09.Tentang Saudara Brian

41 3 4
                                    

Seburuk apapun sikapnya, yang namanya saudara mereka akan tetap saling sayang.

"Brian.."

Brian terkesiap. Bibirnya menahan senyum. Adel menstandar sepedanya di tempat lalu berjalan ke arah Brian. Adel memberi senyum manis. Tapi sedikit.

"Makasih.." ujarnya.

"Sama - sama" jawab Brian seraya mengangguk mantap.

"Udah sana pulang" ujar Adel seraya mendorong bahu Brian.

Brian mengerutkan keningnya.
"Ih ngusir nih" jawab Brian.

"Iya sana!" ujar Adel sambil mendorong - dorong bahu Brian.

"Udah dianterin malah ngusir."

"Kan tadi udah makasih. Sana sana pulang." ujar Adel lagi ngotot.

"Iya iya ah" Brian memakai helmnya dan menghidpkan mesin motornya. Brian membleyer - bleyer motornya dengan memainkan gas.

"Ngapain bleyer - bleyer. Berisik tau" ujar Adel memperingati.

"Sana masuk!" perintah Brian.

"Lo aja pergi dulu sana!" ujar Adel.

"Lo aja masuk duluan, sana!" perintah Brian lagi.

"Yaudah" ketus Adel lalu masuk gerbang dan menutup gerbang.

Brian mendengus kesal lalu melajukan motornya meninggalkan pelataran rumah Adel.

Tidak disangka - sangka Brian melihat dari kaca sepion Adel tengah membuka gerbang lalu keluar dan melambaikan kedua tanganya ke arah Brian. Brian menyunggingkan senyumnya lalu menambah kecepatan laju motornya.

Adel berjalan memasuki gerbang dan kembali menutup gerbangnya setelah berpura - pura menutup gerbang tadi. Ia tengah tersenyum bahagia seraya menuntun sepedanya memasuki garasi yang pintunya sudah terbuka. Mobil Liana juga ada dirumah, berarti Liana udah pulang.

Adel masuk ke rumahnya lewat pintu garasi.

"Bundaaaa" teriak Adel mencari keberadaan Liana dengan senyum yang merekah.

"Hey.. Darimana kok baru pulang." ujar Liana yang baru muncul dari dapur. Dengan sigap Adel memeluk Liana dengan senyum yang masih merekah.

"Nyari udara hehe" jawab Adel dalam pelukan Liana.

"Kok kaya lagi seneng banget sih anak bunda." ujar Liana ikut seneng karena jarang - jarang Adel tersenyum sebahagia ini.

"Hehe" Adel menhedarkan pelukannya. Dan kini kedua pundak Adel dipegang oleh kedua tangan Liana.

"Lain kali kalo pulang jangan sesore ini ya. Bunda khawatir." ujar Liana lembut dengan senyum manisnya.

Adel manggut - manggut sambil tersenyum.
"Adel nggak sendiri kok bun" ujar Adel menahan senyum.

"Oh ya?" Liana bertanya antusias.

Adel mengangguk dengan senyum manis.

"Kamu sama siapa tadi?" tanya Liana penasaran.

"Brian" jawabnya lalu tersenyum manis.

Liana terkejut. Baru saja dia akan bertanya lebih lanjut Adel langsung melepaskan cekalan tangan Liana dipundaknya.

"Udah ah Adel mau mandi. Udah lengket - lengket nih hehe" setelah berkata begitu Adel langsung berlari menaiki tangga menuju kamarnya.

Liana tersenyum melihat anaknya yang sepertinya lagi bahagia.

Good Bye NostalgiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang