Bad Day (2)

2.7K 243 6
                                    

Nira membisikkan gosip terbaru ketika melihat kedatangan Fina pagi ini. Nira mendekati Fina yang sedang meletakkan tasnya di meja kerja.

"Eh, tahu nggak, meeting sama buyer kemarin sampe malem. Kata Pak Surya mpe hampir jam 9 malem."

"Widih, itu kunjungan apa inspeksi penyelidikan?" sahut Fina.

"Emang buyer yang satu kemarin agak reseh, sih. Mereka pengen tahu sampai proses produksinya segala. Tahu kan siapa yang kena semprot?"

Fina mengerutkan bibirnya. "Timnya Bang Adry sama Pak Bono, ya?"

"Yap. Dan Pak Bono nggak terima dong produksi disalahin gara-gara rilis produk jauh dari target. Gantian Pak Bono yang nyalahin Pak Doman," kata Nira yang mendekatkan kursinya ke meja Nira.

"Kok jadi main salah-salahan, sih?" tukas Fina sambil menghidupkan komputernya.

"Tungguin aja, ntar kita juga yang kena semprot," gumam Nira yang menggeser kursinya ke mejanya kembali.

"Amit-amit." Fina mendenguskan napas.

Hari ini tampaknya berjalan dengan normal. Namun, perkiraan Fina salah besar. Belum lama dia menikmati pusing tujuh keliling menyusun jadwal produksi hingga rilis, suara Pak Doman menggelegar.

"Fina, masuk ke ruangan saya!"

Fina menyimpan file di komputernya, lalu beranjak pelan dengan langkah berat.

"Iya, Pak," kata Fina ketika masuk ke ruangan bosnya sambil menyiapkan mental.

Pak Doman memberikan isyarat dengan dagunya agar Fina duduk.

"Fina, udah berapa lama kamu kerja?" tegur Pak Doman.

"Sekitar lima bulan, Pak."

"Jadi harusnya kamu udah hafal di luar kepala kerjaan PPIC, kan?" Nada suara Pak Doman mulai meninggi. Fina pun hanya bergeming.

"Kenapa bisa salah bikin estimasi jadwal produksi dan rilis kayak gini?" seru Pak Doman mengetuk keras pulpennya berkali-kali di atas meja.

"Kenapa kamu nggak bikin jadwal lembur kalau forecast-nya aja segini?" lanjut Pak Doman.

"Tapi dulu Bapak udah ACC," kata Fina berusaha membela diri meskipun terdengar kurang meyakinkan.

"Kamu nggak bisa diandalkan kalau gini! Buyer nggak terima. Produksi  mesti digenjot lagi. Dan saya kecewa berat sama kamu! Ingat ya, kamu itu udah bukan karyawan training. Ngerti?!"

Fina berkali-kali menahan emosinya agar tidak meluap. Setelah beberapa omelan panjang lebar lainnya yang memanaskan telinga Fina, akhirnya gadis itu keluar dari kandang macan.

"Udahlah nggak usah bete," kata Nira menghampiri Fina.

"Aku yang jadi kambing hitam, padahal atas ACC bos juga,"  keluh Fina.

Nira merangkul pundak Fina dan menepuk-nepuk pelan.
"Ntar pulang kerja aku traktir nasi padang enak, yuk. Eh, kamu udah boleh makan yang aneh-aneh nggak, sih?" kata Nira melihat muka tertekuk temannya yang satu ini.

"Boleh-boleh aja kayaknya. Perutku udah nggak kerasa mual."

"Baguslah."

Ketika pulang kantor, mereka menyewa mobil online menuju rumah makan Padang yang disebutkan Nira tadi.

Nasi rendang yang sedap meskipun tanpa tambahan sambal membuat pikiran Fina sedikit rileks.

"Nir, kamu pernah nggak sih ngerasa jenuh aja kerjaan? Nggak pengen resign terus pindah perusahaan gitu?" tanya Fina penasaran.

"Eeng... Pernah jenuh juga, lah. Tapi aslinya aku itu emang seneng kerja kayak gini. Nggak usah panas-panasan, nggak banyak ketemu orang, otak-atik komputer," tukas Nira.

"Pantesan aja kamu jadi salah satu staf yang diandalkan, selain Pak Surya. Kalian itu emang menjiwai banget kerjanya."

"Kamu juga oke, lho," sahut Nira.

"Aku udah berusaha banget biar nggak ngecewain banyak orang, tapi nyatanya ..." Fina menunduk sambil menghela napas.

Sociophilia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang