Hari ini adalah hari kedua bulan ketigaku di SMA Bhineka. Masih sama seperti awal masuk dan menjadi bagian dari sekolah ini, tidak ada yang istimewa. Hanya bertemu dengan orang-orang baru dan beradaptasi di lingkungan yang baru.
Hari ini para guru sudah mulai sibuk mengajar di kelas-kelas setelah selama tiga bulan waktu tersita untuk acara PPDB dan PHBN.
"Dan, cabut yuuk!"
Oh, iya. Itu adalah sohibku namanya Marleon Arfandi. Dan aku sendiri adalah Dannis Ganesha Putra . Kami selalu berada di kelas yang sama sejak SD dan kami juga sudah saling kenal sejak saat itu. Sejak masih jaman main kelereng sampai sekarang jaman ML dan PUBG.
"Bentar lagi."
Sejak jam pertama kami sudah menjadi penunggu kantin. Alasannya cukup masuk akal yaitu karena pak Hikmal dan Pak Jidan kompak tidak hadir dan tidak menitipkan tugas. Ah, iya ngomong-ngomong kami berada di kelas X IPA 1 yang katanya kelas untuk anak-anak jenius padahal aslinya tidak.
"Yaelahh, Dan. Buruan! Gue ada urusan ini, anterin gue."
"Mager."
"Heeh, elu gitu ya sama temen sendiri. Okee!"
Urusan? Aku sudah hapal dengan luar dalam isi kepala Arfan. Urusan yang dia maksud itu tidak lain dan tidak bukan adalah hal yang menyangkut perempuan. Iya, Marleon Arfandi adalah playboy kelas kakap yang tidak tahu kapan akan taubat. Padahal setiap hari selalu kuhadiahi dengan siraman rohani ala ustad Dannis Ganesha.
"Cewek mana lagi sekarang?"
"Dan, 'mana lagi' itu mangga bukan cewek."
"Gue nanya monyet!"
"Hehe, sori bro. Santai aja."
"Jadi..."
"Yang ini bening banget Dan. Serius gue!"
"Cewek mana?"
"Anak kelas XI IPS 3 namanya Farida. Elo kenal kan? Itu lho yang jadi sekretaris Osis."
"Oh, dia."
"Yoi, gimana menurut elo? Cantik nggak?"
"B aja!"
"Ck! Terserah luu dah yang penting sekarang anterin gue ke gedung kelas XI."
Jadi, SMA Bhineka dibagi menjadi 4 bangunan. bangunan utama untuk kelas 12,bangunan kedua untuk kelas 11, bangunan ketiga untuk kelas 10 dan bangunan keempat untuk perpustakaan, lab, ruang guru dan yang lainnya.
SMA Bhineka memang sekolah swasta dengan fasilitas yang selalu unggul dan kualitas muridnya juga cukup diperhitungkan. Mungkin karena hal itulah akhirnya papaku memutuskan untuk mendaftarkanku di sekolah ini.
"Jangan lama-lama!""Tenang bro. Lima menit doang kok."
Akhirnya kami beranjak menuju gedung kelas 11 untuk menuruti si Arfan yang katanya ada urusan.
Suasana di gedung ini masih sangat sepi karena kelas-kelas masih di ajar. Kelas XI IPS 3 berada di lantai 2 dan kebetulan kelas itu sedang tidak ada guru sama dengan kelas XI IPS 2.
"Dan, bentar ya!"
Tanpa menunggu jawaban dariku, Arfan langsung berlari memasuki kelas XI IPS 3 dan meninggalkanku di koridor seorang diri.
Catat seorang diri!
Mataku mengedar mencoba mencari objek yang bisa menjadi sasaranku untuk menuangkan kegabutan ini.
Dan jawabannya ada di depan kelas XI IPS 1. Di dinding itu terpasang papan mading yang menarik perhatianku. Tanpa ragu kulangkahkan kaki untuk menyaksikan papan mading itu dari dekat.
KAMU SEDANG MEMBACA
From Jurnalism to Love
Teen FictionAku pikir kamu istimewa, karena kamu nggak suka aku.