18]. Emosi

112 55 15
                                    

"Kadang kita tidak tahu artinya kesepian sampai kita benar-benar sendirian."

-SindiPrtwi-

|||

Bugh...

Satu pukulan lagi berhasil mendarat di pipi kiri milik Sandy. Setelah ia selesai menceritakan yang terjadi pada Sasha, Arnold menariknya menuju ke parkiran. Arnold mendorong tubuh Sandy ke depan kap mobilnya dan menarik kerah baju Sandy.

"Penghianatan apa lagi yang lo kasih ke adik gue njing?!" Bentak Arnold yang sudah dilanda emosi.

Bukanya berlebihan, Arnold sangat membenci penghianatan yang terjadi pada adiknya termasuk oleh temannya yang satu ini.

"Bukan gitu Ar, tapi--"

Ucapan sandy terpotong oleh arnold.

"Tapi apa hah? Puas lo udah hianatin semua cewe? Sampe ade gue juga lo hianatin hah? Puas lo? Cih, Pengecut!"

"Cukup Ar, lo ga bisa ngehakimin gue kayak gini." Bela Sandy, ia masih paham kalau Arnold hanya emosi sesaat.

"Udah udah! Kalian ini, apa untungnya lo adu mulut kek gitu hah? Mau buktiin lambe yang mana yang paling pedes? Iya?"

Ujar Aldy. Arnold melepas cengkramannya, Sandy merapikan baju yang ditarik oleh Arnold tadi. Sebenarnya gampang bagi Sandy untuk melawan. Tapi dia tidak mau salah mengambil keputusan. Api jika dilawan dengan api maka kobarannya akan semakin besar. Bukan?

"Gue lagi males ceramah, sekarang lo berdua selesain masalah lo. Habis itu baru boleh ngomong sama gue." Ujar Aldy kemudian pergi meninggalkan Sandy dan Arnold yang masih terdiam seribu bahasa.

"Sekarang Sasha mana?." Tanya Arnold tanpa menatap ke arah Sandy.

"Gue ngak tau Sasha dimana."

Jawab Sandy mendapat tatapan tajam dari Arnold

" Udah gue telepon nggak diangkat, SMS nggak dibales." Tambah Sandy.

Arnold kemudian berjalan mengitari mobilnya menuju kursi kemudi.

"Kemana lo Ar?" Tanya sandy.

"Jangan ngomong sama gue, sebelum gue maafin lo."

||

Sasha menatap lurus kearah kuar dari jendela di apartemennya. Gerimis masih setia menemani kota Jakarta. Ia memejamkan matanya, menghirup udara dalam-dalan. Langit perlahan menggelap.

Ia tidak menghiraukan puluhan panggilan tak terjawab, yang sejak tadi menggetarkan meja di sampingnya.

Lututnya ditekuk dengan tangan yang memeluknya. Sebuah tepukan dipundaknya menyadarkannya dari lamunan berkepanjangan.

Sasha menoleh, ia gelagapan kemudian menyeka sisa air matanya.

"Ngapain lo disini?" Tanya Sasha dengan suara serak khas orang selesai menangis.

"Lo nanya gue ngapain? Lo sendiri ngapain disini?" Tanya Arnold tidak dijawab oleh Sasha, ia memilih menatap pemandangan diluar.

"Ga bisa jawab kan lo. Lupa lo masih punya kakak? Gue kira cuma Sandy yang ada di otak lo." Ujar arnold kemudian ikut duduk disebelah sasha.

"Nggak usah bahas itu lagi." Ucap Sasha memalingkan wajahnya agar tidak bertatapan dengan mata elang Arnold.

"Cowok emang gitu sha" ucap Arnold membuat Sasha akhirnya menatapnya.

DOWNFALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang