5

5K 365 9
                                    

Menghabiskan waktu bersama Bryce sungguh menyenangkan. Lelaki itu sangat manis dan tahu bagaimana cara menghargai seorang wanita. Meski yeah, secercah kegelisahan muncul di benak Meghan setiap kali tatapan hangat itu jatuh pada bibirnya, Bryce seakan-akan berusaha keras mengendalikan diri untuk tidak mencium bibir Meghan.

Bryce ingin membangun ikatan emosional yang kuat sebelum ia membawa Meghan ke ranjangnya. Ia ingin gadis itu bercinta dengannya tanpa keterpaksaan, membiarkan Meghan menerimanya dan menginginkannya dengan sepenuh hati. Meghan sendiri menyadari apa yang Bryce inginkan dan ia pikir ini agak berbahaya, Meghan bisa saja terjebak mencintai Bryce yang mana itu bukanlah sesuatu yang baik bagi kontrak yang terjalin di antara mereka.

"Aku pikir kau suka seni" ucap Meghan setelah Bryce bercerita panjang mengenai kegiatan yang biasa dia lakukan di waktu senggang.

"Tidak, aku suka beberapa jenis olahraga dan sesuatu yang berbau otomotif" sahut Bryce, "Bagaimana denganmu, Meghan Ryan?"

"Oh, aku suka banyak hal!" seru Meghan dengan mata yang berbinar. Bryce terkagum-kagum melihat manik hazel Meghan yang bersinar saat gadis itu hendak menceritakan tentang hal-hal yang ia sukai. Menarik pinggang Meghan, Bryce mengikis sedikit jarak yang ada di antara mereka dan membiarkan tubuh mungil itu bersandar di dadanya, "Tell me"

Meghan yang tersipu berusaha untuk tidak memperlihatkannya kepada Bryce, "Aku suka seni. Lukisan, pahatan, musik, dan masih banyak lagi. Dan aku juga suka membaca"

"Apa yang kau baca?"

"Apa saja. Tapi kisah dari mitologi Yunani adalah kesukaanku"

"Noted" Bryce menarik nafas perlahan menghirup aroma yang sangat ia sukai dari tubuh Meghan. Aroma itu membuat dadanya mengembang dan bergemuruh, aroma yang menjadi kelemahannya ada pada gadis itu. "Katakan lagi" ucap Bryce, berusaha mengalihkan perhatiannya dari aroma Meghan.

Meghan menatap lelaki itu bingung, "Mengatakan apa?"

"Apa saja tentang dirimu"

"Aku juga suka Travelling, aku harap suatu hari nanti aku bisa menjelajahi dunia tanpa memikirkan apa pun" lanjut Meghan.

Bryce terkekeh pelan, "Kau mengingatkanku kepada Jan"

Mendengar nama itu Meghan hampir saja memutar kedua bola matanya jika ia tidak ingat yang berada di sisinya adalah sahabat baik Jan McKinley.

"Sungguh?" tanya Meghan, terdengar tidak tertarik.

"Yeah, kalian sangat cocok" kata Bryce, "Semua yang kau sukai adalah dunia Jan. Pria itu pernah menghilang selama dua tahun tanpa kabar untuk menjelajahi dunia, itulah mengapa sekarang dia terlihat seperti Tarzan"

Oh, Meghan jenuh mendengar cerita tentang Jan McKinley. Entah mengapa Bryce sangat terobsesi membuatnya dan Jan akur padahal sudah jelas Meghan membenci lelaki itu pada pandangan yang pertama. Jika bisa Meghan tidak ingin menghirup udara di ruangan yang sama dengan Jan, namun itu mustahil mengingat Jan adalah salah satu dari orang yang telah membayar mahal atas tubuhnya.

Mencoba mengalihkan perbincangan mengenai kecocokan dirinya dan Jan, Meghan bertanya, "Bagaimana kalian bisa berteman?"

Bryce terdiam sejenak seakan memilih jawaban yang tepat atas pertanyaan yang baru saja Meghan lemparkan, "Kami berteman sejak kecil, dan semakin akrab sejak duduk di bangku kuliah"

"Benarkah?"

Bryce mengangguk kaku dan entah mengapa wajahnya tidak berseri seperti beberapa detik yang lalu.

"Baiklah, aku pikir sudah cukup berbagi ceritanya" Bryce bangkit dari sofa lalu mengulurkan tangannya kepada Meghan dan bertanya, "Ingin melakukan sesuatu yang menyenangkan, cantik?"

Meghan menatapnya heran tapi kemudian dia menyambut uluran tangan Bryce, "Apa itu?"

Bryce mengerling sambil berkata, "Sesuatu yang aku pikir akan sangat kau sukai"

Oh.

Bryce membawa Meghan bersepeda. Keluar dari gerbang rumahnya yang tinggi dan membiarkan gadis itu menghirup udara segar Boston. Senyum tak kunjung luntur dari wajah cantik itu saat Meghan mengayuh pedalnya, dengan kacamata hitam yang bertengger di hidung mancungnya Bryce tidak dapat berhenti mengatakan betapa menggemaskannya Meghan saat ini.

Walau mereka hanya berkeliling di sekitar area perumahan, Meghan sudah cukup merasa senang. Gadis itu menikmati momen yang dia habiskan bersama Bryce karena dia yakin semua ini tidak akan dia rasakan ketika bersama Jan. Pria dingin nan kejam itu pastia akan mengurung Meghan di dalam rumahnya dan memperlakukan Meghan seperti tahanan di dalam penjara!

Mereka berhenti di pinggir danau yang jernih. Bryce membantu Meghan memarkirkan sepedanya di dekat kursi yang akan mereka duduki. Lelaki itu mengambil sebotol air yang ia bawa lalu memberikan air itu kepada Meghan yang tampak lelah.

"Kau baik-baik saja?" tanya Bryce, mengusap peluh di dahi Meghan.

"Huum, tidak pernah sebaik ini sebelumnya"

Bryce terkekeh pelan, membawa gadis itu duduk lalu bertanya "Kapan terakhir kali kau bersepeda?"

Meghan mencoba mengingat kapan terakhir kali ia bersepeda. Oh, itu sudah lama sekali, mungkin saat ia berusia 12 tahun? Meghan tidak terlalu yakin.

"Sudah cukup lama sehingga aku tidak dapat mengingatnya" jawab Meghan, "Bagaimana denganmu? Tampaknya kau sering bersepeda?"

Bryce mengangguk, "Sudah kukatakan aku menyukai olahraga dan bersepeda adalah satu dari sekian banyak kegiatan yang kusukai"

Meghan mengangguk setuju, "Yeah, bersepada memang menyenangkan!"

"Terasa jauh lebih menyenangkan saat aku melakukannya bersamamu Meghan" Bryce merangkum wajah itu dengan telapak tangannya, menatap jauh ke dalam mata Meghan yang indah, "You gave me back the smile that i once lost"

Kupu-kupu mengepakkan sayapnya dengan liar di dalam perut Meghan. Kalimat yang meluncur dari bibir Bryce sangat indah, membuat Meghan merasa seperti sesuatu yang berharga untuknya. Deru nafasnya yang lembut dan menerpa permukaan wajah Meghan seakan magnet yang menarik gadis itu untuk mendekat, semakin dekat, hingga bibir mereka bertemu di dalam ciuman yang intim dan mesra.

Bryce mengusap tengkuk Meghan dan Meghan mendekap erat pundaknya. Bibir mereka saling memagut dengan lembut tanpa dominasi ataupun akal yang terkalahkan oleh hawa nafsu. Hanya ada cinta dan kasih sehingga Meghan terhanyut oleh setiap sapuan lidah Bryce yang membelai rongga mulutnya.

"Baby...." erangan pertama Meghan dengar dari bibir itu. Bryce melepaskan pagutan bibir mereka. Wajahnya yang tampan memerah dan nafasnya memburu, Bryce tampak berusaha mengendalikan diri agar tidak dikuasai oleh hasrat setiap kali Meghan Ryan berada di sekitarnya.

"Bryce?"

Menghembuskan nafas pelan, Bryce mengecup sudut bibir Meghan, "Waktunya makan siang, kita harus pulang"

Meski kebingungan Meghan tetap menuruti keinginan Bryce. Mereka naik ke sepeda masing-masing dan sebelum Meghan sempat mengayuh pedalnya, Bryce menyempatkan diri mengecup pipi gadis itu lalu berkata, "Aku harap kau mengerti Meghan, aku tidak ingin kita terburu-buru"

Meghan tersenyum dan mengangguk paham. Tentu saja ia mengerti apa yang Bryce inginkan dan Meghan sama sekali tidak pernah berpikir buruk mengenai keputusan yang lelaki itu buat. Meghan justru berpikir keputusan Bryce sangat membantunya, dengan tidak terburu-buru jalinan emosional akan  terbangun lebih mudah sehingga ketika mereka bercinta Meghan sudah siap menerima Bryce seutuhnya. Sisi nakal di dalam diri Meghan bergejolak hanya dengan membayangkannya.

— TBC —

Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apa pun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!

Sold To Them (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang