6

4.5K 347 8
                                    

Terbangun di dalam dekapan Bryce Meyers adalah sesuatu yang sangat Meghan sukai dari pekerjaan ini. Lelaki tampan itu terlelap dengan sangat pulas, sampai-sampai tidak merasa terganggu dengan ujung jemari Meghan yang menelusuri permukaan wajahnya. Meghan bergerak perlahan-lahan lalu menyandarkan dagunya pada dada Bryce yang padat, ia ingin melihat wajah itu dalam jarak yang lebih dekat, menikmati pagi bersama Bryce di sisinya sebelum sosok tampan ini digantikan oleh Jan McKinley!

Oh, Meghan tidak ingin menjadi kesal karena mengingat Jan, jadi mari kita lupakan!

Jemari Meghan bergerak turun menyentuh rahang Bryce yang tidak lagi berbulu. Pria itu baru saja bercukur kemarin malam sebab ia merasa tidak nyaman memiliki bulu di sekitar rahang dan pipinya.

"Meghan..." Bryce bergumam di dalam tidurnya. Meghan tersenyum menduga lelaki itu sedang memimpikannya, dengan pikiran yang usil ia mendekatkan bibirnya pada telinga Bryce kemudian berbisik, "Aku di sini"

"Meghan?"

"Huum"

"Jangan pergi"

Oh, bukankah Bryce adalah pria yang paling manis di muka bumi?

Kelopak mata itu berkedut sebelum terbuka perlahan hingga maniknya bertemu dengan manik hazel Meghan yang menatapnya geli.

"Selamat pagi" sapa Meghan, tersenyum lebar.

Bryce membalas senyuman itu, "Pagi, cantik" ucapnya dengan suara yang serak dan berat khas bangun tidur, "Menikmati pemandanganmu, huh?"

Meghan terkekeh, "Sangat"

Bryce mendekap gadis itu semakin erat, menyelimuti tubuh mungil Meghan Ryan dengan sepasang lengannya sementara Meghan meletakkan pipinya pada bibir Bryce yang terasa hangat.

"Apa yang akan kita lakukan hari ini?" tanya Meghan.

"Apa yang kau ingin kita lakukan?" Sahut Bryce, menggoda Meghan.

Meghan tersipu tapi berusaha untuk menyembunyikan semburat merah yang muncul di pipinya dari Bryce, "Entahlah...." Meghan menghela nafas panjang, "Bagaimana jika kita piknik di halaman belakang?"

Bryce mengecup pipi Meghan, "Ide bagus, tapi aku harus mengurus sesuatu pagi ini. Lois akan membantumu menyiapkan semua yang dibutuhkan, sementara aku akan pergi dan kembali sebelum jam makan siang, bagaimana?"

Meghan mengangguk setuju, "Oke"

Meninggalkan ranjang, Bryce bersiap-siap untuk pergi sementara Meghan tetap tinggal di rumah untuk menyiapkan segala hal yang diperlukan untuk piknik. Meghan sangat antusias walaupun piknik ini hanya dilakukan di halaman belakang, dibantu oleh Lois Meghan menyiapkan apa-apa saja yang dibutuhkan, ia juga menyempatkan diri memasak sendiri beberapa hidangan.

Setelah selesai, Meghan berbaring di atas Hammock sambil menunggu Bryce pulang. Gadis itu termenung memandangi langit biru yang begitu cerah hari ini. Pikirannya mulai berkelana, Meghan memikirkan operasi Sylvia yang akan dilakukan dalam waktu dekat dan juga Jan McKinley yang sebentar lagi harus ia hadapi.

Lima belas hari bersama Bryce terasa begitu singkat sehingga tanpa disadari ini adalah hari terakhir mereka menghabiskan waktu bersama. Besok Bryce akan pergi digantikan oleh Jan McKinley. Sungguh Meghan tidak memiliki persiapan apa pun untuk bertemu dengan Jan lagi, tapi dia sudah dapat membayangkan bagaimana buruknya hari demi hari yang akan dia lalui bersama lelaki itu.

"Aku merasa heran," Bryce yang muncul tiba-tiba membuat Meghan tersentak kecil, "Apa yang gadis cantik sepertimu risaukan?"

"Bryce" Meghan hendak turun dari hammock dan menghampiri Bryce tapi lelaki itu mencegahnya dengan berkata, "Tetap di situ, Meghan"

Bryce bergabung bersamanya. Lelaki itu naik ke atas Hammock dengan hati-hati kemudian membimbing kepala Meghan untuk bersandar di atas dadanya.

"Bagaimana urusanmu?"

"Berjalan dengan lancar" jawab Bryce, "Omong-omong aku membawa hadiah kecil untukmu"

Mata Meghan berbinar saat Bryce meraih sebuah bingkisan yang ia letakkan di bawah Hammock. Isi bingkisan itu adalah sebuah buku, Bryce menyerahkan buku itu ke tangan Meghan yang dengan giran menerimanya.

"Kisah Apollo!" seru Meghan.

"Aku lewat toko buku dan melihat buku ini di pajang di etalase, aku langsung teringat akan dirimu jadi yeah tanpa pikir panjang aku membelinya"

"Oh, Bryce kau sangat manis!" Meghan mengecup pipi Bryce, menatap lelaki itu lembut, kemudian berkata, "Terima kasih"

"Sama-sama sayang" Bryce mengecup puncak kepala Meghan, "Jadi, katakan kepadaku apa yang membuatmu gelisah?"

"Aku memikirkanmu" jawab Meghan, "Sebentar lagi kau akan pergi dan aku tidak memiliki teman lagi"

"Hanya lima belas hari Meghan setelah itu kita akan kembali bertemu. Lagi pula Jan ada di sini, kau tidak akan kesepian"

Oh, andai Bryce tahu kalau sebenarnya Jan lah yang menjadi sumber kegelisahan Meghan!

"Aku pikir Jan membenciku" ucap Meghan sambil memainkan jemarinya di atas dada Bryce.

"Itu tidak benar" sahut Bryce, menepis asumsinya, "Sebab Jan adalah orang yang memilihmu Meghan"

Sontak tubuh Meghan membeku. Jan McKinley yang memilihnya? Oh Meghan tidak ingin percaya tapi kalimat itu keluar dari bibir Bryce, lelaki yang hingga detik ini belum pernah berbohong kepadanya.

"Ja-jadi Jan adalah Apollo?"

Dahi Bryce berkerut dalam tak mengerti maksud dari pertanyaan Meghan, "Apollo? Aku tidak mengerti?"

Ya, tentu saja Bryce tidak mengerti apa pun tentang nama samaran Apollo, hanya Jan McKinley yang tahu. Meghan akan menyelidiki hal ini lebih dalam lagi, ia akan memastikan bahwa Jan memang benar pria dibalik nama samaran itu.

"Lupakan," sahut Meghan, "Ini saatnya piknik! Makanannya ada di dalam, aku akan membawa—"

"Jangan, biar Lois saja" sela Bryce. Lelaki itu memeluk Meghan semakin erat, menyampirkan helaian rambutnya ke bahu kanan, lalu menghirup aroma dari ceruk leher Meghan dalam-dalam, "Oh, aku tergila-gila dengan aroma ini"

"Bryce kau membuatku geli!" Meghan tertawa merasa kegelian, "Itu adalah aroma parfum yang Lois ingin aku gunakan selama tinggal di sini"

Lidah Bryce yang lunak dan basah menyapu kulit leher Meghan sehingga tawa kecil gadis itu digantikan oleh desahan yang teramat lembut yang meluncur dari bibirnya tanpa Meghan sadari.

"Bryce...."

"Ya, cantik?"

"Pikniknya..." Meghan menggigit bibir bawahnya merasakan lidah itu menyapu kulitnya berulang kali, Bryce juga meninggalkan gigitan-gigitan kecil di sana seakan kendalinya sudah semakin tipis untuk tidak menarik Meghan ke ranjangnya.

"Berikan aku sedikit waktu bersamau Meghan, ini adalah hari terakhirku"

Yeah, Bryce benar. Lagi pula Meghan sudah tidak peduli lagi dengan pikniknya, yang memenuhi kepalanya saat ini hanyalah Bryce Meyers dan juga cumbuan bibir lelaki itu yang membuat lutut Meghan terasa lemas.

— TBC —

Jangan lupa untuk vote dan comment, perhatian dan dukungan sekecil apa pun dari pembaca sangat berarti untuk penulis dalam berkarya!

Sold To Them (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang