Tanpa terasa, hari-hari tergilas pergi. PT Delta Jaya sedang kebanjiran orderan, yang artinya makin banyak lembur di setiap lini perusahaan.
"Fin, ada buyer datang hari ini," bisik Nira saat mereka berpapasan masuk ke ruang kerja hari ini.
"Oya? Inspeksi?" tanya Fina.
"Iyap, kayak biasanya, disambut tim merchandiser. Siap-siap aja ntar di-push sama Bang Adry," ucap Nira.
"Nambah kerjaan maksudnya?" Tiba-tiba kepala Fina pening.
"Iyalah, apalagi kalau output-nya kurang banget dari target," kata Nira melenggang ke meja kerjanya.
Fina memang staf baru di perusahaan ini, tetapi beban kerjanya dipastikan Pak Doman sama dengan staf lainnya.
"Heh, kerja yang becus! Cek inventory itu pake mata, gak pake perasaan! Bisa-bisanya kelewat dibikinin PO!"omel Pak Doman suatu kali."Tapi logistik emang setor datanya keliru, Pak ..."
"Eeh, pake nyalahin orang lain. Jangan mentang-mentang anak baru, jadi manja."
Fina mengembuskan napas berkali-kali. Sabaaaar ...
Bahkan beberapa kali, bosnya itu seperti mau menguji sejauh mana ketahanan mental Fina dengan bolak-balik menegur hasil kerjanya. Harus bikin MRP baru lah, jadwal buatannya dianggap masih penuh belas kasihan sama karyawan produksinya lah. Kadang-kadang Fina masih memakai perasaannya saat menetapkan jam lembur karyawan. Tidak mungkin dia setega itu mengeksplorasi tenaga buruh tanpa batas. Bisa-bisa nanti muncul gejolak di perusahaan, bahkan dilaporkan ke Disnaker. Jadi makin gawat, kan?
"Heh, melamunin siapa, Non? Bukan aku, kan?" tanya Adry yang hampir bertabrakan dengan Fina saat cewek itu keluar dari ruangan Pak Doman.
"Ah, enggak, Bang. Mau ada tamu katanya?" tanya Fina.
"Iya. Dari pihak buyer luar, tiga orang," kata Adry.
"Emangnya pernah sampe marah-marah, Bang?"
"Gebrak-gebrak meja juga pernah. Apalagi kalau target masih jauh. Ikut meeting, yuk," ujar Adry.
"No thanks, Bang," kata Fina yang langsung berbelok ke meja kerjanya sendiri.
Tim merchandiser yang seharian meeting dengan buyer keluar dari ruang meeting. Wajah mereka terlihat kusam dan penuh senyum palsu, kecuali Adry yang air mukanya tetap tenang tak terbaca.
Setelah mengantar tamu meninggalkan perusahaan, Adry menemui Pak Doman yang sengaja menunggu hasil meeting hari ini.
"Aman, Dry?" desak Pak Doman.
"Amaaan. Tapi mereka minta target sampai akhir bulan ini tercapai," jawab Adry tenang.
"Itu sih nggak aman. Kita mesti genjot produksi. Akhir bulan tinggal beberapa hari lagi," sahut Pak Doman dengan bibir manyun.
"Yes! Nanti saya kirim detil hasil meeting tadi, ya."
Berbeda dengan anak buahnya yang syok karena kena omel buyer, sikap Adry cenderung santai dan biasa-biasa saja.
"Udah berapa lama, sih, Bang Adry kerja? Udah pengalaman handle buyer kayaknya," tanya Fina pada Niar.
"Udah lama kayaknya. Mungkin Sepuluh tahunan lebih."
"Berarti udah tuir dong sekarang?"
"Bukan tuir, tapi matang. Palingan udah 35 tahunan lebih"
"Belum pernah married?"
"Ho oh. Ciee... Ada yang kepo nih kayaknya," goda Nira.
"Haishh... Enggaklah."
Hujan deras mengiringi jam pulang mereka.
"Yah, ujan. Naik bus, nih," gumam Fina yang memang lebih menyukai praktisnya naik ojol daripada harus berjubel ria menunggu bus di halte.
"Sin, jutek amat muke lo," tegur Nira di depan kotak absensi waktu pulang.
Sinta, salah satu anak Merchandiser semakin merengut. "Capek, tahu. Seharian dengerin orang marah-marah pake enggres, hadeeh... Capek ngartiin!"
Nira dan Fina terkikik seketika.
"Kan, ada bosmu yang jago enggres?" goda Fina.
"Siapa yang jago?" gumam seseorang di dekat telinga Fina, yang kontan membuatnya sedikit terlonjak, apalagi setelah tahu siapa bilang suara itu. Si Bos Merchandiser!
"Mau dianterin lagi, Fin?" tanya Adry.
"Eeng... Nggak usah, Bang. Aku mau naik bus aja."
"Ayo, bareng aja. Kita kan searah," ajak Adry tanpa terdengar memaksa.
Fina menoleh ke arah Nira yang hanya mengedikkan bahunya sekilas.
"Udah, ya, duluan. Mo nebeng Pak Surya," kata Nira mengejar Pak Surya yang rumah mereka memang sejalur.
Sinta juga tersenyum seraya berlalu.
"Eeh, Sin!" Namun Sinta hanya membalasnya dengan lambaian tangan.
"Jadi bareng, kan?" kata Adry.
"Iya, deh, Bang," jawab Fina pasrah.
Beberapa saat di dalam mobil, tidak ada percakapan bergulir di antara mereka. Tampaknya Adry juga sengaja tidak mendesak Fina untuk terpaksa berbasa-basi dengannya. Mereka hanya terdiam menikmati gerimis di luar jendela dan alunan musik dari car audio. Sementara Adry turut bersenandung pelan.
It might seem crazy what I'm 'bout to say
Sunshine she's here, you can take a break
I'm a hot air balloon that could go to space
With the air, like I don't care baby by the way
(Happy-Pharrell Williams)
KAMU SEDANG MEMBACA
Sociophilia
ChickLit[Diterbitkan oleh Penerbit Cerita Kata] Ada part yang dihapus. Meraih gelar sarjana teknik seharusnya menjadi suatu kebanggaan bagi Dafina Lazuardi, S. T. Namun, ternyata bekerja di perusahaan yang penuh tekanan dan tuntutan dari berbagai pihak mem...