulai memuntahkan isi perutnya di teras rumah.

Fina meraih anak kunci yang tergenggam lemah di tangan Mery untuk membuka pintu rumahnya.
Fina menyeret Mery untuk bisa berjalan perlahan dengan menumpu ke tubuhnya. Ternyata menyeret orang yang separuh sadar itu mesti mengerahkan ekstra tenaga dalam. Napas Fina menderu ketika memapah tubuh semampai Mery yang terasa lebih berat berkali-kali lipat. Dia membaringkan Mery di ranjangnya lalu termangu-mangu. Gadis itu sama sekali belum punya pengalaman menghadapi orang mabuk sebelumnya.

"Mer, mau kuambilin apa, nih?" tanya Fina celingukan ke seluruh penjuru kamar cewek itu.

"Lo ambilin obat di atas meja," gumam Mery.

Sejurus kemudian, Fina kembali sambil mengangsurkan segelas air minum dan obat untuk Mery.
"Sstt, bangun! Nih, minum dulu."

Mery meneguk habis isi gelasnya, lalu kembali terkulai tanpa daya di kasurnya. Fina merasa tidak ada lagi yang bisa dilakukannya. Dia menyelimuti tubuh Mery lalu keluar.

"Fin," bisik Elsa yang melongok dari balik pintu rumahnya.

Fina yang hendak masuk rumah pun menoleh dan menunggu kalimat berikutnya dari bibir perempuan itu.

"Aku tadi sore berantem sama Toni lagi. Dia pergi, seperti biasa."

Kali ini Elsa menghampiri Fina yang berdiri di teras dan menelengkan kepalanya.

"Dia selingkuh."

"Kamu udah punya bukti?" tanya Fina mengingat cerita Tante Ve tempo hari soal Elsa yang sering cemburu buta.

Elsa membuka suara dengan nada tinggi, "Pokoknya dari feeling-ku dia itu selingkuh!"

"Kamu juga selingkuh, kan?" tanya Fina enteng.

"Enak aja nuduh! Aku ini istri setia. Nggak pernah macem-macem," kata Elsa sewot.

"Tapi feeling-ku bilang kamu juga selingkuh," sahut Fina.

"Dasar cewek gila! Beraninya ngomong sembarangan!" geram Elsa seraya mencengkeram lengan Fina yang membuat Fina berjengit.

"Jadi sekarang kamu ngerti perasaan Toni waktu kamu tuduh selingkuh, kan?" tandas Fina dengan suara pelan.

Elsa terhenyak. Dia mundur selangkah.

"Dia suami brengsek," desis Elsa.

"Kenapa nggak pergi darinya?" tanya Fina.

"Karena ... aku masih sayang," bisik Elsa.

"Aku belum pernah nikah, jadi aku nggak bisa kasih nasihat rumah tangga. Tapi aku mengamati hubungan orang tuaku atau nenek kakekku," tandas Fina lalu mengambil jeda napas. Elsa tampak menyimak perkataannya.

"Sayang aja nggak cukup. Mereka langgeng karena saling percaya dan menghargai," pungkas Fina lirih, lalu dia masuk rumah, meninggalkan Elsa yang masih terpekur di terasnya.

Sociophilia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang