LEVEL 5

2.6K 169 4
                                    

Irene membuka sebuah daun pintu, dimana di balik pintu tersebut terdapat sebuah ruangan yang akan ditempati olehnya selama tinggal di mansion Altezza. Pandangan matanya berbinar dengan bibirnya yang terbuka tampak takjub ketika melihat pemandangan di dalam kamar.

Kamar itu cukup luas, terdapat sebuah ranjang berukuran king size yang sudah dihias sedemikian rupa sehingga terlihat begitu indah. Ada sepasang nakas di samping kiri dan kanan ranjang. Lampu tidur antik diletakan di atas kedua nakas. Ada sederet sofa berwarna putih diletakan pula di kamar tersebut. Meja belajar dan beberapa alat elektronik pun tak lepas diletakan di dalam kamar. Melihat berbagai elektronik itu, Irene menyadari bahwa pemilik kamar ini pastilah Reiki yang mulai hari ini telah resmi menjadi suaminya.

" Ini kamar lo ya?" tanyanya pada Reiki yang juga sedang berada di dalam kamar. Reiki hanya merespon dengan anggukannya. Memang benar kamar itu miliknya.

" Jadi gue harus tidur sekamar sama lo? Yang benar aja." Sanggah Irene tak terima. Meskipun sudah resmi menyandang sebagai istri Reiki, tapi dia tentu saja tidak mau jika harus tidur sekamar dengan pria itu.

" Kita kan udah nikah, jadi wajar dong kita tidur sekamar." Irene mendengus mendengar jawaban Reiki yang terdengar enteng di telinganya. Pria itu bersikap seolah dia melupakan persyaratan yang diberikan Irene sebelum mereka melangsungkan pernikahan.

" Lo lupa persyaratan dari gue?"

" Seinget gue, di tiga syarat yang lo ajuin gak ada tuh syarat lo tidur beda kamar sama gue."

" Tapi..."

" Lo tenang aja, gue gak bakalan langgar syarat lo yang udah gue setujuin. Lagian asal lo tahu, gue gak bakalan tergoda meskipun sekamar sama lo. Jadi lo gak usah khawatir, gue gak bakalan sentuh lo kok." Irene menggeretakan giginya kesal. Seharusnya dia senang karena Reiki masih mengingat persyaratan yang diberikan olehnya, tapi entah mengapa mendengar kata-kata pria itu barusan, membuat Irene sangat kesal. Bagi Irene, kata-kata Reiki seolah mengatakan secara tidak langsung bahwa dirinya sama sekali tidak menarik di mata pria itu, padahal selama ini banyak pria yang mengejarnya. Irene tak suka mendengarnya.

" Gue... tetep gak mau sekamar sama lo." Ucapnya tetap menolak sekamar dengan Reiki. Lagipula dia belum bisa mempercayai sepenuhnya kata-kata pria itu. Bagaimana jika saat dia terlelap, Reiki memanfaatkan situasi itu untuk menyentuhnya? pikiran Irene mulai melayang memikirkan hal-hal tidak senonoh yang mungkin saja dilakukan Reiki padanya selama dia sedang tidur.

" Lo pikir gue juga mau sekamar sama lo?" gue juga gak mau kok. Tapi ya... selama kita tinggal disini, mau gak mau kita harus tidur sekamar."

" Tapi..."

" Inget syarat yang gue ajuin, kita gak boleh ngecewain ortu kita." Sela Reiki cepat, entah disadari atau tidak olehnya, sukses membuat Irene jengkel bukan main. Irene jengkel karena ucapannya selalu disela sebelum dia selesaikan apa yang ingin dikatakannya.

" Huuh... lo emang nyebelin. Bisa gak sih jangan nyela kalau gue lagi ngomong? Kalau ada orang lagi ngomong itu, didengerin dulu ampe beres. Bukannya..."

" Lo mau mandi duluan atau gue dulu?" Irene menjambak rambutnya frustasi, tak peduli meskipun riasan rambutnya jadi berantakan karena ulahnya.

" Lo ini ya, baru dibilangin jangan suka menyela omongan orang." Reiki menatap Irene tanpa kata, jangan lupakan raut datarnya yang membuat Irene rasanya ingin pergi dari hadapannya detik itu juga. Dia tidak tahan menghadapi pria yang bagaikan es di depannya itu.

" Ya udahlah terserah lo. Lo emang nyebelin, ampe kapan pun bakalan tetep nyebelin." Katanya seraya mulai melangkah menuju kamar mandi.

" Ck... kenapa sih gue harus nikah sama tu cowok? Bisa darah tinggi gue lama-lama ngomong sama dia." Gerutunya sambil berdecak berulang kali.

MY HUSBAND IS A GAMER [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang